Hallo kompasianer,
Welcome to Hilda the explorer, eits canda.
Cerita pengalaman kali ini masih sama seperti sebelumnya, yaitu pendakian gunung. Masih pada pendakian gunung Jawa Tengah dengan ketinggian 3265 Mdpl, yang dinobatkan sebagai gunung tertinggi ketiga di provinsi Jawa Tengah.
Gunung yang satu ini, ketika mendengar namanya saja sudah terbayang akan cerita-cerita mistisnya. Karena gunung ini dipercayai memiliki nilai sakral, sehingga banyak juga pendaki melakukan pendakian dengan tujuan atas kepercayaan daerah setempat, seperti ziarah yang sudah disakralkan, meditasi, dan berdoa untuk meminta kelancaran rezeki serta karir.
Gunung yang terkenal dengan hal-hal mistis ini terletak di perbatasan Jawa Tengah (Kabupaten Wonogiri) dan Jawa Timur (Kabupaten Magetan). Gunung ini sangat dikenal memiliki warung legendaris yang sudah berdiri sejak tahun 1980, yaitu warung mbok yem. Mbok yem hanya turun satu tahun sekali saat mendekati lebaran idul fitri, dan itupun tidak berjalan sendiri, namun duduk diatas tandu dan diangkat porter. Yaps, tidak asing lagi jika mendengar nama mbok yem, so pasti gunung lawu.
Hal pertama yang akan terbayang ketika mendengar gunung lawu adalah warung mbok yem dan pasar dieng. Sebelum melakukan pendakian, saya bertanya-tanya mengapa mbok yem se hits itu? dan apakah warung mbok yem berada di pasar dieng? ternyata tidak, beda cerita.
Pendakian gunung lawu sangat sat set sat set, tidak ada planning sebelumnya. Dan ternyata menjadi pendakian paling berkesan dalam hidup. Mengapa? karena pendakian di tahun baru, edisi naik 2023 turun 2024, dan full cerah. Tapi maaf baru bisa menulis artikel kembali di bulan maret, karena beberapa bulan belakangan terlalu hectic.
Edisi Naik 2023 Turun 2024
Pendakian gunung lawu, kali ini join open trip for the first time, yaitu open trip Tiga Dewa Adventure. Dengan peserta hanya 12 orang, empat cewek dan delapan cowok. Ternyata enak sekali jika ingin mendaki anti ribet dengan ikut open trip, makan disediakan, tenda sudah ready, tenda toilet juga disediakan, kita tinggal membawa tas, tidur, pulang.
Perjalanan dimulai tanggal 30/12/23 pukul 22.00 dari meeting point Halim, Jakarta. Tiba di basecamp lawu tanggal 31/12/23 pukul 07.15. Memasuki kawasan basecamp sudah tidak ada sinyal indosat. Benar-benar fokus menikmati perjalanan tanpa ada pesan masuk.
Di basecamp selama hampir 2 jam, seperti biasanya kita semua mulai packing ulang carrier, serta sarapan sedikit sebelum mulai trekking. Pukul 09.10 kita briefing 5 menit bersama guide. Tidak lama, karena hari sudah terlalu siang, pendakian dimulai pukul 09.20 start from basecamp.
Dari basecamp kita sudah disuguhkan jalanan naik beraspal serta anak tangga. Karena masih berada di kawasan wisata candi, jalan masih mulus dan landai. Setelah 10 menit jalan ke atas, kita tiba di gerbang “selamat mendaki gunung lawu via ceto” salah satu spot foto para pendaki sebelum memulai pendakian yang sesungguhnya. Sambil menunggu antrian foto, kita briefing kembali dan berdoa untuk kelancaran perjalanan sampai puncak.
Pukul 09.40 kita semua start pendakian dari gerbang. Diawali dengan jalan yang landai beraspal. Berjalan sekitar 10 menit, akan bertemu dengan candi kethek. Candi kethek dan candi cetho yang masih berada di desa yang sama, dan kedua candi tersebut dibangun pada akhir kekuasaan kerajaan majapahit.
Perjalanan dari candi kethek selama 5 menit masih sangat landai, namun cuaca gerimis serta kabut. Tak lama, sebelum kita akan memasuki jalanan sakral. Sebelum memasuki jalanan sakral, kita semua harus memakai kain selendang yang bisa dipakai dimana saja, dan dipakai hanya sekitar 100 meter perjalanan. Setelahnya akan ada tempat untuk pengembalian selendang. Selendang ini bayar per selendang Rp 5.000,00
Perjalanan yang sesungguhnya dimulai dari pelepasan selendang, dengan trek menanjak licin. Gerimis sudah hilang, namun trek masih licin. Info dari warga setempat, di tanggal 30 sore sampai malam hujan badai serta setiap sore selalu hujan. Waw, beginilah resiko kalau mendaki di musim-musim hujan, apalagi akhir tahun.
Tiba di post 1 pukul 10.50, istirahat lima menit. Menuju pos 2 dengan trek menanjak yang masih santai namun licin, masih oke dibanding dengan trek sindoro. Tiba di pos 2 pukul 12.00, istirahat sekitar 20 menit, sambil menunggu anggota lain makan siang. Lanjut menuju pos 3 dengan trek semakin naik dan panjang, namun masih bisa diterima oleh kaki. Perjalanan menuju pos 3 cukup panjang sekitar 40 menit. Tiba di pos 3 pukul 13.40 sangat ramai pendaki istirahat. Di pos 3 terdapat warung serta toilet, tidak perlu khawatir jika kehabisan logistik.
Di pos 3 kita berhenti sangat lama, makan serta tidur siang sejenak. Untuk pertama kalinya aku bisa tidur siang dengan nyenyak di trek, karena memang sudah ngantuk berat dan kenyang serta tempat yang nyaman untuk istirahat.
Lanjut menuju pos 4 pukul 14.30 dengan trek yang cukup berat serta kabut yang amat syahdu. Wilayah yang kemarin sempat terbakar, kini menunjukkan wajah barunya yang semakin indah. Jadi lebih baik bersama orang lama atau orang baru nih, eits maaf haha.
Perjalanan kali ini, aku bersama beberapa peserta sangat sering berhenti. Walaupun trek lawu termasuk landai di antara gunung lainnya, tapi saya merasa mudah lelah. Mungkin karena sudah lama tidak pernah olahraga, plus haid day one, oh my god.
Tiba di pos 4 pukul 16.17, hanya lima menit berhenti. Mengejar waktu karena semakin sore dan perjalanan masih panjang. Di pukul 17.50 aku berhenti 10 menit menikmati sunset, kapanlagi bisa nyunset di gunung. Sudah hampir gelap, perjalanan masih jauh, pertama kali naik gunung kena malam. Tiba di tenda sekitar pukul 18.30, badan sudah mulai lelah. Tidak bisa langsung rebahan, kita harus prepare untuk summit pagi, serta makan malam.
Bermalam di gunung lawu sangatlah hangat, namun pertama kali badan secapek ini. Ditambah tengah malam sering terbangun serta mendengar suara-suara yang mustahil dilakukan orang tengah malam, tapi pikiran tetap positif thinking.
Start summit sekitar pukul 03.10, diawali dengan trek landai. Namun, menurutku jalur lawu terbilang sangat landai dibanding dengan gunung lainnya, apalagi dengan sindoro, waduh. Tapi karena sering mendengar cerita-cerita mistis pasar dieng, aku tidak berani jika hanya tinggal berdua di jalur lawu tengah malam, apalagi dalam keadaan haid. Jadi, aku berusaha untuk tetap bersama peserta lainnya.
Tiba di warung mbok yem pukul 04.50. Untuk menuju puncak sekitar 30 menit lagi. Trek summit lawu dari warung mbok yem masih aman, menurutku seperti summit gunung gede, full batu kerikil. Finally, Tiba di puncak hargo dumillah pukul 05.28, sangat ramai sekali para pendaki.
Gunung lawu memiliki 3 puncak yaitu Hargo Dalem (berada di dekat mbok yem), Hargo Dumiling dan Hargo Dumillah yang tertinggi. Walaupun gunung lawu menyimpan sejuta misteri, namun lawu banyak menyimpan nuansa keindahan yang tak dapat terlukiskan dengan kata-kata.
Turun dari puncak, wah ternyata lawu sangatlah indah. Aku sampai bingung dimana mistis nya? Aku terkagum-kagum dengan keindahan alamnya. Ingin rasanya bermalam lagi di lawu, menikmati indahnya tanpa batas. Dari puncak sampai area camp, keindahannya tidak ada habisnya. Gunung merbabu dikenal memiliki saban yang sangat indah, ternyata sabana lawu jauh lebih indah.
Tahun 2024 ku diawali dengan senyuman gunung lawu. Semoga suatu saat bisa kembali lagi bersama partner haha.
Tiba di basecamp pukul 14.45, dan jalan menuju Jakarta pukul 17.00. Dan pertama kali tiba di Jakarta pukul 06.00, dan langsung otw ke kantor. Badan sudah bekerja kembali, tapi pikiran masih tertinggal di gunung lawu.
Beginilah pengalaman pendakian gunung Hilda yang ke ? sekian kalinya. Semoga tidak ada yang namanya kena mental. Adakah yang tahun baruan juga di gunung lawu? gimana? full cerah kan? alhamdulillah.
Masih ada beberapa cerita pendakian lagi, stay tuned yah. Thank you
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H