Mohon tunggu...
Hilda Sania Salsabila
Hilda Sania Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN KH. Achmad Shiddiq Jember

Content Writer | Content Creator | Copy Writer | Edukasi | Gen Z Blog | https://iyahildasaniablog0404.blogspot.com IG | https://instagram.com/sanisasabila?igshid=MzNlNGNkZWQ4Mg==

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Problematika Gender dalam Pendidikan

14 Desember 2021   07:47 Diperbarui: 14 Desember 2021   07:49 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat terutama orang tua mengenai pendidikan lebih diutamakan bagi seorang laki-laki dari pada seorang perempuan, mindset seperti yang mendeskriminasikan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya tidak dapat memiliki kesetaraan dalam banyak hal teruatama pendidikan, orang tua yang masih memegang teguh adat atau tradisi bahwa mereka lebih memilih menyekolahkan anak laki-laki dibandingkan anak perempuannya. 

Karena mereka berpikir bahwa anak laki-laki kelak akan menjadi pemimpin atau kepala keluarga sedangkan anak perempuan hanya mendapat label ibu rumah tangga, dengan melakukan tugas-tugasnya seperti mencuci baju, beres-beres rumah, melayani suami, menjaga dan juga mendidik anak.

Pola pikir demikianlah yang harusnya kita rubah, bahwa seorang wanita juga berhak mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki, pernyataan bahwa kelak perempuan akan medidik anak meraka adalah salah satu alasan yang cukup penting. Jika seorang pendidik tidak menempuh pendidikan bagaimana dia bisa menjadi seorang pendidik yang baik?.

Dari sini kesetaraan laki-laki dan perempuan juga harus ditegakkan, perempuan berhak mendapatkan pendidikan atau kesempatan layaknya yang diberikan kepada kaum laki-laki. Kabar baiknya adalah di era modern sekarang, perempuan mulai meraih kesetaraan itu, contohnya saja kaum wanita diberikan kebebasan untuk memilih dan melanjutkan pendidikan, banyak dijumpai wanita menjadi pemimpin dalam diskusi sebuah forum.

Namun tetap saja, dibeberapa daerah ada saja yang masih memgang prinsip bahwa perempuan tidak perlu melanjutkan pendidikan terlalu tinggi, karena ranah mereka privat. 

Biasanya masyarakat yang menganut paham ini berada diwilayah pedesaan atau pelosok-pelosok negeri sehingga banyak sekali hambatan yang harus dilalui bagi mereka untuk menempuh pendidikan, seperti tidak adanya transportasi menuju sekolah, biaya sekolah yang terbilang mahal bagi mereka, kurangnya pengetahuan tentang pendidikan. 

Sehingga, orang tua tidak tega melihat anak perempuan mereka harus berpergian jauh untuk bersekolah, apalagi tugas-tugas rumah yang sudah di titipkan bagi anak perempuan.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk meminimalisir adanya problematika gender

*Bekerja sama dengan apparat desa untuk mensosialisaikan kesetaraan gender terhadap masyarakat yang kurang paham tentang hal ini

*Memastikan masyarakat dapat menerapkan sadar gender

*Dapat melakukan pemberdayaan kaum perempuan disektor pendidikan informal

*Memadai pelodok desa dengan membangun sekolah untuk anak-anak desa yang ada disana

*Menyediakan transportasi bagi penduduk desa yang jauh dari kota

Dengan melakukan upaya tersebut tentunya dapat meminilisir terjadinya kesenjangan gender, dan dapat mengangkat kesetaraan antaar kaum laki-laki dan perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun