Mohon tunggu...
Hilda Ayu Putri Nadifa
Hilda Ayu Putri Nadifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai, aku seorang mahasiswi yang gabut. Suka menulis, kalau menyukaimu tentu tidak mungkin

Selanjutnya

Tutup

Diary

Menjadi Anak Ketua Takmir Masjid Enak? Cobain Deh Rasanya Mantap

12 Januari 2023   21:22 Diperbarui: 12 Januari 2023   21:29 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Coba ngaku disini siapa yang orang tuanya menjadi takmir masjid? Gimana enak tidak? 

Aku mau sharing nih ke kalian tentang pengalamanku menjadi anak seorang takmir masjid. 

Ayah aku seorang ketua takmir masjid di salah satu masjid di Kota Sidoarjo. Udah hampir 10 tahun ayah menjabat sebagai ketua takmir. 

Tak mudah memang, karena menyatukan banyak pemikiran dan menyelesaikan problematika tentang kerukunan bagi warga muslim. 

Selama ini ayah aku enjoy menjadi ketua takmir, tapi apakah anak nya juga enjoy menjadi anak ketua takmir masjid?

Yuk simak artikel dibawah ini ya. Let's go!

Harus mengikuti acara PHBI


Yup, menjadi anak seorang takmir masjid pasti menjadi sorotan. Apalagi ketika acara PHBI (Perayaan Hari Besar Islam), pasti jika anak ketua takmir tidak hadir akan ditanya dan ujung-ujungnya di gunjing. 

Aku pernah mendengar gunjingan orang tentang diriku yang berhalangan hadir. "loh si A kok nggak hadir di acara takbir keliling? Tumben? Padahal dia anak pak takmir loh. Masa nggak kasihan sama bapaknya ngurusin acara segede ini sendirian" atau "loh pak, anaknya dimana? Kok tidak diajak? Masa bapak sebagai ketua takmir tidak mau mengajak anaknya?. 

Plis deh, dikira acara kita cuman itu-itu aja dan nggak ada acara lain? Ya kali kalau kita izin nggak ngikutin acara PHBI harus bikin pengumuman di depan masjid. 

Jadi, ketika ada acara mau tidak mau kita harus hadir walau cuman 5 menit doang, yang penting kita melihatkan wajah kita agar tidak di gunjing orang-orang.

Harus ikut organisasi masjid

Di setiap masjid pasti memiliki remas (remaja masjid). Nah saat pemilihan pengurus remas pasti nih anak ketua takmir diajukan. "si A saja, bapaknya saja sukses menjadi ketua takmir dan bisa memimpin. Pasti anaknya juga begitu" atau "gapapa ya kamu saja, kamu bisa belajar ke bapak kamu bagaimana cara memimpin orang". 

Wait-wait, betul sekali kalau sifat seseorang nurun ke anaknya, tapi bukankah itu butuh waktu? Ya kali sekarang dipilih jadi ketua lalu harus mengadakan acara ini itu, tanpa belum pernah mengadakan acara sama sekali? Nggak ngotak dong. 

It's okey, kalau harus mengikuti remas, tapi dicalonkan menjadi ketua remas tidak! Setiap orang bisa menjadi ketua, asal punya minat dan niat. Kalau ikut organisasi doang gapapa, kan bisa menambah pengalaman dan pertemanan.

Pasti jadi panitia acara PHBI

Memang benar, menjadi anak ketua takmir pasti jadi panitia. Apalagi orang-orang sudah hafal nama si anak ini. Pasti dalam acara apa pun, bakalan di catat namanya dan dimasukkan list tanpa ngobrol dulu ke anak ketua takmir. 

Kadang nih aku pernah memang sengaja nggak jadi panitia dengan alasan biar yang pernah ngerasain jadi panitia, udah bosan juga. Padahal nih jadi panitia nggak ada enaknya, yang ada malah pusing sebelum dan sesudah acara. 

Apalagi kalau acara kita besar dan sudah diusahakan semaksimal mungkin, tapi denger omongan dari tamu undangan yang tidak mengenakan uh rasanya sakit banget.

Disangka alim

Entah kenapa orang-orang memberikan statement jika anak ketua takmir itu alim. Mungkin disebabkan karena ketua takmir selalu ke masjid, aktif dalam kegiatan masjid, dan itu tersalurkan juga ke anak nya. 

Padahal nih ya, alim atau tidak bukan urusan orang-orang. Daripada mereka memberikan statement jika anak ketua takmir alim dan tidak sesuai ekspetasi mereka, ntar di gunjing. Kan sebagai manusia kita fleksibel mau kesini kesana harus bisa menyesuaikan diri. 

Contohnya saat acara PBHI, wajar dong pakai gamis dan kerudung menutupi dada. Bagi masyarakat berpakaian seperti itu sudah di bilang amin dan agamis banget. Padahal ya cuman pakaiannya doang yang tertutup. 

Ntar kalau pakai baju gamis tapi kerudung di ikat belakang pasti di gunjing "dih, anak takmir kok pakaiannya gitu. Ngapain juga pakai kerudung kalau kerudungnya di ikat di belakang" atau "mau ngikutin trend kok malah gak bisa nempatin sikon".

Ribet bukan menjadi anak ketua takmir? Bagi kalian yang pernah jadi anak ketua takmir pasti merasakan hal itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun