Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Social Media dan Homo Socialis

4 Maret 2015   15:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:11 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Man is by nature a social animal; an individual who is unsocial naturally and not accidentally is either beneath our notice or more than human. Society is something that precedes the individual. Anyone who either cannot lead the common life or is so self-sufficient as not to need to, and therefore does not partake of society, is either a beast or a god." (Aristotle)


Terlepas apakah anda pendukung teori penciptaan atau evolusi berdasarkan keyakinan atau sains, secara antropologi manusia digolongkan ke dalam homo socialis (mahluk sosial) atau social animalia. Manusia memiliki kebutuhan hidup bersama untuk dapat menjalani kehidupan dengan wajar. Setidaknya ada 7 faktor yang mendasari itu: perasaan senasib, menyebarkan informasi, berjuang, seksual, kebebasan, bersatu dan ras.

Karl Marx menuliskan, sociability manusia lebih dari sekedar pengertian bahwa manusia membutuhkan manusia lain untuk hidup. Marx melihat manusia sebagai human social animal yang tidak bisa hidup normal di luar kelompok sosial.
Ia memberi contoh, seorang anak yang dibuang oleh ibunya tidak akan bisa berkembang selayaknya manusia normal. Bahkan ia akan berupaya menemukan kelompok yang menjadi keluarganya.

Antropolog Soekanto menyebutkan, ada kebutuhan psikologis naluriah manusia untuk terhubung dalam sebuah kelompok yang memiliki kesamaan tujuan, ideologi, ras, keyakinan, bahkan ketertarikan. Manusia normal juga selalu berupaya membangun kedekatan untuk keeratan dan kekuatan kelompok yang akhirnya membentuk sebuah sistem dan norma.

Sebagai mahluk sosial, manusia juga secara naluriah memiliki gairah kompetisi atau bersaing sebagai cara menunjukkan keunggulan dan kekuasaan. Persaingan dalam konteks bersosial, manusia memiliki gairah untuk menyebarluaskan pengaruh, mendapatkan pengikut dan menguasai teritori baru.

Lalu apa hubungannya dengan social media?

Kata ‘social' pada social media berarti ‘pergaulan'. Yang berarti, social media adalah media untuk pergaulan. Pergaulan selalu dibangun dengan interaksi minimal dua arah dimana pihak yang terlibat saling berbicara dan mendengarkan secara intens, aktif dan kontinyu.

Social media juga tidak hanya mengizinkan penggunanya melakukan interaksi dua arah, tapi juga multi arah secara massal. Di social media, saat kita bicara kepada satu orang, apa yang kita ucapkan (tuliskan) bisa didengar (dilihat) oleh banyak orang - yang biasa disebut sebagai follower, fans atau subscriber. Maka interaksi, perbincangan dan pergaulan menjadi jauh lebih riuh dibandingkan bila dilakukan di dunia nyata.

Itu lah yang menjadi faktor utama yang membedakan antara social media dan media konvensional yang sudah eksis seperti televisi, radio, surat kabar, poster, dll.

Media konvensional adalah penyebaran informasi secara luas secara satu arah - dari penyedia informasi ke audiens. Karena satu arah, media konvensional ‘mengabaikan' audiens sebagai mahluk sosial yang punya hasrat berinteraksi. Audiens punya keinginan dan gairah untuk menanggapi, memuji, memprotes, yang semuanya dilakukan secara langsung dan real-time. Mereka tak hanya ingin mendengarkan dan tak sekedar jadi objek. Mereka juga ingin bicara dan menjadi subjek.

Ini lah sebabnya kehadiran social media yang kurang dari 10 tahun bisa langsung mendapatkan pengguna lebih dari 2 miliar. Angka ini perlu dicapai oleh penyedia konten televisi dan surat kabar selama puluhan bahkan ratusan tahun. Social media juga beruntung dengan hadir di saat konektivitas internet makin tersebar dan harga perangkat konektivitas seperti smart phone, tablet, laptop, komputer makin terjangkau. Social media telah menghubungkan dan menginteraksikan orang-orang berdasarkan kelompok ketertarikan, asal-usul, ras, kepercayaan, ideologi, dll. Faktor-faktor pembentuk manusia sebagai mahluk sosial begitu dimanjakan dan diakomodir oleh social media.

Statistik menunjukkan, 90% pengguna internet memiliki akun social media. Pengguna mobile device menghabiskan 80% penggunaan perangkat mereka untuk social media dan messenger. Pengguna internet dan mobile device menghabiskan waktu rata-rata 4 jam di social media per hari, sementara di depan televisi hanya 1,5 jam.

Social media juga adalah katarsis atau sarana penyaluran emosi manusia untuk narsis atau tampil. Medium popularitas saat ini tidak hanya dimiliki oleh media-media konvensional, tapi sudah ditentukan oleh orang itu sendiri dan lingkaran sosialnya (social network). Hal ini berhubungan dengan sifat social media sebagai self-publishing. Maka kita sering melihat seseorang yang sebelumnya ‘bukan siapa-siapa' bisa menjadi sangat terkenal karena social media.

Tentu saja social media bukan milik semua golongan usia, terutama mereka yang telah berusia lanjut karena melibatkan perangkat teknologi, ketertarikan dan kecepatan belajar. Namun dari data yang tersedia bahwa pengguna mayoritas social media adalah golongan usia 15-40 tahun, adalah indikator bahwa social media adalah media masa depan. [*]

Tulisan ini adalah versi Kompasiana dari tulisan aslinya di Blog Social Lab dengan penulis yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun