Mohon tunggu...
Hilda Ayu Putri Nadifa
Hilda Ayu Putri Nadifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai, aku seorang mahasiswi yang gabut. Suka menulis, kalau menyukaimu tentu tidak mungkin

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pengalaman Menjadi Guru Ngaji yang Terlihat Sepele Tapi Susah

17 Februari 2023   20:25 Diperbarui: 17 Februari 2023   20:39 1180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Kenapa orang-orang kok terkesan menyepelekan pekerjaan sih? 

Padahal pekerjaan yang terkesan "mudah" belum tentu mudah beneran.

Aku dulunya seorang guru ngaji. Aku berhenti menjadi guru ngaji, semenjak aku kuliah. Sebenarnya berat melepas anak-anak, akan tetapi kuliahku di luar kota. 

Aku menjadi guru ngaji semenjak SMP kelas 8. Aslinya sih nggak disuruh menjadi guru, hanya membantu ustadzahku saja. Akan tetapi, ustadzah ku keluar, jadi aku dan temanku disuruh menggantikan beliau. 

Kebetulan aku kebagian tartil 1, jadi memegang bocil-bocil. Banyak orang mengira jadi guru tpq mudah, apalagi kalo bocil yang diajari.

Tidak semudah itu. Kalo bocil belum diajari ngaji sama sekali dan nggak paham huruf hijaiyah susah loh. 

"mbak, kok anakku nggak naik-naik jilid sih. Padahal di rumah udah bisa lo", ujar orang tua

"mbak, anak ku kok halamannya nggak berubah sih. Udah satu minggu loh di halaman yang sama", ujar orang tua

Nah lo riweh kan menghadapi keluh kesah wali santri. 

Siapa sih guru yang nggak pingin muridnya cepat pintar, cepat bisa mengaji?

Semua guru mesti ingin muridnya seperti itu, nggak menguras kesabaran.

Akan tetapi, kemampuan anak kan berbeda-beda. Nggak bisa dong disamakan

Apalagi kali ngajari tentang ilmu agama, harus yang benar. 

Iya bisa jadi, anak-anak di rumah lancar mengaji karena "hafalan". Ketika di tpq, bisa jadi hafalannya hilang karena asyik bermain dengan temannya.

Guru tau lo, murid mana yang hafalan dan murid yang benar-benar sudah lancar mengaji. 

Mood anak juga berbeda-beda loh, aku sebagai guru harus mengetahui mood dia. Kalo mood dia jelek, biasanya aku pancjng dengan mengajak bercerita atau memberikan hadiah kepada dia. 

Apalagi pengucapan anak tentang huruf hijaiyah masih sedikit keliru, jadi harus dibenarkan. Butuh kesabaran, butuh waktu, butuh proses. 

Coba deh, ajarin anaknya mengaji di dumah. Kalo di tpq kan guru nggak hanya memegang 1 santri saja. 1 tingkatan jilid bisa 10 orang lebih.

Jadi ya, harus bisa membagi waktu untuk semua santrinya. Nanti dikira pilih kasih.

Apalagi yang ngajar, juga masih remaja. Biasanya emosi masih labil. Ketika aku nggak mood, ada masalah tapi harus mencoba untuk senyum dan ceria di depan santri, rasanya susah banget. 

Kalau kelas rame banget, nanti yang disalahkan guru nya. Padahal guru sudah mengkondisikan kelas semaksimal mungkin.

Kan emang anak kecil dunianya masih bermain, jadi wajar dong kalo rame. Kalo diam terus, nanti terkesan mengaji di tpq sangat seram dan tidak asik. 

Jadi, jangan menyepelekan pekerjaan menjadi guru ngaji ya. Setiap orang tua adalah guru bagi anaknya. Oleh karena itu, yuk sejak dini ajari anak tentang ilmu agama. Agar saat anak masuk TPQ, yang disalahkan bukan ustadzahnya saja, tetapi didikan orang tuanya juga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun