Mohon tunggu...
Hils@Rendezvous
Hils@Rendezvous Mohon Tunggu... Buruh - Duty Station @Central Sulawesi

Your dream, your feet, your journey...walk!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melindungi Anak dari Kejahatan Seksual adalah Tugas Kita Semua

10 Mei 2016   01:07 Diperbarui: 10 Mei 2016   01:27 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat data diatas, tentunya kita merasa miris dan marah. Sepertinya tidak yakin bahwa di lingkungan kita, bisa terjadi hal-hal buruk pada anak-anak kita. Kita mungkin bertanya-tanya dari lingkungan mana saja para predator terutama untuk kejahatan seksual yang memangsa anak itu berasal? 

Bisa jadi mereka berasal dari lingkungan rumah (Ayah/Bapa kandung/tiri, Abang/kakak, paman, Tukang kebun, Sopir Jemputan dan Kerabat Dekat Keluarga),lingkungan sekolah  (Guru Reguler, Guru Spiritual, Penjaga Sekolah, Keamanan Sekolah, penjaga sekolah, Tukang Kebun dan pengelola sekolah), lingkungan sosial(Tetangga, Pedagang Keliling, Teman sebaya) dan lingkungan panti (Pengelola panti, pengasuh, sesama anak asuhan Panti)

Saat ini yang paling banyak terjadi adalah kasus kejahatan seksual terhadap anak, yang sebarannya meluas dapat terjadi di desa dan di kota. Sebaran Kasus Kejahatan Seksual terhadap anak masif (terjadi di desa dan kota), Lingkungan terdekat anak, Rumah, Sekolah, dan Lingkungan Sosial Anak Seperti Panti Asuhan maupun Sekolah Berasrama, contohnya seperti yang disebutkan diatas seperti kasus Yuyun, Engeline, JIS, Emon dan Samuel. Kasus-kasus ini merupakan fenomena gunung es yang mana sebenarnya kasus yang lebih banyak masih belum terungkap dan tidak terdeteksi baik oleh lingkungan masyarakat dimana anak itu berada apalagi oleh negara.

Bisa kita katakan bahwa saat ini, tidak ada lagi tempat aman bagi anak-anak kita. Dulu dianggap tempat paling aman untuk anak, yaitu keluarga, saat ini tidak lagi. Semua orang dan orang yang paling dekat dengan anak, dapat menjadi predator anak.

Tidak ada tempat yang aman bagi anak? Bukankah kebanyakan kasus-kasus terutama kekerasan/kejahatan seksual, orang-orang terdekatlah yang menjadi pelakunya. Bisa jadi dia ayah tiri, ayah kandung, paman, bibi, tetangga, guru, kepala sekolah, guru ngaji, pendeta, teman dan banyak lainnya. Siapa kemudian yang dapat melindungi anak-anak kita ini?

Mengapa hal ini bisa sampai terjadi di negara kita dan berlarut-larut pula? Ada beberapa sebab antara lain:

  • Penegakan hukum kejahatan seksual terhadap anak belum menunjukkan keberpihakan terhadap anak sebagai korban. Aparat penegak hukum masih mengunakan kaca mata kuda dalam menangani perkara kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak. Putusan Hakim dalam perkara kejahatan seksual masih belum mencerminkan rasa keadilan bagi korban. Lihat saja dalam kasus Yuyun, seberapa berat hukuman yang dijatuhkan pada para pelaku meskipun beberapa diantara mereka masih dianggap dibawah umur? Rasa keadilan masyarakatpun mempertanyakan dan masih menjadi polemik sampai saat ini.
  • Fakta menunjukkan bahwa masih banyak hakim memutuskan BEBAS bagi para pelaku kejahatan seksual terhadap yang dilakukan orang dewasa, contohnya seperti yang terjadi di Pengadilan Labuhan Batu, Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Negeri Tapanuli Utara,dengan alasan tidak cukup bukti,  sementara UU RI. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mensyaratkan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun. Namun justru masih banyak hakim memutuskan perkara tidak maksimal dan tidak berkeadilan bagi korban.
  • Merajalelanya pengaruh tontonan pornogarfi dan porno-aksi yang mudah diakses masyarakat. Pornografi dan porno aksi telah menjadi adiksi  dan penyakit yang harus disembuhkan bagi pelanggannya.
  • Runtuhnya ketahanan keluarga atas nilai-nilai agama, sosial, etika moral serta degradasi nilai solidaritas antar sesama,
  • Pengaruh gaya hidup yang tidak diimbangi dengan kemampuan
  • Budaya Permisif
  • Sikap Feodal (di ujung Rotan ada Emas)

Kemudian, bagaimana kita dapat mengatasi permasalahan yang kompleks ini?

Beberapa hal yang semestinya dapat kita lakukan bersama sesegera mungkin adalah memperkuat lingkungan yang melindungi anak dengan cara membangun sistem perlindungan anak berbasis masyarakat dengan 4 komponen:

  1. Membangun kesadaran di lingkungan masyarakat, jika masyarakat (di desa maupun di kota) mengerti pentingnya perlindungan anak di lingkungan mereka, dan mampu memahami persoalan perlindungan anak dan berupaya untuk melakukan tindakan untuk mencegah dan menangani.
  2. Membangun mekanisme pelaporan, rujukan dan penanganan di tingkat masyarakat terbawah (tingkat RT/RW, dusun) sehingga anak dan keluarga mengetahui bagaimana mendapatkan pertolongan pada saat anak mengalami kekerasan/kejahatan.
  3. Mendukung keluarga-keluarga yang rentan, melihat data yang dipaparkan diatas, banyak kasus kekerasan terhadap anak (82%) dari kalangan menengah kebawah. Yang artinya kita perlu memberikan intervensi dini khususnya bagi keluarga dan anak-anak rentan ini sehingga mereka berdaya dan mampu melindungi anak-anak mereka.
  4. Membangun keterampilan hidup anak, dalam hal ini memberdayakan anak –anak dan remaja dalam hal meningkatkan pengetahuan dan kemampuan untuk dapat melindungi diri mereka dan kemudian mereka dapat juga melindungi teman-temannya.

Jika kita mampu membangun dan memperkuat lingkungan kita untuk melindungi anak-anak kita, kita dapat meminimalisir kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi serta penelantaran terhadap anak di sekitar kita. Strategi dan proses membangun sistem perlindungan anak berbasis masyarakat seperti yang dipaparkan diatas tidak dapat dilakukan sendiri atau satu pihak saja, melainkan harus melibatkan seluruh elemen masyarakat, menjadi satu komitmen bersama, komitmen bangsa untuk menyelematkan anak-anak kita.

Lingkungan layak dan melindungi anak, dimulai dari rumah kita sendiri. Mari kita menentang kejahatan terhadap anak Indonesia sesegera mungkin. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun