Media massa saat ini sangat berperan penting dalam hal keterbukaan informasi dalam public, pada media massa online kecepatan penyebaran informasi sangatlah cepat bahkan hanya hitungan menit. Ditambah dengan adanya smartphone menimbulakan partisipasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat dalam melakukan pengumpulan, pelaporan, ataupun penyampaian informasi dan berita yang dapat di unggah kapanpun dan dimanapun. Meskipun berita yang diunggah aktual namun belum tentu bisa dikatakan terpercaya karena dengan kemudahan seperti sering dimanfaatkan beberapa orang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan hoax. Hal ini bertujuan untuk melancarkan kepentingan beberapa orang dengan memanfaatkan media massa online.
Media massa juga dapat sebagai media penyampaian aspirasi dan kritik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menulis ataupun bicara saat menyampaikan aspirasi di media masa online. Karena dalam hal ini pada media masa online sudah memiliki aturan yang disusun dalam UU ITE. Kalau sedikit saja kita blunder dalam beraspirasi di media massa online pastinya akan dijerat UU ITE dan berakhir pada balik pintu penjara.
Berdasarkan penjelasan diatas penulis mengidentifikasikan kasus yang sesuai adalah yang terjadi pada Youtuber Ferdian Paleka akan dijerat pasal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena membuat dan mendistribusikan konten nakal berisi sembako di Bandung. Galih Indragiri, Ketua Tim Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polres Bandung yang juga menjabat sebagai Komisaris Tinggi, menyatakan klausul yang bisa dijatuhkan adalah Pasal 45 ayat 3 UU ITE, yang mengatur tentang penghinaan. Pasal ini mengatur bahwa setiap orang yang mengetahui dan tidak berhak mendistribusikan dan/atau mengirimkan dan/atau memberikan informasi elektronik dan/atau file elektronik yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27(3), dipidana. dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak 750 juta rupiah. Sebelumnya, korban prank Youtuber Ferdian Paleka mengunjungi gedung Mapolrestabes di Bandung pada Minggu, 3 Mei 2020 dan melaporkan perilaku tidak menyenangkan tersebut.
Seperti yang kita ketahui bersama, kronologis dari aksi YouTuber Ferdian Paleka yang membagikan kotak-kotak berisi sampah kepada para transpuan membuat heboh. Hal itu membuat Ferdian menjadi incaran oleh pihak kepolisian. Aksi Ferdian tersebut diunggah ke channel YouTube miliknya dengan judul "PRANK KASIH MAKANAN KE BANCI CBL". Dalam video tersebut, Ferdian berkolaborasi dengan Tubagus Fahddinar dan salah satu rekannya. Meski video tersebut telah menghilang dari akunnya, namun rekaman video tersebut telah menyebar ke seluruh dunia. Dalam video berdurasi sepuluh menit itu, Ferdian cs awalnya mengutarakan niatnya malam itu. Kemudian video melanjutkan aksi Ferdian memasukkan sampah ke dalam kotak mie instan. Setelah kardus penuh dengan sampah, mereka pergi mencari "target". Kemudian mereka bertemu dua waria di pinggir jalan di Bandung. Kemudian mereka membagikan sekotak penuh bantuan sampah kepada masing-masing waria. Setelah dua varias, mereka mencari waria lain. Mereka pun bertemu dengan dua waria lain dan kemudian membagikan bantuan 'sampah' itu ke korban selanjutnya. Selain terhadap waria, di video itu juga mereka memberikan dus berisi sampah itu kepada sekelompok anak-anak. Dari seluruh korban pembagian dus sampah, hanya kelompok anak-anak saja yang terlihat menyadari dus yang diberikan tersebut berisi sampah.
Rekan Ferdian Paleka, Tubagus Fahddinar, menyerahkan diri ke polisi. Tubagus diduga ikut serta dalam konten Youtube Ferdian yang berisi hoaks bansos. Pada saat yang sama, polisi masih mencari Fedian dan dua rekannya yang lain. Tubagus menyerah ditemani keluarganya. Ia mengunjungi Gedung Satreskrim Polres Bandung pada Senin, 4 Mei 2020. Dan pada 8 Mei 2020, Ferdian dituding menghina beberapa belanjaan wanita transgender dalam sebuah video prank. Dia dijerat pasal 45 ayat 3 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dilansir dari pernyataan Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Saptono Erlangga, mengatakan pengungkapan kasus tersebut berawal dari laporan polisi atas nama Ferdi Hermawan, dan kejadian tersebut terjadi pada pada 1 Mei 2020 pukul 02.00 WIB. Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat mengatakan, saat itu ketiga pelaku melakukan aksi membagikan makanan berisi sampah dan batu kepada beberapa waria, kemudian mereka melaporkan tindakan tersebut karena diyakini telah dihina. Menurut Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat, tersangka telah diperiksa dan penyidikannya memenuhi syarat Pasal 45 UU Teknologi Informasi.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat juga menjelaskan, pasal ini mengatur bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau memberikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, seperti Pasal 27(3) Menurut ayat , dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 750 juta.
Selain Pasal 45, para tersangka juga dijerat dengan dua pasal tambahan yaitu Pasal 36 dan Pasal 51 ayat 2 UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. Pasal 36 UU ITE berbunyi, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Sedangkan, Pasal 51 ayat 2 UU ITE menyebutkan setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp12 miliar.
Berdasarkan kasus Ferdian Paleka, kesimpulan yang dapat diambil terlepas dari kontroversi yang ada pada UU ITE yaitu undang-undang ini bisa sangat berguna dikarenakan apabila tidak ada hukum atau undang-undang yang mengatur tentang bagaimana bersikap dalam menggunakan media, khususnya media sosial, maka akan terjadi ketidak seimbangan dan oramg-oramg yang belum "paham" akan cara bermedia sosial yang baik akan menjadi tidak terkendali. Walaupun, tolak ukur dari bermedia sosial yang baik juga berupa opini dan adanya kebebasan berpendapat, bukan berarti hal itu menjadi tameng bagi kita untuk bertindak semaunya sendiri di media sosial.
Disisi lain, dari sudut pandang seorang korban yang kebetulan seorang waria, kasus ini menarik. Transgender adalah istilah yang mengacu pada orang transgender yang awalnya diidentifikasi sebagai laki-laki dan kemudian secara pribadi percaya bahwa dia adalah perempuan. Situasi dimana kaum transgender menjadi korban dari berbagai bentuk diskriminasi yang ditampilkan dalam video "prank" tersebut bukanlah kejadian pertama. Banyak wanita trans mengalami perilaku mulai dari penghinaan ringan hingga pelecehan dan bahkan kematian.
Selain itu, kasus ini juga bisa menjadi pelajaran besar bagi seluruh konten kreator, baik di platform YouTube, maupun platform media sosial yang lain. Untuk lebih berhati-hati dalam membuat konten, dan lebih memikirkan apa dampak yang akan terjadi, walaupun sangat mustahil untuk tidak membuat siapapun tersinggung dan menyenangkan hati semua orang.