Mohon tunggu...
Hillaria Sari
Hillaria Sari Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS

I write what I want to write

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Harapan dan Ketakutan akan "New Normal Life"

21 Desember 2020   15:45 Diperbarui: 21 Desember 2020   15:53 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengecekan suhu sebelum memasuki kantor

SURABAYA-, Kehidupan normal seperti biasanya adalah hal yang sangat dinantikan masyarakat seluruh dunia yang terdampak virus covid-19 termasuk Indonesia. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk berjuang menghentikan penyebaran virus covid-19 yang semakin meningkat. Protokol menjaga kesehatan dan tetap berada dirumah saja terus digaungkan demi meminimalisir rantai penyebarasan virus covid-19.

Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan atau tatanan New Normal Life. Dimana istilah tersebut merupakan rules (aturan) atau pedoman agar suatu negara bisa melakukan berbagai aktivitas secara normal namun, dengan cara yang aman supaya terhidar dari virus yang basic (dasar) mengingat penyebaran dari virus ini bisa terjadi melalui udara, kontak fisik dan bisa juga menyebar lewat benda yang erat kaitannya dengan aktivitas manusia sehari-hari ( Senin, 21/12/2020).

Mendengar tatanan New Normal Life yang dikeluarkan oleh pemerintah, Carolina Galuh atau biasa disapa Galuh, seorang gadis yang tinggal didaerah Pepelegi, Waru Sidoarjo yang juga saat ini bekerja di perusahaan PT. Kedaung Group yang berlokasi di Rungkut, Surabaya mengungkapkan keresahan serta ketakutannya akan tatanan tersebut. "Pemerintah masing-masing kota sudah melakukan protokol pencegahan penyebaran virus covid-19 dan saya sebagai warga menghargai dan mengikuti semua protokol tersebut agar tidak terserang virus covid-19 serta virus lainnya.

 Dalam hal ini, orang-orang termasuk saya merasa takut jatuh sakit karena beberapa ciri gejala virus covid-19 ini hampir mirip dengan gejala beberapa penyakit, bahkan beberapa ciri tidak tampak sehingga sangat sulit untuk mengetahui apakah ini merupakan gejala dari virus covid-19 atau penyakit demam biasa" tuturnya.  Sebagai tulang punggung keluarga, setiap hari ia terpaksa harus pergi bekerja di kantor, namun ia merasa risih ketika keluar rumah dan menemui orang-orang yang tidak menjaga itikad baik untuk mengenakan masker sesuai dengan protokol pemerintah.

 "Saya tinggal di Sidoarjo namun bekerja di Surabaya karena tidak ada kebijakan dari perusahaan untuk Work From Home (WFH). Meskipun saat bekerja di kantor , semua diwajibkan untuk mengikuti protokol pemerintah seperti melakukan pengecekan suhu, selalu mengenakan masker dan menjaga jarak (Social Physical Distancing), diluar, saya tetap merasa takut karena melihat sebagian orang masih ada yang beranggapan bahwa mengenakan masker tidaklah penting, kalau sakit ya sakit dan kalaupun harus mati ya akan tetap mati" imbuhnya.  

Ia mengatakan, satu orang bisa bertemu dengan banyak orang dengan beragam karakter dimanapun, meskipun ini sedikit berlebihan, tetapi virus covid-19 ini menyebar sangat cepat, apalagi ketika sudah mendapat "inang" (yang dalam bahasa biologi merupakan organisme yang menampung virus, parasit dsb) atau tempat hidup yang sesuai maka dia bisa bertahan hidup, seperti virus influenza penyebarannya juga cepat sekali.

Ketakutan untuk berada lingkungan yang ramai  atau tempat yang penuh sesak akan orang-orang juga dirasakannya, mengingat hal tersebut akan menjadi pertimbangan untuk saat ini karena merupakan suatu kehidupan yang akan dianggap normal kedepannya.

Ia juga bercerita bahwa saat memasuki gerbang didaerah perumahannya, setiap orang yang masuk di cek suhu tubuhnya. Namun baginya, hal tersebut tidaklah efektif dan menghabiskan waktu, karena menurut pendapatnya, seharusnya setiap KK didatangi untuk di cek.

"Tatanan New Normal Life di Surabaya sudah baik pengaplikasiannya, akan tetapi ada kekurangan karena dari pihak warga dan petugas masih ada yang menyepelekan dan menganggap semua protokol hanya formalitas saja. Seperti pengecekan di pintu masuk antar kota bersifat terbatas waktu, jadi memungkinan orang luar kota bisa masuk di Surabaya. Hal ini dimanfaatkan saat petugas tidak melakukan pengecekan di pintu-pintu dan perbatasan antar kota Surabaya -- Sidoarjo, Surabaya -- Gresik, jadi tidak benar-benar 24 jam bergantian pengecekan", paparnya.

PENULIS : HILLARIA SARI W.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun