Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pesan Tersembunyi Surat Jaya Suprana

1 April 2015   09:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:42 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="614" caption="Tulisan Jaya Suprana kepada Ahok/Sinar Harapan"][/caption] Pada 23 Maret 2015 lalu Surat Kabar Sinar Harapan menayangkan tulisan Jaya Suprana berjudul Renungan Jaya Suprana: Surat Terbuka kepada Ahok. Secara eksplisit surat ini adalah kritik pemilik Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) tersebut kepada Gubernur DKI Jakarta yang sering menggunakan kata-kata kasar di depan publik. Jaya juga mengungkapkan kekhawatirannya sikap Ahok itu bisa memantik kerusuhan anti-entis, khususnya Tionghoa, seperti yang pernah terjadi di Indonesia beberapa kali. Belakangan Ahok menanggapinya dengan mengatakan Jaya masih memiliki otak warga kelas dua. Dari percakapan di social media saya melihat hampir semua orang menilai makna surat seeksplisit apa yang tertulis: kritik dan kekhawatiran. Namun bagi saya tulisan Jaya ini adalah strategi public relation berkualitas tinggi, punya makna intrinsik yang jauh lebih dalam dan mengandung pesan 'tersembunyi' yang coba dimasukkan ke bawah sadar pembaca. Dalam komunikasi, teks, gambar, suara, gestur dll hanyalah fasilitas untuk menyampaikan pesan. Pesan ini bisa diantar secara eksplisit seperti iklan mentega, atau implisit seperti iklan rokok. Ia bisa ditangkap secara mudah lewat nalar dan emosi, tapi juga bisa ditanamkan ke bawah sadar. Saya memandang Jaya mencoba bermain di area emosi dan bawah sadar. Beberapa pertanyaan skeptis yang perlu diajukan oleh mereka yang menilai makna tulisan Jaya secara eksplisit adalah: 1. Sebagai tokoh nasional dari golongan Tionghoa, saya haqul yakin Jaya memiliki akses 24/7 ke Ahok. Bila ia mau mengeritik dan menasihati Ahok secara pribadi, buat apa lewat koran yang oplahnya lebih dari 300 ribu? Kenapa dia tidak mendatangi Ahok langsung sambil ngopi-ngopi atau menelepon saja? 2. Tulisan ini secara eksplisit membuat Ahok tidak nyaman dan terbukti setelahnya dengan tanggapan Ahok yang ketus. Apakah Jaya tidak sadar bahwa tulisannya bisa menyinggung Ahok? Apakah ia memang sedang mencari permusuhan dengan Ahok? Apa tujuan dan manfaat yang ia dapat dengan membangun permusuhan itu? 3. Secara eksplisit, tulisan Jaya memojokkan Ahok. Padahal Jaya, meski seorang Tionghoa, ia besar dalam kebudayaan Jawa Tengah yang kaya akan eufimisme. Jaya juga bukan figur yang gemar berkonfrontasi di depan publik apalagi di acara debat televisi. Ia bukan orang yang tenar berkat memanfaatkan konflik. 4. Benarkah Jaya 'selugu' itu? Padahal Jaya dikenal sebagai orang jenius. Ia bukan hanya pebisnis dan pemilik Jamu Jago, ia seorang pianis, komposer, inovator, kartunis, humorolog, penulis, public speaker dan presenter tv yang mengenyam banyak pendidikan dalam dan luar negeri. Jaya jelas bukan orang lugu, apalagi bodoh. Sebaliknya, ia jenius dan komunikasi adalah salahsatu bidang keahlian dan keterampilannya. PRINSIP SURAT TERBUKA Surat terbuka meski ia hanya ditujukan ke satu pihak, tapi tujuannya jelas: publikasi massal. Ia tak hanya ditujuan kepada pihak yang namanya tercantum, tapi juga memuat pesan dan mengandung kepentingan mempengaruhi orang banyak. Bahkan, tujuan mempengaruhi secara massal ini lebih sering menjadi tujuan utama ketimbang kepentingan menyampaikan sesuatu kepada pihak tujuan. Dengan menayangkan tulisan di surat kabar, surat terbuka Jaya sebenarnya bukan untuk Ahok, tapi untuk kalangan luas. Ia coba menyampaikan pesan dan mempengaruhi pembaca yang dari dua golongan: etnis Tionghoa dan non-Tionghoa. PROFIL JAYA Bisa membaca teks itu satu hal, kemampuan membaca pesan adalah hal lainnya. Dalam membaca kandungan pesan kita tidak boleh abai dalam membaca profil penyampai pesan. Beberapa hal yang bisa saya simpulkan berdasar profil Jaya adalah:

  • aya adalah tokoh Tionghoa non-partisan yang membangun relasi sangat baik dengan kelompok di luar golongan Tionghoa. Ia bisa diterima semua pihak ketimbang tokoh-tokoh Tionghoa lain, terutama pebisnis. Bagi saya, ia adalah 'Duta' Tionghoa Indonesia.
  • Jaya dikenal sangat dekat dengan Alm Gus Dur, Presiden RI yang dikenal sebagai 'Bapak Tionghoa' atau pemersatu keragaman Indonesia.
  • Jaya adalah tokoh Tionghoa Indonesia yang berkontribusi dalam pengembangan seni, publikasi, sosial, budaya dan filantropi. Ia cenderung bersih dari kepentingan politik.
  • Jaya adalah seorang Tionghoa Jawa yang adat budayanya bisa diterima kalangan luas, seperti santun, ramah, menghargai orang tua, pekewuh dan gigih.

PESAN INTRINSIK Berikut beberapa kandungan pesan intrinsik atau 'tersembunyi' yang coba saya terjemahkan. Apapun yang saya tulis di bawah ini adalah pandangan pribadi saya. 1. Kebanggaan Tionghoa dan Nasrani "Saya sangat menghormati, menghargai, dan mengagumi semangat perjuangan Anda dalam membasmi korupsi dari persada Nusantara tercinta ini. Bagi saya, Anda memang layak tokoh pembasmi korupsi Indonesia yang paling konsekuen dan konsisten. Anda layak dielu-elukan sebagai jawara, pendekar, cowboy, bahkan superhero pembasmi korupsi seperti yang tampil di berbagai meme yang mengelu-elukan semangat perjuangan Ahok membasmi korupsi. Sebagai sesama warga Indonesia keturunan Tionghoa dan umat Nasrani, saya juga sangat bangga atas semangat perjuangan Anda membasmi korupsi." Pesan Jaya: Jaya menegaskan bahwa Ahok sebagai seorang Tionghoa dan Nasrani saat ini telah menjadi 'pahlawan pembasmi korupsi Indonesia'. Ia dibanggakan oleh golongan Tionghoa, layak dielu-elukan, pendekar dan superhero. Jaya hendak menyampaikan bahwa golongan Tionghoa Indonesia sangat bangga dengan Ahok yang bisa membawa perbedaan di Indonesia, terutama dalam masalah korupsi sebagai isu krusial bangsa ini. 2. Masalah Faktual: Berkembangnya Sikap Antipati, Skeptis dan Menurunnya Dukungan "Namun, akhir-akhir ini terasa bahwa lamat tetapi pasti timbul rasa kebencian masyarakat terhadap kata-kata dan kalimat-kalimat Anda yang dianggap tidak sopan dan tidak santun sehingga tidak layak saya tulis di surat permohonan terbuka di Sinar Harapan yang tersohor sopan dan santun dalam pemberitaan ini. Bahkan, teman-teman saya yang cendekiawan, rohaniwan, akademikus bukan politikus yang semula mendukung Anda kini mulai meragukan dukungan mereka terhadap Anda. Apalagi mereka yang sejak semula tidak mendukung kini malah mulai membenci Anda." Pesan Jaya: Karena Ahok yang dianggap tidak santun, dukungan menurun dan pihak yang tidak suka kini makin membenci. Ini masalah faktual. 3. Dukungan dari Para Pengecut "Saya tahu, Anda seorang pemberani, apalagi sudah disemangati oleh mereka yang muak korupsi, tetapi tidak mau atau tidak mampu turun tangan sendiri, pasti sama sekali tidak takut menghadapi dampak ucapan kata-kata Anda. Namun, saya yang pengecut ini yang takut dan saya yakin saya tidak sendirian dalam ketakutan." Pesan Jaya: Menegaskan dan memuji keberanian Ahok sebagai seorang Tionghoa di lapangan pemerintahan dan birokrasi yang sebelumnya tidak dikuasai oleh golongan Tionghoa. Ahok didukung oleh mereka yang muak dengan korupsi, baik yang berani terang-terangan atau dalam diam. Tapi lebih banyak yang diam atau pengecut, Jaya menyebut dirinya sendiri pengecut. Jadi, mereka yang pengecut pun sebenarnya mendukung Ahok. 4. Membangunkan Memori Masa Lalu "Bukan rahasia lagi, bahkan fakta sejarah, bahwa telah berulang kali terjadi malapetaka huru-hara rasialis di persada Nusantara. Akibat memang beberapa insan keturunan Tionghoa bersikap dan berperilaku layak dibenci maka beberapa titik nila merusak susu sebelanga. Akibat beberapa insan keturunan Tionghoa bersikap dan berperilaku layak dibenci maka seluruh warga keturunan Tionghoa di Indonesia dipukul-rata untuk dianggap layak dibenci. Cukup banyak warga keturunan Tionghoa jatuh sebagai korban nyawa termasuk ayah kandung dan beberapa sanak-keluarga saya sendiri di masa kemelut tragedi G-30-S. Nyawa saya pribadi memang selamat, namun sekolah saya dibakar dan ditutup hanya akibat digolongkan sebagai sekolah kaum keturunan Tionghoa, padahal saya pribadi tidak pernah setuju komunisme. Ketika huru-hara rasialis 1980-an di Semarang, kantor saya dilempari batu." Pesan Jaya: Ia coba membangun kewaspadaan golongan Tionghoa dengan cara menggugah memori kelam masa lalu. Yang ia gugah bukan Ahok, melainkan golongan Tionghoa untuk meningkatkan kewaspadaan. Sebagai pendekar kebanggaan kaum Tionghoa, Ahok sedang banyak musuh, tapi juga punya banyak pedukung (meski diam). Peristiwa buruk masa lalu mungkin bisa terulang lagi. Jaya seakan mengatakan, "Wahai kaum Tionghoa, pendekar kebanggaan kita sedang banyak musuh. Waspada dan rapatkan barisan!" 5. Sikap anti-rasialis dari Pemerintah, Militer dan masyarakat "Mobil saya dibakar dan rumah saya nyaris dibumi-hanguskan para huruharawan apabila tidak diselamatkan oleh TNI, kepolisian, dan tetangga saya yang justru bukan keturunan Tionghoa. Saya kira, Anda juga sadar bahwa kini memang tidak ada lagi penindasan terhadap kaum keturunan Tionghoa, namun jangan lupa bahwa suasana indah ini hanya bisa terjadi berkat perjuangan almarhum Gus Dur, yang dilanjutkan Megawati, SBY, dan kini Jokowi yang secara politis dan hukum melarang diskriminasi terhadap kaum keturunan China yang berdasar Keppres SBY 2014 disebut Tionghoa. Pada kenyataan sebenarnya kebencian terhadap kaum Tionghoa di Indonesia belum lenyap. Kebencian masih hadir sebagai api dalam sekam yang setiap saat rawan membara, bahkan meledak menjadi huru-hara apabila ada alasan." Pesan Jaya: Meski ada pengalaman buruk konflik etnis, namun saat ini pemerintah dan militer Indonesia menentang sikap anti-rasialis dan penegakannya dipimpin oleh Presiden. UU juga melarang diskriminasi. Pesan ini sebenarnya ditujukan kepada kelompok di luar golongan Tionghoa, terutama yang diskriminatif dan rasialis. Jaya coba menyampaikan kepada mereka bahwa Indonesia sudah berubah. Bila ada yang mencoba bersikap rasialis apalagi memancing isu-isu rasial, akan berhadapan dengan UU, militer dan Presiden. Di kalimat akhir, Jaya hendak menyampaikan kepada golongan rasialis bahwa golongan Tionghoa sadar betul risiko perbuatan Ahok dan mereka membangun kewaspadaan. 6. Hanya soal Kesopanan "Tidak kurang dari Imam Besar FPI, Habib Rieziq, menyatakan kepada saya pribadi bahwa beliau menghargai semangat Anda membasmi korupsi, namun yang tidak disukai pada diri Anda hanyalah kata-kata tidak sopan saja. Bukan sesuatu yang mustahil bahwa kata-kata tidak sopan Anda menyulut sumbu kebencian sehingga meledak menjadi tragedi huru-hara yang tentu saja tidak ada yang mengharapkannya. Maka dengan penuh kerendahan hati, saya memberanikan diri untuk memohon Anda berkenan lebih menahan diri dalam mengucapkan kata-kata yang mungkin apalagi pasti menyinggung perasaan bangsa Indonesia. Terima kasih dari seorang warga Indonesia yang tidak sepemberani Anda." Pesan Jaya: Masalah ini 'hanya' masalah sopan santun saja, tidak lebih. Bahkan ia menggunakan nama Habib Rizieq yang dikenal sebagai tokoh garis keras yang juga setuju masalah Ahok sekedar masalah kesantunan. Di luar itu, bahkan Rizieq mendukung Ahok (di luar konteks Rizieq sering mengharamkan Ahok memimpin Jakarta). Sebagai 'Duta' Tionghoa Indonesia, ia hendak menyampaikan kepada kelompok di luar Tionghoa bahwa sebenarnya kaum Tionghoa juga orang yang sopan, rendah hati dan menjaga perasaan orang lain. Jaya menyampaikan pesan ini lewat nasehat kepada Ahok. 7. Membangun keberanian "Terima kasih dari seorang warga Indonesia yang tidak sepemberani Anda." Pesan Jaya: Ia tak hanya menggugah kewaspadaan golongan Tionghoa. Di kalimat terakhir ini justru kuncinya: ia meminta golongan Tionghoa menjadi pemberani dan berhenti jadi pengecut. Jadi lah para pendekar seperti Ahok. Eufimisme budaya Jawa dengan lihai dipraktekkan Jaya dalam tulisan ini dan coba dimasukkan ke alam bawah sadar bagi golongan Tionghoa dan non-Tionghoa, pendukung dan bukan pendukung Ahok, si pemberani dan si pengecut, si rasialis dan anti-rasialis. 7 poin di atas memiliki sasaran masing-masing kelompok pembaca. Apakah sebenarnya Ahok marah kepada Jaya? Menurut saya tidak. Ahok justru menerima bola ini dengan cantik tapi tetap dengan gayanya yang agresif. Setidaknya ada tiga pesan yang hendak disampaikan Ahok lewat tiga pernyataan ini: a. Jaya Suprana otaknya warga kelas dua Pesan Ahok: Golongan Tionghoa jangan mau jadi warga kelas dua dan pengecut seperti yang ditulis Jaya. b. Jaya Suprana memprovokasi Pesan Ahok: Ahok sadar perbuatannya memancing sentimen negatif bagi dirinya dan golongan Tionghoa. Ia meminta golongan Tionghoa Waspada c. Dilindungi UU Pesan Ahok: Bahwa yang dilakukannya adalah menegakkan UU dan setiap warga negara dilindungi hukum dan pemerintah. Jangan takut dan jadi lah pemberani. Mungkin saja maksud Jaya tidak seperti yang saya tulis ini dan maksud ia sebenarnya tak lebih dan tak kurang dari yang secara eksplisit tercantum. Ah, tapi masa sih Jaya Suprana selugu itu? [*]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun