Mohon tunggu...
Hildawati Septiani
Hildawati Septiani Mohon Tunggu... Akuntan - Employee | Traveller | Mountaineer | Blogger

"Hidup adalah gerak" "Gerak adalah maju, berjuang, naik gunung, turun gunung, naik lagi"

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Gunung Parang, Pengalaman Pertama Mendaki Gunung dengan Bantuan Tangga Besi

1 Maret 2023   08:00 Diperbarui: 1 Maret 2023   08:00 1514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah berdiri beberapa menit, waktunya untuk berfoto bersama, sebuah momen yang wajib diabadikan. Pengambilan foto dilakukan oleh beberapa guide kita yang sudah standby di beberapa spot foto. Kemudian kita akan diarahkan bagaimana cara bergaya yang keren, alhamdulillah guide kita sangat handal dalam mengambil foto dan  sangat ramah-ramah sekali, rating dari saya 10/10. 

Setelah menikmati alam dari ketinggian 300 meter, waktunya kembali turun dengan menuruni jalur besi kembali. Turun dengan jalur besi adalah moment yang paling mengerikan bagi saya. Belum sampai setengah perjalanan, pinggang mulai terasa pegal, dan betis mulai terasa kencang. Seringkali melihat ke belakang untuk mencari jembatan sebagai patokan kalau sudah dekat dengan permukaan tanah.

Pukul 11:33 saya dan dua teman saya berhasil turun, seketika kaki seperti berkata “plis jangan bergerak, saya sangat capek”. Dan ketika saya melihat pijakan besi-besi yang saya lalui tadi, wah gak nyangka ternyata cukup ekstrim, dan ternyata saya bisa melaluinya. Please, give me a round of applause, hehe.

Kami bertiga langsung bergegas menuju basecamp sekitar 10 menit untuk turun, melewati beberapa anak tangga dengan kaki tremor. Capek, haus, lapar, bersamaan ketika itu. Ingin berlari, tapi apalah daya kaki tidak bisa ditekuk, berjalan seperti robot dengan berpegangan pada pagar tangga.

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Sampai di basecamp, melihat makan siang dengan lauk ayam, tahu, tempe, sambal, sayur asem yang sudah disajikan ibu penjaga warung. Bergegas mandi sebelum antri panjang dan lanjut menyantap masakan warga desa sukamulya. Dan untuk di lingkungan basecamp sendiri, menurut aku sangat bersih, dan juga toiletnya cukup besar . Tempat yang benar-benar sangat nyaman untuk kita istirahat.

Cerita perjalanan Gunung Parang via Ferrata (19 Februari 2023) ditutup dengan kulineran sate maranggi sore hari di Purwakarta. Cukup sampai disini cerita perjalanan saya dalam menaklukkan trekking ferrata. Dan setelah ini saya akan kembali berbagi pengalaman perjalanan (26 februari 2023) namun masih seputar Purwakarta hanya berbeda tempat. Mungkin bisa disebut seperti “Menikmati alam Purwakarta dari sudut pandang yang berbeda”. 

Semoga setelah membaca pengalaman saya ini, kalian juga bisa menaklukkan Gunung Parang via Ferrata ya guys. Semangat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun