pendidikan nilai. Dalam pendidikan kita meyakini bahwa nilai yang menyangkut ranah afektif ini perlu diajarkan kepada peserta didik agar peserta didik mampu menerima nilai dengan sadar, mantap, dan dengan nalar yang sehat. Diharapkan agar para siswa dalam mengembangkan kepribadiannya menuju jenjang kedewasaan memiliki kemampuan untuk memilih (dengan bebas) dan menentukan nilai yang menjadi anutannya. Membelajarkan nilai (value) lebih memerlukan "skill" dibanding dengan membelajarkan kepercayaan (belief) dan sikap. Kita tidak bisa menentukan bagaimana nilai itu beroperasi dalam diri anak, sementara ia berbuat atau bersikap terhadap sesuatu, padahal kita beranggapan bahwa "nilai" itu tercermin dalam sikap dan perilaku seseorang. Oleh karena itu, dalam pendidikan nilai, guru tidak bisa segera mengambil kesimpulan mengenai hasil kegiatan pembelajaran yang dilakukannya.
Ngomong-ngomong soal profesi guru, tentunya tidak lepas dari tekhnik/cara mengajar. Menurut penulis, agar siswa menjadi generasi yang baik di masa depan, siswa perluPertama-tama, perlu diperhatikan bahwa pendidikan nilai harus ada kesesuaiannya dengan kehidupan sehari-hari siswa. Kemudian, perlu diingat pula bahwa dalam pembelajaran pendidikan nilai guru harus kreatif. Oleh karena itu, penyampaiannya tidak selalu harus mengacu kepada isi kurikulum yang tidak tertera dalam rancangan formal. Tapi, pada fakta lapangan tidak semua guru mengajar dengan kreatif. Aku sebagai penulis pernah juga punya guru yang kalau mengajar tidak ada seninya yang hanya masuk kelas, duduk, disuruh buka buku, baca buku, mengerjakan soal, lalu pulang, dan tanpa ada inovasi dalam mengajar. Tidak ada sesi cerita, sesi menonton film-film dokumenter sejarah ataupun wisata sejarah padahal dari pelajaran Sejarah, terdapat pendidikan nilai tentang cara bersikap seorang tokoh-tokoh pahlawan. Tentu saja bosen gais, mana pelajarannya Sejarah lagi, mampus gak tuh baca buku doang, otak panas, hapal kagak. So, berikut ini penulis bagiin contoh cara/tekhnik guru dalam menanamkan nilai melalui pembelajaran yang efektif (FYI, contoh di bawah ini merupakan pengalaman rill dari teman aku yang profesinya sudah menjadi guru, anggap saja beliau namanya Bu Anis. Seluruh cara mengajar dan contoh dari narasumber udah penulis rangkum sedetail mungkin ya gais, jadi keefektifannya bisa kamu uji langsung di lapangan, hehehehe):
1. Sharing pengalaman pribadi dari kehidupan sehari-hari
Pengalaman dari kehidupan sehari-hari mengandung nilai esensial yang sangat penting dan yang sangat berharga bagi peserta didik untuk kehidupan bermasyarakat. Siswa belajar dari orang-orang di sekitar mereka, jadi untuk mengajarkan mereka nilai-nilai yang baik, maka guru harus memberikan contoh. Guru bisa saja secara verbal menjelaskan banyak nilai, tetapi siswa hanya akan mengaplikasikan apa yang guru tunjukkan melalui perilaku sendiri. Kita ambil contoh bagaimana cara mengajarkan nilai jujur kepada siswa. Menceritakan pengalaman pribadi dengan cara bertutur dapat membuat siswa lebih mendapatkan pesan mengenai pentingnya nilai jujur. Guru dapat bercerita pengalaman pribadinya pada saat kecil. Berikut adalah contoh ketika guru mengajarkan anak didik tentang nilai sebuah kejujuran:
Pada saat Bu Anis sedang mengajar di bulan Maret 2022, terdapat kejadian anak didik Bu Anis yang uangnya hilang. Namun tidak ada yang mengakui siapa yang mengambilnya. Lalu Bu Anis mempunyai cara lain untuk menumbuhkan nilai jujur kepada anak didiknya dengan cara bercerita pengalaman pribadi.
Guru       :"Anak-anak dalam kehidupan sehari-hari nilai kejujuran sangatlah diperlukan. Ibu punya cerita sewaktu ibu masih sekolah di SD dan dengan kejujuran yang ibu lakukan pada saat itu, ibu mendapatkan kue secara gratis."
Murid A Â Â Â : "Lah kok bisa, Bu?"
Murid B Â Â Â : "Ceritakan, Bu. Kok bisa sampai dapat kue gratis. Aku juga pengen, Bu. Heheheheh. Lumayan hemat uang saku."
(Siswa yang lain juga antusias untuk meminta Bu Anis menceritakan kisah yang pernah Bu Anis alami ketika SD)
Guru      : "Baiklah. Pada saat itu, ibu masih kelas 3 SD. Dan pada saat itu, ibu sangat lapar setelah pelajaran olahraga ditambah lagi pada saat itu adalah hari senin dimana pagi harinya ibu melakukan upacara bendera dan setelah upacara ibu ada pelajaran olahraga. Kebetulan pada saat itu, uang saku ibu ketinggalan di rumah karena bangun kesiangan akibatnya tergesa-gesa berangkat sekolah. Pada saat selesai olahraga, ibu menemukan uang Rp.10.000. Menurut ibu, pada zaman ibu sekolah dulu, uang tersebut nominalnya sudah banyak sekali. Dalam hati ibu, ibu ingin menggunakannya untuk makan bakso di kantin. Namun pada saat berada di kantin, ibu menemui kakak kelas ibu yang sedang bingung dan bertanya ke pengunjung kantin apakah pengunjung menemukan uangnya yang hilang sebesar Rp.10.000 dengan ciri-ciri uang tersebut terdapat bercak cokelat bekas kecap di ujung lembar uangnya. Pada saat itu ibu langsung bisa menebak bahwa uang yang ibu temukan adalah miliknya karena ciri-cirinya sama. Ibu bingung, jika dikembalikan ibu akan kelaparan dan tidak fokus belajar di kelas. Tapi jika tidak dikembalikan, kasihan sekali kakak kelas ibu yang bingung mencari. Dengan pertimbangan yang ketat, ibu memutuskan untuk mengembalikannya. Ibu mendatangi kakak kelas ibu dan menunjukkan uang yang ibu temukan. Lalu kakak kelas ibu sangat mengucapkan terima kasih. Lalu ibu menjawab dengan wajah setengah lesu karena lelah sehabis olahraga "Sama-sama, Kak. Lain kali jangan ceroboh ya, Kak.". Lalu tak lama, kakak kelas itu pergi dan ibu memutuskan kembali ke kelas berencana untuk mengganjal perut dengan bekal air minum yang ada di tas saja. Pada saat kembali ke kelas. Teman sebangkuku bertanya kepadaku, "Hey, mengapa wajahmu lesu sekali?". Ibu menceritakan kejadian yang ibu telah alami. Lalu teman ibu menjawab, "Wow, jujur sekali kamu. Tapi tak apa kawan. Kamu memilih mengembalikan uang itu adalah keputusan yang baik sekali. Lihatlah, aku membawa kue yang dibuatkan ibuku. Hari ini aku ulang tahun, aku akan memberimu kue yang lebih banyak agar kau tak lesu begini". Ibu langsung senang kegirangan dan mengucapkan terima kasih kepada teman ibu. Menurut kalian. Apa yang dapat kalian ambil dari pengalaman yang ibu alami".
Murid C Â Â Â : "Berbuatlah jujur agar dapat makanan. Begitu kan, Bu?"
(Murid lain yang adalah di kelas tertawa)
Murid D Â Â Â : (menyahuti murid C) "Pikiranmu hanya makan saja. Menurutku, dengan ibu guru jujur, ibu guru mendapatkan hal yang lebih baik lagi pada saat ibu sedang kesusahan."
Guru       : "Yang diungkapkan si C dan D sama-sama benar. Memang benar pada saat itu dengan kejujuran ibu mendapatkan hal yang lebih baik lagi dengan bentuk pertolongan teman ibu yang memberikan ibu makanan. Namun ada satu hal yang lebih penting anak-anak. Kejujuran membawa berkah, walaupun ibu mengembalikan uang itu, teman ibu menolong ibu agar tidak kelaparan pada saat itu. Itulah yang dinamakan berkah. Ibu mendapatkan pengalaman bahwa tidak boleh mengambil barang milik orang lain, ibu tidak boleh berbohong, dan ibu tidak boleh bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Bayangkan jika kalian yang ada di posisi kakak kelas ibu, kalian pasti sedih. Jadi anak-anak, kita harus jujur walaupun kita berada di keadaan tersulit sekalipun. Percayalah dengan kita jujur, kebaikan kita akan dibalas Allah dan kita terhindar dari rasa bersalah dan dosa."
Menurut penulis, dari cuplikan pembelajaran yang telah Bu Anis lakukan di atas berjalan dengan efektif, karena siswa bereaksi ketika selesai mendengarkan pengalaman pribadi Bu Anis. Namun tak hanya berhenti pada tahap pertama ini, selanjutnya tahap kedua yang tak kalah lebih penting sebagai pengaruh besar perubahan nilai buruk yang dimiliki anak menjadi nilai baik.
2. Berikan penghargaan kepada siswa jika siswa menunjukkan sisi nilai baik yang ia punya.
Jika siswa mulai menunjukkan nilai yang positif dalam dirinya, guru bisa memberikan sebuah pujian dan penghargaan kepada siswa sebagai penguatan positif dalam membentuk kepribadian anak. Kembali lagi pada kasus nomor 1 dimana Bu Anis membagikan pengalaman pribadinya tentang nilai kejujuran pada saat setelah kejadian uang hilang yang dialami salah satu muridnya. Ketika pulang sekolah, ada murid Bu Anis, si E, mendatangi Bu Anis ke ruang guru. Si E mengatakan bahwa ia yang telah menemukan uang temannya terjatuh di bawah kursi namun si E memilih untuk tidak mengembalikannya. Si E memohon agar Bu Anis tidak memberitahukan kepada siswa lainnya bahwa ia yang mengambilnya. Sebagai guru tentunya Bu Anis paham sekali, bahwa si E bereaksi seperti ini setelah Bu Anis bercerita pengalaman pribadinya. Namun sebagai guru, Bu Anis tidak langsung men-judge si E. Sebagai guru harus memiliki kompetensi pendagogis, dimana guru memiliki cara membimbing anak didik dan cara menghadapi anak didik sehingga guru dapat melakukan pendekatan secara intensif dengan siswa. Bu Anis mempersilahkan si E untuk bercerita secara detail kejadiannya dengan membesarkan hatinya agar tidak merasa terdesak, "Tidak apa kamu bercerita detailnya kepada ibu. Ibu janji tak akan memberitahu kawan-kawanmu jika kamu jujur. Peganglah janji ibu. Ibu tak akan membiarkan murid ibu di benci teman satu kelasnya. Jika kamu bercerita kepada ibu, ibu akan menolongmu untuk menyelesaikan masalahmu. Kamu tidak sendirian ada ibu. Ceritalah, semua kawanmu sudah pulang tidak ada yang mendengar. Hanya kamu dan ibu yang tahu". Ketika Bu Anis mengatakan seperti itu, si E mulai bercerita. Ketika si E bercerita, Bu Anis tidak menyela dan membiarkan ia selesai bercerita lalu mengatakan "Baiklah, ibu mengerti bagaimana kondisimu. Lalu bagaimana perasaanmu saat ini setelah melakukan perbuatan tadi?". Ia menjawab "Aku merasa canggung, Bu. Padahal ia tidak tahu aku yang mengambilnya. Tapi tadi pas dia ngajak aku ngobrol, aku memilih menghindar seperti izin ke kamar mandi. Walaupun dia tak curiga kepadaku, tapi aku merasa bersalah. Aku tergugah mengembalikan uang ini setelah mendengar cerita ibu, tapi aku malu. Lalu aku memiliki inisiatif kalau uang ini aku serahin aja ke ibu agar ibu bisa menyerahkan uang ini ke dia". Pada saat itu Bu Anis memprediksi bahwa kegiatan pada nomor satu dapat memberikan efek kepada si E. Lalu Bu Anis berkata "Baiklah jika kamu menyesal. Ibu ikut senang mendengarmu berbagi kisah dengan ibu. Tak apa nak. Manusia adalah tempatnya salah. Ibu juga pernah melakukan salah ketika masih seumurmu. Tapi ibu belajar dari kesalahan ibu agar tidak merugikan ibu pada saat mendatang. Ibu harap dengan kejadian ini kamu bisa belajar ya nak, bahwa kejujuran adalah hal yang paling penting. Terima kasih kamu sudah mau jujur dengan ibu. Sebagai bentuk hadiah karena kamu sudah jujur dengan ibu, ibu akan memaklumi tindakanmu untuk kali ini dan mengembalikan uang ini kepada pemiliknya tanpa ibu menyebutkan bahwa kamu yang mengambilnya. Sebagai bentuk hadiah lain agar kamu tak canggung lagi dengannya, besok ibu adakan pembagian kelompok untuk mengerjakan kliping. Ia akan satu kelompok denganmu. Ibu harap kamu bisa bekerja sama menyelesaikan tugas dan kebersamaan itu akan membuatmu tidak canggung lagi dan rasa bersalahmu mereda. Ibu juga harap kamu akan mengerti makna persahabatan bahwa dalam persahabatan harus saling jujur, kalau kamu tidak jujur kamu juga sendiri yang rugi yaitu dijauhi temanmu. Ibu akan membantumu untuk mengembalikan uang ini padanya tanpa menyebut kamu yang mengambilnya, namun kamu bisa janji tidak untuk tidak melakukan ini lagi? Ibu yakin kamu anak baik, buktinya kamu mau mengakui kepada ibu.". Lalu si E menjawab "Baik bu terima kasih banyak. Aku janji tak akan mengulanginya lagi.".
Dari kejadian di atas, siswa Bu Anis jujur bahwa ia yang mengambil uang temannya. Agar siswa merasa termotivasi untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi. Bu Anis memberi penghargaan kepada siswa tersebut. Penghargaan tak melulu memberi barang sebagai hadiah. Namun Bu Anis memberikan motivasi dan meringankan rasa canggungnya kepada temannya dengan mempersatukan dalam pengerjaan tugas kelompok agar tercipta rasa kebersamaan dan menghilangkan rasa canggung yang dimiliki si E.
3. Berkomunikasi secara efektif
Guru dapat berbicara dengan anak setiap hari tentang bagaimana nilai bekerja dalam kehidupan sehari-hari. Contoh, Bu Anis mengadakan mengadakan program 15 menit sharing cerita tentang nilai baik dalam kehidupan sebelum bel pulang sebagai refleksi otak sebelum bel pulang sekolah. Bu Anis sering bercerita pengalamannya tentang nilai baik dalam kehidupan seperti menolong temannya dari kecelakaan. Tetapi terdapat pula sesi dimana cerita lalu melemparkan pertanyaan kepada para siswanya agar siswa bisa menanggapi apa nilai yang seharusnya yang baik untuk dipegang teguh, contoh: pada suatu ketika Bu Anis menceritakan sebuah kisah ada anak yang tak belajar lalu teman anak tersebut memberi contekan ketika ulangan lalu Bu Anis melemparkan pertanyaan "menurut kalian perbuatan itu benar atau salah". Ada yang menjawab "Ya kan menolong teman bu, menolong teman kan termasuk nilai peduli sesama". Ada juga yang menjawab "Ya tak boleh bu, namanya juga nyontek. Tidak mencerminkan nilai kejujuran". Ketika semua selesai berargumentasi, Bu Anis mengajak mereka membuat kesimpulan "Pendapat kalian semua sangat unik sekali. Mari ibu luruskan. Dari kejadian yang ibu ceritakan, kita dapat belajar bahwa sudah tentu saja memberi contekan/menyontek adalah perbuatan tidak jujur. Dan perbuatan tak jujur termasuk nilai negatif. Namun jika kita membantu teman kita belajar sebelum ulangan, seperti membantu memahami materi yang tak dimengerti atau membantu mengerjakan soal yang sulit. Hal tersebut termasuk nilai positif yang harus kita punyai".
Dari kejadian di atas dapat penulis tarik bahwa komunikasi efektif dapat mendorong siswa agar lebih memahami mana nilai yang harus dipegang teguh.
4. Memantau penggunaan media televisi dan internet
Disini guru juga dapat memantau siswa agar apa yang dikonsumsi siswa untuk dijadikan bahan tontonan sesuai dengan usianya. Contoh: Bu Anis merupakan guru di MI, dan murid-muridnya kebanyakan adalah tetangganya sendiri. Sebagai bentuk pengawasan, ketika sore hari banyak sekali anak-anak wifi-an di dekat rumah Bu Anis, Bu Anis menyempatkan mendatangi mereka. Melihat apa yang di akses ketika menggunakan wifi, jika ada yang menonton yang tak sesuai umurnya, Bu Anis langsung mendekati anak tersebut dan mengarahkan anak tersebut untuk melihat yang seharusnya.
Dari contoh di atas dapat penulis simpulkan bahwa mendidik anak sebuah nilai itu ada seninya. Siswa tidak hanya diberi wacana bahwa jadi manusia harus jujur jika ingin menanamkan nilai kejujuran tapi butuh sebuah action dan contoh nyata agar siswa dapat belajar langsung terjun ke masalah yang terjadi sehingga akan terasa secara langsung bagaimana sebuah nilai itu bekerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H