Mohon tunggu...
Hilda Nurmalihah
Hilda Nurmalihah Mohon Tunggu... -

Kedokteran UI 2014

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pernikahan Anak: Masalah yang Tak Kunjung Usai

3 September 2017   23:59 Diperbarui: 4 September 2017   05:55 3419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdapat beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengantisipasi dampak negatif dari pernikahan anak di Indonesia. Cara yang paling efektif ialah dengan mengamandemen UU tentang Perkawinan dengan menaikkan batas atas usia pernikahan menjadi 18 tahun, yang merupakan batas seseorang disebut anak. Akan tetapi pada tahun 2014, Yayasan Kesehatan Perempuan dan Yayasan Pemantauan Hak Anak sudah pernah mengajukan uji materi terhadap UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan menggugat agar batas usia minimal untuk menikah dinaikkan menjadi 18 tahun. Sayangnya Mahkamah Konstitusi menolak gugatan tersebut dan tetap mempertahankan batas usia minimal untuk menikah.[7] Oleh karena langkah uji materi UU telah gagal ditempuh, maka langkah yang bisa diambil ialah mengenai bagaimana agar dapat memperbaiki kualitas hidup orang-orang yang menikah di usia anak.

Masalah paling fundamental dari pernikahan anak ialah terkait risiko kesehatan dan rendahnya pendidikan.[8] Karena anak-anak yang sudah menikah seringkali dianggap sudah dewasa, pendampingannya seringkali luput sehingga hak-haknya terengut begitu saja. Dinas Pendidikan di tiap wilayah melalui sekolah-sekolah berperan untuk mengawasi agar tidak ada anak yang putus sekolah karena pernikahan, atau bahkan menikah karena tak bisa sekolah.[9] Kementerian Pendidikan dan Kementerian Sosial pun harus bekerja sama untuk mengedukasi warga negara mengenai norma apa saja yang benar baik dan apa saja yang perlu diluruskan di masyarakat. 

Sudah sepatutnya pula Kementerian Kesehatan bekerja keras agar pelayanan kesehatan, terutama pelayanan untuk ibu dan anak, dapat diakses oleh masyarakat Indonesia tanpa memandang latar belakang sosial dan ekonomi. Selain itu, upaya menekan jumlah penularan penyakit menular seksual turut menjadi hal penting untuk mengurangi risiko kesehatan yang dapat dialami anak yang menikah dini. Hal ini juga terkait dengan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan bagaimana caranya untuk mencegah terjadinya penyakit. 

Ketika amandemen UU tentang Perkawinan tak lagi bisa dilakukan, semua tindakan yang diambil haruslah berfokus pada bagaimana anak-anak yang sudah menikah tetap memperoleh haknya sebagai anak dan warga negara. Oleh karena itu, semua pihak yang terkait, pemangku kebijakan, termasuk masyarakat sudah seharusnya bekerja sama untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak ini.

Referensi:

  1. Hawke A. Early Marriage: Child Spouses. Florence: UNICEF. 2001.
  2. Sigit. BKKBN-Kemenag Sinergi Cegah Nikah Usia Dini [Internet]. 2017. [diakses pada 1 September 2017]. Disadur dari: http://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/bkkbn-kemenag-sinergi-cegah-nikah-usia-dini
  3. Male C, Wodon Q. Basic Profile of Child Marriage in Indonesia.Washington DC: World Bank Group. 2016.
  4. Subdirektorat Statistik Rumah Tangga. Kemajuan yang Tertunda: Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. 2016.
  5. Rahayu N. Mengapa Perlu Amandemen UU Perkawinan [Internet]. 2017 [diakses pada 2 September 2017]. Disadur dari: https://www.tempo.co/read/kolom/2017/05/16/2533/mengapa-perlu-amendemen-uu-perkawinan
  6. Dewi NLS, Sutrisna IK. Pengaruh komponen indeks pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi Bali. E-Jurnal EP Unud; 3(3):106-14.
  7. BBC Indonesia. MK Tolak Naikkan Batas Usia Minimal untuk Menikah [Internet]. 2015 [diakses pada 3 September 2017]. Disadur dari: http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/06/150618_indonesia_mk_nikah
  8. United Nations Population Fund. Marrying Too Young: End Child Marriage. New York: United Nations Population Fund. 2012.
  9. Rachmawati I. "Jika Sekolah Murah, Saya Tidak Mau Menikah" [Internet]. 2015 [diakses pada 3 September 2017]. Disadur dari: http://regional.kompas.com/read/2015/07/15/16144631/.Jika.Sekolah.Murah.Saya.Tidak.Mau.Menikah.

 Sumber gambar: 

  1. Rachmawati I. "Jika Sekolah Murah, Saya Tidak Mau Menikah" [Internet]. 2015 [diakses pada 3 September 2017]. Disadur dari: http://regional.kompas.com/read/2015/07/15/16144631/.Jika.Sekolah.Murah.Saya.Tidak.Mau.Menikah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun