[caption id="attachment_407834" align="aligncenter" width="489" caption="Akun Yuddy Chrisnandi dan salah satu tulisannya/Kompasiana"][/caption]
Pada 4 Maret 2015 rupanya Kompasiana kedatangan penghuni baru yang penting: Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi. Saya sendiri terlambat mengetahui dan baru tahu sebulan kemudian. Akun yang belum terverifikasi ini memang baru menulis perdana mulai 26 Maret 2015 dan mempublikasi lima tulisan per 6 April 2015. Tulisannya secara kasat mata berbentuk berita yang ditulis Humas KemenPan. Saya merasa ada masalah penting di sini.
Pertama-tama saya ingin mengeritik Kompasiana dulu.
1. Verifikasi
Semua orang bebas mendaftar akun di Kompasiana, termasuk Yuddy. Di sini semua orang bebas menjadi anonim atau terverifikasi. Namun ketika sebuah akun muncul menggunakan nama figur penting, apalagi pejabat negara sekelas menteri seperti Yuddy, ia perlu perlakuan khusus.
Alasannya:Â Yuddy sebagai menteri memegang otoritas informasi yang mewakili pemerintah. Ia adalah sumber tangan pertama. Nilai informasi yang diberikan langsung oleh Yuddy akan berbeda bobotnya bila disampaikan oleh tangan kedua, ketiga atau keempat seperti Humas KemenPAN, kantor berita, atau blogger. Sehingga ketika akun bernama Yuddy Chrisnandi yang mengaku MenPAN muncul, Kompasiana harus segera melakukan verifikasi kepada yang bersangkutan dan bagaimana pola kerja publikasinya. Bila verifikasi ini belum tercapai, tidak semestinya Kompasiana membiarkan akun Yuddy berkeliaran di kompasiana. Tapi nyatanya akun ini berkeliaran tanpa verifikasi mulai 4 Maret 2015.
'Misteriusnya' akun Yuddy bisa merugikan semua pihak. Belum tentu akun tersebut milik Yuddy pribadi. Ia bisa saja ulah impersonator (peniru) yang informasinya menyesatkan pembaca, merugikan Yuddy dan kredibilitas Kompasiana.
2. Yuddy dan Humas KemenPan Entitas yang Berbeda.
Yuddy tidak selamanya bisa diwakili oleh Humas, terutama kapasitasnya sebagai pribadi. Yuddy jauh lebih luas ketimbang KemenPan dan Humas, ia juga bisa tampil sebagai individu -- sesuatu yang di luar jangkauan Humas. Humas mewakili lembaga, sementara Yuddy mewakili lembaga dan dirinya sendiri. Yuddy tak selalu terikat pada kapasitasnya sebagai menteri ketika memberikan informasi atau berinteraksi dengan khalayak.
Sehingga harus didefinisikan: akun Yuddy pribadi atau akun Humas?
Keduanya memiliki arti berbeda dalam ekosistem blogging. Sama halnya ketika Blog Dahlan Iskan jauh lebih tinggi trafiknya ketimbang kanal berita Kementerian BUMN. Pembaca selalu ingin mendengar dari tangan pertama.
Kemudian kritik berlanjut ke Yuddy dan/atau Humas KemenPAN. Saya mengasumsikan akun Yuddy adalah benar milik Yuddy yang dibuat dan dioperasikan oleh Yuddy atau Humas.
1. Terima Kasih telah Hadir
Saya harus memuji dan berterimakasih dulu karena Yuddy telah bersedia hadir di Kompasiana dalam rangka berinteraksi dengan komunitas netizen, khususnya blogger. Kita perlu lebih banyak pejabat negara seperti Yuddy yang mendekatkan diri ke masyarakat lewat berbagai saluran termasuk dunia maya, untuk berinteraksi secara langsung. Lewat interaksinya melalui tulisan, kita bisa lebih mengetahui kapasitas Yuddy dan apa yang ia rencanakan untuk melayani negara dan bangsa.
2. Membangun Percakapan, bukan Broadcast
Anda hadir di blog untuk berinteraksi, membangun percakapan, menjalin hubungan dan keintiman yang lebih dalam dengan khalayak lewat tulisan. Blog bukan koran, majalah, radio, televisi dan media mainstream lain di mana anda atau Humas biasa broadcasting informasi. Berhentilah menggunakan blog dengan cara yang sudah anda atau Humas lakukan. Anda salah tempat.
Di ekosistem ini orang-orang membangun percakapan dua arah dengan anda, bukan mendengarkan pidato anda seperti di lapangan atau ruang-ruang pertemuan. Tak ada tempat untuk pidato di sini, atau tak ada siapa pun yang kelak mendengarkan anda.
3. Blog Bukan Kantor Berita
Kalau anda ingin berita soal anda atau KemenPan didistribusikan secara luas, pergi lah ke kantor surat kabar atau televisi. Kalau blogger ingin membaca berita (khususnya hard news), mereka akan membaca koran atau menonton televisi, bukan mengakses blog. Anda jelas salah tempat. Ini terbukti dari statistik hit keterbacaan tulisan anda/Humas yang tak pernah mencapai 100. Konten anda jauh dari menarik.
4. Organik, Otentik
Mungkin komunikasi atau tulis-menulis bukan bidang anda, tidak ada masalah. Penghuni Kompasiana tidak akan menuntut anda jadi penulis hebat di sini, karena anda MenPan, bukan penulis. Tapi saya yakin kita semua di sini mengharap anda hadir secara organik, tidak diwaliki siapa pun dalam membangun percakapan. Kami perlu Yuddy, bukan perlu Humas. Kalau perlu Humas, kami akan pergi ke situs KemenPan.
Tak peduli pula seberapa kemampuan anda dalam tulisan, selama itu adalah gaya anda yang otentik. Orang tidak pernah peduli dengan renyahnya gaya tulisan Dahlan Iskan, formalnya SBY atau religiusnya Tifatul. Mereka hadir dengan gaya masing-masing, mereka otentik dalam berinteraksi dengan khalayak. Jangan percaya bila ada orang yang menyarankan anda harus berbahasa begini-begitu di blog atau social media.
Anda pastinya sibuk dengan pekerjaan dan tanggungjawab sehingga tidak bisa sering menulis di sini. Tidak ada masalah. Saya pribadi lebih berharap anda hadir dengan informasi berkualitas di sini ketimbang memperbanyak kuantitas tapi berkualitas rendah. Saya pikir banyak orang sependapat dengan itu.
5. Berbagi
Setiap orang hadir dengan beban atau tanggungjawabnya masing-masing. Contohnya, saya sebagai konsultan dan praktisi komunikasi dan social media tak akan bicara jauh-jauh dari kompetensi saya untuk kemudian dibagi kepada Kompasianer lain. Anda sebagai MenPan tak hanya punya kapasitas di situ, tapi juga berkapasitas menyusun strategi birokrasi dan punya informasi kunci di bidang tersebut. Hal tersebut adalah value anda yang tidak bisa digantikan oleh pihak lain. Anda orang nomor satu di bidang pemberdayaan birokrasi Indonesia. Maka tidak ada orang yang bisa membagi informasi kunci dan penting soal itu ketimbang anda. Dalam konteks itu lah kami perlu anda berbagi.
Akhirnya, selamat datang Menteri Yuddy. Saya berharap anda punya arti di sini.[*]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H