Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Hak Kekayaan Intelektual Konten Media Sosial

1 Juni 2015   07:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:25 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screen capture kedua dari dinding Facebook Gunawan yang saya ambil sebagai materi tulisan Kompasiana dan ia minta hapus. Ikon globe menandatakan konten disetel dengan privacy setting public. (Dokpri)

[caption id="attachment_421661" align="aligncenter" width="558" caption="Ilustrasi (project-disco.org)"][/caption] Jumat pekan lalu (29/5) saya menulis artikel di Kompasiana berjudul 'Zero-sum Game Pendekar Maya Kompasiana' yang kemudian saya bagikan di akun Facebook saya. Tulisan itu mengambil studi kasus soal apa yang terjadi antara Gunawan, Alan Budiman, dan Harja Saputra tentang turunnya Ongkos Naik Haji (ONH). Dalam tulisan itu saya sempat mengambil beberapa gambar (capture) dari status di dinding Facebook Gunawan dan Harja yang berkaitan dengan tulisan ONH. Di dinding Facebook saya di mana artikel itu dibagikan, juga sempat ada perbincangan intens antara Gunawan, Alan, Harja dan saya. Dalam perbincangan itu Gunawan meminta saya untuk menghapus dua gambar yang saya ambil dari dinding Facebooknya karena diambil tanpa izin. Benar, saya mengambilnya tanpa izin. Gambar itu berisi opini dan tautan ke dua artikel, yakni Alhamdulillah Presiden Jokowi Turunkan Ongkos Naik Haji yang ditulis Gunawan (dan dibagikannya di Facebook), dan Jokowi Memang Turunkan Ongkos Naik Haji (Tanggapan atas Harja Saputra) yang ditulis Alan Budiman dan dibagikan Gunawan lewat dinding Facebook-nya. [caption id="attachment_1763" align="aligncenter" width="540" caption="Screen capture pertama dari dinding Facebook Gunawan yang saya ambil sebagai materi tulisan Kompasiana dan ia minta hapus. Ikon globe menandatakan konten disetel dengan privacy setting public. (Dokpri)"]

[/caption] [caption id="attachment_1764" align="aligncenter" width="540" caption="Screen capture kedua dari dinding Facebook Gunawan yang saya ambil sebagai materi tulisan Kompasiana dan ia minta hapus. Ikon globe menandatakan konten disetel dengan privacy setting public. (Dokpri)"]
Screen capture kedua dari dinding Facebook Gunawan yang saya ambil sebagai materi tulisan Kompasiana dan ia minta hapus. Ikon globe menandatakan konten disetel dengan privacy setting public. (Dokpri)
Screen capture kedua dari dinding Facebook Gunawan yang saya ambil sebagai materi tulisan Kompasiana dan ia minta hapus. Ikon globe menandatakan konten disetel dengan privacy setting public. (Dokpri)
[/caption]

Sebagai orang yang berprofesi di bidang internet dan pernah sekolah hukum, saya tahu betul bahwa saya tidak harus memenuhi permintaan Gunawan karena tidak ada perbuatan melanggar hukum dan pelanggaran aturan Facebook yang saya lakukan. Tapi saat itu saya mengabulkan permintaan Gunawan dan menghapus dua gambar itu dari tulisan saya di Kompasiana. Pertimbangannya bukan karena perbuatan itu salah. Tapi karena saya anggap Gunawan adalah kawan (meski hanya di Facebook dan Kompasiana). Tidak ada salahnya mengabulkan permintaan seorang kawan bila memang bisa dilakukan. Saat itu di dinding Facebook saya juga sedang ada perbincangan cukup ramai antara Gunawan, Alan, Harja dan saya tentang ONH. Cukuplah satu keramaian saja, tak perlu ditambah lagi soal boleh-tidaknya capture gambar. Sehingga, penghapusan 2 gambar tersebut murni karena perkawanan dan inisiatif pribadi tak ingin menambah persoalan. Bukan karena saya merasa telah melakukan hal yang salah. Setelah menghapus gambar itu saya mengucapkan maaf kepada Gunawan, bukan karena saya salah, tapi demi menjaga perkawanan. Di internet (Kompasiana khususnya) saya ingin mencari teman, bukan mencari musuh.

[caption id="attachment_1768" align="aligncenter" width="500" caption="Sebagian isi perbincangan di dinding Facebook saya tentang penghapusan gambar. Bagian konten yang tidak relevan tidak saya capture (Dokpri)"]

[/caption]

Saya pikir selesai sampai di situ, ternyata tidak.

Minggu pagi (31/5) saya melihat Gunawan membagikan tulisannya di Kompasiana lewat dinding Facebook-nya berjudul Jangan Sembarangan Meng-Capture Status Orang. Tak ada nama saya di tulisan itu. Sebagai orang yang baru diminta menghapus gambarnya, saya merasa tulisan ini juga ikut dialamatkan kepada saya, atau setidaknya bersubstansi sama dengan yang terjadi pada hari Jumat lalu. Dalam tulisan itu Gunawan menganggap meng-capture status di Facebook milik orang lain tanpa izin itu salah secara etika. Bahkan ia menyinggung si pelaku bisa dijerat pidana nama baik dan UU ITE -- meski ia tak sebut pasal berapa. Saya merasa perlu menawarkan perspektif lain dan perimbangan informasi. Apalagi bidang internet dan media sosial adalah kompetensi, profesi dan interest saya. Menurut saya ini juga studi kasus yang menarik untuk dibahas: apakah meng-capture (menangkap, merekam dan dijadikan dalam bentuk gambar) status seseorang di Facebook (internet dan social media) dan kemudian mendistribusikannya di tempat lain, adalah perbuatan melawan hukum?

PEMILIK MATERIAL DI INTERNET

Dalam aspek distribusi material, internet hanya sebuah medium. Ia tidak diistimewakan dibanding medium lain dalam kewajiban setiap orang menghormati Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights (IPR), kepemilikan material, maupun distribusi material. Namun internet sudah lama jadi bagian dari Hak Azasi Manusia (HAM) sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, beropini dan menerima informasi. Hak tersebut tetap dibatasi oleh HKI dan IPR yang berlaku secara internasional, teritorial (negara) dan per entitas penyedia layanan (platform). Kepemilikan material di internet bisa berada di tangan penyedia platform (situs/layanan) dan bisa juga berada di tangan pembuat konten (utamanya user/pengguna). Pengaturan penggunaan dan distribusinya bisa dilakukan sendiri oleh penyedia platform, pembuat konten, atau kolaborasi keduanya. Posisi legal penyedia platform selalu lebih kuat dibanding pembuat konten yang menjadi pengguna platform. Karena ketika pembuat konten (user) mendaftarkan diri, ia telah menyetujui peraturan dari penyedia platform (Terms of Service/ToS). Masing-masing platform punya peraturannya sendiri. Masing-masing user (pembuat konten) juga bisa memiliki peraturannya sendiri yang tidak melampaui Terms pemilik platform.

IDE DAN OPINI BUKAN KEKAYAAN INTELEKTUAL

Hak Intelektual membuat pemiliknya berhak untuk mengatur distribusi, duplikasi, penjualan, sampai adaptasi. Hal Intelektual ini memberikan hak ekonomi dan hak moral kepada kreator atau pemegang hak. Di Indonesia, Hak Intelektual ini diatur dalam UU 19/2002 tentang Hak Cipta yang telah diselaraskan dengan The Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS). Di Indonesia, secara garis besar HKI dibagi atas Hak Cipta (Copyrights) dan Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights) yang mencakup paten, desain industri, merk, dll. Di pasal 5 UU 19/2002 disebut Pencipta adalah orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, atau orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta. Sedangkan Ciptaan didefinisikan sebagai hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan pengetahuan, seni atau sastra. Oleh UU, Pencipta diberikan hak ekslusif pada Ciptaannya dalam bentuk Hak Cipta, baik terdaftar di Dirjen HKI maupun tidak. Hak Cipta itu melekat secara otomatis menurut Pasal 2. Di Pasal 12 ada 12 kategori Ciptaan yang dilindungi UU. Mulai dari buku, karya tulis, ceramah, program komputer, lagu, foto, arsitektur dll. Jadi, misal anda punya foto pribadi yang anda unggah ke internet, pada diri anda telah melekat secara otomatis Hak Cipta atas foto tersebut. Bila ada pihak lain yang menggunakan atau mendistribusikan ciptaan anda, maka ia terikat pada Pasal 14 dan 15 yang mewajibkan pengguna menyebutkan sumber. Disebutkan: "Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap", dan "Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta: a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta". Pasal ini tidak menyebutkan bahwa pengguna harus mendapatkan izin terlebih dulu sebelum pengambilan atau distribusi. Pada Pasal 12 tidak disebutkan bahwa opini, pendapat atau ide termasuk dalam Ciptaan yang dilindungi dan diatur UU. Artinya, seseorang bisa saja membuat opini, tapi ia tak masuk sebagai entitas Ciptaan yang dilindungi UU. Karena ia bukan Ciptaan, maka opini dan ide tak termasuk dalam kekayaan intelektual seperti diatur UU. Khusus di Facebook, mereka juga menjelaskan tentang apa yang dimaksud Hak Cipta (Copyright). "Copyright is a legal right that seeks to protect original works of authorship (ex: books, music, film, art). Generally, copyright protects original expression such as words or images. It does not protect facts and ideas, although it may protect the original words or images used to describe an idea. Copyright also doesn’t protect things like names, titles and slogans; however, another legal right called a trademark might protect those. Facebook Terms poin 2.1 juga menjelaskan bahwa pengguna (user) yang mengunggah konten dengan IPR atau HKI secara otomatis memberikan hak bagi Facebook untuk mentransfer, sub-licensable, bebas royalti dan worldwide license, berdasarkan ketentuan Privacy dan Application Setting. Privacy ini adalah penggunaan fitur Privacy Setting dimana konten bisa disetel tampil Public, Friend Only, Private, dll. Dengan demikian, tulisan (update status) Gunawan di dinding Facebook-nya tidak memiliki Hak Intelektual. Ia sebatas ekspresi, opini atau ide yang bukan entitas Ciptaan. Bila pun ada elemen dalam tulisan (update status) itu yang ditafsirkan sebagai Ciptaan, maka saya telah melaksanakan Pasal 14 dan 15 UU 19/2002 dengan menyebutkan sumber. Pun bila dirujuk ke Facebook Terms, tulisan update status Gunawan tidak dilindungi sebagai Copyright karena ia sebatas ide atau opini.

PEMILIK DAN DISTRIBUSI MATERIAL FACEBOOK

Dalam contoh di Facebook, setiap pengguna terikat pada Legal Terms Facebook. Legal terms ini adalah rincian dari Facebook Principles. Seandainya Facebook Principle ini 'Pancasila', maka Legal Terms adalah 'UUD 1945'. Dalam Facebook Principle poin kedua, tertulis: 'Ownership and Control of Information: People should own their information. They should have the freedom to share it with anyone they want and take it with them anywhere they want, including removing it from the Facebook Service. People should have the freedom to decide with whom they will share their information, and to set privacy controls to protect those choices. Those controls, however, are not capable of limiting how those who have received information may use it, particularly outside the Facebook Service.' Artinya, setiap konten yang kita ciptakan di Facebook adalah milik kita sebagai pengguna. Di Facebook, kita juga punya hak untuk memutuskan kepada siapa konten itu dibagi lewat privacy control -- public, friend, private, dll. Namun kontrol privasi di Facebook itu tidak membatasi atau mengatur distribusi atau penggunaan konten di luar Facebook. Dalam Facebook Terms, hal ini dipertegas lagi di poin kedua Sharing Your Content and Information. Di sana tertulis: 'You own all of the content and information you post on Facebook, and you can control how it is shared through your privacy and application settings. In addition: 4. When you publish content or information using the Public setting, it means that you are allowing everyone, including people off of Facebook, to access and use that information, and to associate it with you (i.e., your name and profile picture).' Dipertegas bahwa pemilik konten di Facebook adalah pengguna itu sendiri. Ini untuk memperjelas soal siapa yang bertanggungjawab atas konten tersebut dan siapa pemilik orisinalnya. Ketika sebuah konten dipublikasikan dengan Public setting, otomatis pengguna mengizinkan semua orang, termasuk yang di luar Facebook, untuk mengakses informasi tersebut. Itu sebabnya pula Facebook menyediakan fitur Embededded Post yang memudahkan penempelan konten pada dinding Facebook ke luar Facebook. Dua tulisan dinding Facebook Gunawan yang saya maksud di atas saya embedded di bawah ini.

Memenuhi undangan Presiden Jokowi di Istana Negara sudah, sekarang target saya adalah memenuhi undangan Allah di rumah... Posted by Gunawan Hutapea on Wednesday, May 27, 2015

Ada yg sewot katanya bukan Presiden yang menurunkan ONH, wkwkw kalau gak diteken apa bisa ONH turun sendiri mas bro...... Posted by Gunawan Hutapea on Thursday, May 28, 2015

Dalam poin ke-5 Facebook Terms Protecting Other People's Rights disebutkan di poin ke -7 soal menghormati 'Information', yakni:'If you collect information from users, you will: obtain their consent, make it clear you (and not Facebook) are the one collecting their information, and post a privacy policy explaining what information you collect and how you will use it.' Apa sebenarnya 'Information' ini? Dalam laman Help Center, Facebook menjelaskan bahwa Public Information adalah sesuatu (dalam ekosistem Facebook) yang bisa disaksikan oleh siapapun, yakni Public Profile. Public Profile bisa disaksikan oleh mereka yang bukan kawan kita di Facebook, dan bisa disaksikan di luar Facebook. Public Profile ini adalah nama, gender, username, userID, profile picture, cover photo dan networks.  Siapapun yang mengumpulkan informasi dari pengguna harus mendapatkan persetujuan si pengguna. Yang saya lakukan pada Jumat lalu bukan collecting (mengumpulkan), tapi distributing (mendistribusikan). Sehingga saya tidak harus mendapatkan izin dari Gunawan. Izin itu harus saya dapat hanya bila saya melakukan aktivitas collecting Public Information milik Gunawan untuk disimpan dan/atau digunakan untuk kepentingan lain yang umumnya bisnis. Aktivitas collecting ini biasanya dilakukan oleh pengembang aplikasi yang mengkoneksikan user mereka ke Facebook. Hasil collecting itu selain untuk digunakan sebagai database user, bisa pula untuk kepentingan iklan, penjualan atau bisnis lain. Tapi bukan ini yang saya lakukan. Facebook Principle dan Facebook Terms ini jadi salah satu pertimbangan saya mengatakan bahwa tak ada pelanggaran yang saya lakukan ketika membagikan status Facebook Gunawan dalam bentuk gambar (capture) ke Kompasiana. Pertama, status tersebut disetel secara Public. Yang artinya -- secara Facebook Terms -- Gunawan menginginkan kontennya itu disaksikan tanpa batasan. Yang saya lakukan adalah mendistribusikan konten yang diniatkan disaksikan tanpa batasan itu ke Kompasiana. Tanpa di-capture pun, status Gunawan itu bisa didapatkan lewat search engine, embededded post dan URL. Kedua, saya tetap menghormati Gunawan sebagai pemilik konten dengan tidak memodifikasi gambar capture tersebut. Ketiga, meski bila status Gunawan itu disetel non-public (khusus teman, yang kenyataannya tidak) dan saya meng-capture serta mendistribusikannya ke luar Facebook, maka tetap tak ada aturan yang saya langgar. Atas wawasan dan pertimbangan di atas, maka saya simpulkan saya tak melakukan tindakan melawan hukum atau pelanggaran atas aturan apapun ketika meng-capture tulisan di dinding Gunawan dan mendistribusikan ke Kompasiana.

REALITA SEHARI-HARI

Capture gambar konten dan informasi media sosial serta  didistribusikan ke tempat lain sudah sehari-hari kita lihat. Mulai dari media elektronik, cetak, poster, buku, sampai blog. Bahkan Gunawan sendiri melakukannya ketika menulis dan menpublikasikan tulisan di Kompasiana berjudul Alhamdulillah Presiden Jokowi Menurunkan ONH, tapi Ada yang Sensi dan Klaim Sendiri. Di tulisan itu Gunawan mengambil gambar (capture) dari dinding Facebook Fanpage Gerindra. Yang saya lakukan Jumat lalu sebenarnya sama persis dengan Gunawan. Saya juga yakin Gunawan tak mendapatkan atau minta izin dari Gerindra (kalau salah mohon koreksi). Bedanya, Gunawan 'memperbolehkan' dirinya meng-capture dinding Facebook pihak lain (Gerindra), dan ia tak memperbolehkan orang lain (saya) meng-capture isi dindingnya. [caption id="attachment_1761" align="aligncenter" width="540" caption="Tulisan Gunawan di Kompasiana yang mengambil konten dari Fanpage Gerindra (Dokpri)"]

[/caption] [caption id="attachment_1762" align="aligncenter" width="480" caption="Screen capture berita di MetroTV yang menayangkan konten akun Twitter Iriana Jokowi (MetroTv)"]
Screen capture berita di MetroTV yang menayangkan konten akun Twitter Iriana Jokowi (MetroTv)
Screen capture berita di MetroTV yang menayangkan konten akun Twitter Iriana Jokowi (MetroTv)
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun