Mohon tunggu...
Hillon Goa
Hillon Goa Mohon Tunggu... -

Lelaki biasa yang merindukan Indonesia yang tertib dan nyaman. Bangga menjadi anggota GEMAHIRA (Gerakan Masyarakat Hirau Aturan). Kalau anda juga rindu Indonesia yang tertib dan nyaman, ayo bergabung di GEMAHIRA(klik saja)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Semoga PSSI di-"Banned" Oleh FIFA

22 Mei 2011   13:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:21 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Anda tentu mengira saya tidak nasionalis dengan mengharapkan PSSI terkena sanksi dari federasi teringgi olahraga yang paling digemari manusia di planet ini. Justru karena saya cinta Indonesia dan sepakbola negeri ini saya mengharapkan agar FIFA menjatuhkan sanksinya kepada PSSI!

Lho kok....

Logikanya begini,

Anda tentu setuju bahwa dunia persepak-bolaan kita sudah sangat lama tidak menghasilkan prestasi kalau tidak mau dikatakan malah sudah terpuruk ke dasar jurang yang dalam. Betapa tidak, bahkan berlaga dengan negara se upil yang notabene baru belajar main bola seperti Laos dan Timor Leste saja kita keok. Semua itu tentu merupakan produk pengurus PSSI selama ini dalam mengelola organisasinya yang syarat dengan berbagai kepentingan, penuh KKN, beraroma busuk, tidak kompeten, penuh intrik dan tanpa nilai-nilai etika sebagaimana mereka pertontonkan dalam konggres 20 Mei yang baru lalu. Pantas kitanya PSSI diberi kepanjangan sebagai Persekongkolan Sepakbola Selalu Intrik!

Karena itu anda tentu juga setuju, sebagaimana rakyat Indonesia pada umumnya yang menghendaki PSSI direformasi secara total. Saya lebih suka menyebutnya dengan Transformasi PSSI, yakni perubahan yang bersifat mendasar, strategik dan menyeluruh. PSSI harus melakukan metamorfosis ibarat ulat menjadi kupu-kupu, melalui proses 'kepompongisasi'. Ulat yang memiliki sifat merusak, menjelma menjadi kupu-kupu nan indah, yang memberi kebahagiaan bagi rakyat Indonesia.

Nah, anda tentu sudah bisa menduga arah maksud saya.

Bayangkan saja bila konggres PSSI yang digelar di hotel Sultan itu berhasil membentuk pengurus baru PSSI berikut Ketua Umum dan wakilnya, entah itu dari kelompok 78 atau bukan, maka bangsa ini hanya akan mendapatkan model pengelolaan sepakbola yang "Business as usual" karena digerakkan oleh orang-orang yang bergelimang dengan masa lalu PSSI yang nyata-nyata hasilnya nol besar. Apapun perubahan yang akan mereka lakukan tidak akan beranjak jauh dari prestasi sebelumnya, inkremental dan medioker. Sepakbola kita tetap akan berkisar di rangking 130 dunia atau malah melorot.

Kenapa begitu?

Karena mereka akan terjebak oleh arogansi mereka yang mengagungkan pengalaman sebagai 'orang bola' (pengurus Pusat atau daerah) dengan konsep pengelolaan yang didasari oleh paradigma lama yang penuh intrik, serta yang paling utama mereka tidak kompeten dalam manajemen modern sepakbola dunia. Pengalaman adalah  musuh dari perubahan! Karena itu, bila kita sepakat untuk melakukan transformasi persepakbolaan nasional, janganlah menggunakan orang-orang yang mengandalkan pengalaman masa lalu.

Jelas kiranya yang kita butuhkan untuk mengelola organisasi tertinggi sepakbola nasional adalah para pendekar manajemen modern, bukan sekedar orang yang tahu bola. Urusan teknis sepakbola adalah domain pelatih/coach.  (Ingat kasus IBM yang terpuruk di tahun 80-an sehingga mereka harus menggantikan pimpinan perusahaan dengan orang dari Nabisco - perusahaan kue - yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan komputer namun jago dalam mengelola organisasi bisnis sehingga mampu menghindarkan IBM dari kebangkrutan).

Lalu kenapa kita harus mengharapkan FIFA menjatuhkan sanksi kepada PSSI?

Bila PSSI di "banned"oleh FIFA maka kita terpaksa harus mencari model pengelolaan sepakbola nasional yang berbeda dan kita gunakan waktu pembekuan ini sebagai masa kepompongisasi persiapan membangun organisasi sepakbola yang profesional dan modern dengan visi, misi, strategi, tata nilai, kebijakan, dan target-target baru. Dengan landasan itu kita membangun tim nasional sepakbola yang tangguh melalui pembibitan dan pelatihan yang spartan, penambahan lapangan sepakbola kalau perlu dengan rumus 1 sekolah satu lapangan bola, kompetisi domestik yang konsisten di segala lini usia dengan semangat menghasilkan tim tangguh dalam waktu 4 -5 tahun. Para pemain yang masuk dalam sekolah=sekolah sepakbola terkemuka mendapatkan tunjangan agar termotivasi untuk berprestasi, dan berbagai cara-cara pintar lainnya.

Sekali lagi, kita tidak boleh menggunakan pengalaman masa lalu (ini melekat di manusianya lho) dalam mengelola organisasi sepakbola di masa transisi ini.

(Inilah yang dilakukan RRC saat dilarang mengikuti berbagai olahraga internasional dimasa perang dingin dulu, dan ketika sudah diperbolehkan mereka muncul sebagai kekuatan olahraga baru dunia).

Termasuk dalam perubahan transformasional tersebut adalah "meruwat" PSSI dengan merubah  atau menggantikan namanya yang berbau intrik dan tidak membawa berkah dengan lembaga baru persepakbolaan nasional dengan nama yang lebih inspiratif seperti Garuda Perwira Sepakbola Indonesia atau sebutan lainnya.

Jadi, kalau kita memang benar-benar ingin mereformasi PSSI maka sanksi FIFA bukanlah kiamat melainkan peluang melakukan perubahan yang besifat transformasional. Kata krisis, berasal dari bahasa Yunani, Krisis, memiliki makna berpindah (move). Pepatah mengatakan "Insanity is doing the same thing over and over again, and expecting different results". Nah, kita benar-benar telah gila kalau ingin melihat sepakbola kita maju tapi tidak melakukan perubahan yang berarti dalam persepakbolaan nasional. Karena itu mari kita jadikan krisis PSSI ini sebagai karunia untuk merubah total persepakbolaan nasional. Jangan tanggung-tanggung!

Setelah 3-4 tahun kita ajukan lagi ke FIFA organisasi sepakbola nasional kita (bukan PSSI lagi) sebagai anggota yang akan patuh mengikuti aturan main FIFA. Toh yang kena "banned" kan PSSI bukan Indonesia sebagai negara.

So FIFA, Please do your job. Give the PSSI what they deserve. But it is wise if you could do that after the Sea Games 2011. (Soalnya saya masih ingin menyaksikan Timnas berlaga di Sea Games, gak enak sebagai tuan rumah hanya bisa menonton negeri lain berlaga di depan mata, weleh..).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun