Mohon tunggu...
hilda angelina
hilda angelina Mohon Tunggu... -

saya ga bisa menulis, kegiatan tulis menulis bukan saya! saya salah seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di jakarta dengan psikologi sebagai pilihan fakultasnya. saya suka sekali dgn anak-anak dan binatang, salah seorang penggemar kopi dan pecinta musik jazz n soul

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sudah Siap Mati Belum?

8 November 2010   06:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:46 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12891984621438830688

6. Anda tidak rela meninggalkan harta benda yang selama ini anda cari dengan susah payah??

7. Atauuu.. anda belum kawin?? Hahahahhaa
Ini si guyonan anak muda yang belum nikah seperti saya ini ya.. hehehe

Yaaa.. apapun itulah, anda sendiri yang tau jawabnya.

Yang jelas, kematian adalah suatu hal yang dipercaya oleh setiap manusia beragama tanpa terkecuali. Seorang atheis pun percaya akan kematian. Kematian adalah tiga kurva yang pasti dilewati oleh manusia selain kelahiran. Yang berbeda adalah dalam hal memandangnya saja. Seorang yang beragama, memandang kematian sebagai gerbang menuju kehidupan berikutnya, yaitu akhirat. Dan bagi seorang atheis, kematian adalah akhir segala-galanya. Hilang, lenyap dan.. ya udah. Tidak ada lagi saya. Ikhwal kehidupan dikubur dalam-dalam.
Bagi penganut mahzab religius, kematian adalah akhir dari perjuangan kehidupan dimana mengejar kenikmatan hidup duniawi dan memperoleh self-glory hanya akan menghambat diraihnya kesuksesan hidup di akhirat. Seorang kristiani seperti saya percaya jika kehidupan yang saya jalani baik, maka setelah kematian, saya akan mendapatkan mahkota kehidupan, yaitu hidup kekal di surga bersama Tuhan. Amin!. Saya aminin dah. Hahahaha *ngarep:P

Kedua, mazhab sekuler yang tidak peduli dan tidak yakin adanya kehidupan setelah kematian. Kelompok itu dibedakan menjadi dua. Pertama, mereka tidak peduli kehidupan akhirat, tapi mecoba mengukir namanya dalam lintasan sejarah. Seperti, seorang hedonist yang tidak peduli dengan pengadilan, yang penting saya senang, saya puas!! Atau demi popularitas, orang kaya rela membantu orang miskin. Biar namanya termasyur kali, kaya ada musibah artis datang berbondong-bondong. Itu kata orang loch ya.. saya si, tidak tau pasti. Wong hati orang siapa yang tau.
Mungkin banyak orang berkata, “mengapa saya dilahirkan?? Saya tidak pernah minta lahir, jadi kenapa saya harus dihadapkan dengan realitas kematian?? Dan kenapa saya harus mati ketika saya telah mencintai kehidupan??”.

Mungkin hidup ini ironis, atau memang begitulah hidup.
Adalagi yang berkata..
“saya seperti boneka bagi Tuhan, apa itu takdir?? Apa itu suratan??
Saya tidak tau, yang saya tau, semua orang bilang jika saya begini, saya begitu, semua sudah Tuhan yang atur. Jadi kalo saya harus mati, ya matilah saya”.
Menurut saya pribadi, manusia takut pada kematian karna manusia tidak mempersiapkan dirinya dalam hal kematian. Bukan seperti menyiapkan kuburan mana yang harus saya persiapkan dulu, seperti halnya bagi orang-orang bersuku batak, yang mati saja belum tapi kuburannya sudah siap landas. Mempersiapkan diri dalam hal kematian yang saya maksud adalah lebih kepada amal dan ibadah.
Ahhh.. kematian..

Mana lebih enak?? Mati didahului sakit dulu atau mati mendadak??
Kalo mati didahului sakit dulu, lumayan menurut saya. Karna masih ada waktu untuk melihat orang yang kita kasihi. Tapi jika mati mendadak?? Hemmm..??

Saya jadi ingat oma buyut di manado, betapa airmata nya jatuh berderai ketika ia masih sempat melihat dan menggendong cicitnya di usianya yang 90an itu. Luar biasa terharunya saya melihatnya. Saya bersyukur beliau masih hidup meski sering sakit-sakitan sekarang.
Hahhh.. kematian.. kapan saya mati ya??
Saya mau mati dalam tersenyum. Saya tidak takut mati, jika saya mati dan ternyata apa yang saya lakukan didunia ini memang kurang baik bagi Tuhan. Ya sudah, saya terima kegagalan saya. Wong saya memang belum do the best. Abis yang enak-enak itu memang mengggoda sih.
Tapi saya berharap, dunia ini bisa lebih lembut dengan saya. Tapi jika tidak!! Ya sudah, saya tidak menuntut banyak. Wong saya tidak bisa menuntut segala sesuatunya terjadi atas dasar kehendak saya sendiri. Semua sudah Tuhan yang atur.
Kehidupan dengan berbagai pencobaan dan perjuangannya adalah bagai perlombaan. Tanpa perlombaan, tidak akan ada kata pemenang. Kematian adalah garis finish dari perjuangan hidup. Dan mahkota hanya pantas diberikan kepada pemenang. Jadi jika saya tidak pantas, maka biarlah Tuhan memantaskannya. Hahahha.. ini namanya, saya sedang berharap Tuhan mengubah saya menjadi seorang yang lebih baik. Hehehe
Kematian.. saya berdamai dengan kematian. Tidak perlu takut akan kematian, dan ikhlas melepas kehidupan jika memang saya harus mati. Yang perlu ditakuti adalah mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian tersebut. Kehendak baik dalam menjalani kehidupan dengan sikap optimis penuh kebaikan. Mengisi dan memanfaatkan kehidupan yang menuai berkah bagi kehidupan di dunia dan akhirat itulah yang harus ditakuti. Tapi.. sudahkah kita lakukan??
Anda sendirilah yang dapat menjawabnya..
salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun