Mohon tunggu...
Hilda Batohir
Hilda Batohir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Saya merupakan seorang mahasiswa yang memiliki minat dan ketertarikan dalam bidang hukum

Selanjutnya

Tutup

Money

Perlindungan Konsumen Terhadap Aktivitas Jual Beli Online (E-Commerce)

11 Juni 2022   10:45 Diperbarui: 11 Juni 2022   10:58 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam penegakan hukum perlindungan konsumen dikenal beberapa prinsip yaitu:

  1. Menegakkan larangan yang dikatagorikan sebagai tindakan pelaku usaha yang dapat menghambat perdagangan.
  2. Larangan bagi tindakan pelaku usaha yang mengakibatkan berkurangnya persaingan, mengandung hak untuk setiap anggota masyarakat untuk diperbolehkan menjalankan aktifitas ekonomi.
  3. Larangan yang memungkinkan pelaku usaha untuk tidak memberikan pilihan bagi konsumen, larangan ini ditujukan supaya pelaku usaha tidak mengupayakan adanya pemusatan kegiatan produksi dan pemasaran (Ahmad M. Ramli, 2002:15-16).

Rawannya transaksi melalui e-commerce mengakibatkan konsumen ragu melakukan transaksi tersebut. Oleh karenanya dibutuhkan usaha dan upaya untuk memberikan pengaman terhadap transaksi e-commerce baik sebelum maupun sesudah dilakukannya transaksi. Usaha sebelum dilakukannya transaksi yaitu konsumen lebih berhati-hati dan teliti dalam belanja online dan harus lebih cermat apakah toko tempat berbelanja dapat dipercaya. Selain konsumen, pelaku usaha juga harus menyediakan sistem pengamanan dalam transaksi. Saat ini terdapat dua cara yang mayoritas digunakan oleh pelaku usaha yaitu metode secure socker layer (SSL).

Metode secure socker layer merupakan metode dengan melindungi informasi pribadi dalam kotak antara konsumen dengan pedagang dan keamanan data yang dikirim melalui jaringan juga terjamin. Konsumen harus memastikan bahwa transaksi tersebut sudah dalam bentuk enskripsi yang baik.

Lebih lanjut, sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa hingga saat ini perlindungan konsumen atas ganti rugi yang disebabkan jual beli dalam transaksi elektronik melalui e-commerce masih belum memiliki peraturan hukum yang memadai.

Secara general, prinsip tanggung jawab dalam terkait tuntutan ganti kerugian oleh konsumen atas akibat penggunaan produk yang cacat yang didasarkan pada tuntutan ganti kerugian berdasarkan gugatan wanprestasi yang diatur dalam Pasal 1234 BW yang menyebutkan bahwa "Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan ." Dari pasal tersebut dapat diketahui beberapa unsur wanprestasi, yaitu :

  • Adanya perjanjian oleh para pihak;
  • Adanya pelanggaran oleh salah satu pihak untuk tidak melaksanakan perjanjian yang sudah disepakati;
  • Sudah dinyatakan lalai namun pihak yang melanggar isi perjanjian tetap tidak melaksanakan perjanjian.

Lebih lanjut, dasar tuntutan wanprestasi oleh konsumen terhadap pelaku usaha juga dapat didasarkan pada beberapa dalil yaitu:

  • Tidak melakukan apa yang disepakati;
  • Melaksanakan apa yang disepakati namun terlambat;
  • Melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian.

Tuntutan ganti kerugian berdasarkan wanprestasi adalah sebagai akibat penerapan klausula dalam perjanjian, kewajiban untuk mengganti kerugian akibat penerapan klausula dalam perjanjian merupakan ketentuan hukum yang dibuat oleh kedua belah pihak. Dengan demikian penentuan ganti rugi bergantung pada perjanjian yang disepakati bukan berdasarkan undang-undang. Pertanggungjawaban kontraktual (contractual liability) adalah tanggung jawab perdata atas dasar perjanjian dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen. Di dalam contractual liability terdapat suatu perjanjian atau kontrak (hubungan langsung) antara pelaku usaha dengan konsumen. Meskipun konsep tersebut masih dikatakan umum atau belum menyentuh ketentuan spesifik yang menyangkut pautkan e-commerce, namun konsumen tetap dapat mendasarkan gugatan wanprestasi kepada pelaku usaha. Terlebih apabila mengingat kembali pada Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU PK, pelaku usaha turut bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen atas penggunaan barang atau jasanya.

DAFTAR PUSTAKA

  • Susanti, N. (2014). E-COMMERCE DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN KONSUMEN. 1(2).
  • Hukum, W. (2009). Wacana hukum vol.viii, no.1, april 2009. 1, 14--16.
  • Putra, S. (2014). Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual-Beli Melalui E-Commerce. Jurnal Ilmu Hukum Riau, 4(2), 9164.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun