Mohon tunggu...
Hilal Faturrahman
Hilal Faturrahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Mahasiswa fakultas syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Waris Perdata

18 Maret 2024   22:36 Diperbarui: 18 Maret 2024   23:41 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

- Harta pewaris si ahli wajib dipergunakan untuk membayar utang utang si pewaris jika harta warisan tidak cukup

- Segala harta si pewaris menjadi milik ahli waris

- Si ahli waris berhak menuntut  segala harta pewaris yang dikuasai oran lain

Menerima warisan  dengan bersyarat (Benefisier):

Sifat utama dari menerima warisan dengan syarat adalah bahwa tidak ada pencampuran antara harta warisan dan kekayaan pribadi ahli waris. Ini berarti bahwa utang-utang yang dimiliki oleh si pewaris tidak akan ditransfer kepada ahli waris, melainkan hanya akan dibayarkan dari harta yang ditinggalkan oleh si pewaris. Jika utang-utang tersebut melebihi nilai aset warisan, maka tidak akan ada harta warisan yang tersisa bagi ahli waris. Namun, jika utang-utangnya tidak melebihi nilai aset warisan, maka sisanya bisa diambil oleh ahli waris. Meskipun formalitas hukum memungkinkan menerima warisan dengan syarat, dalam praktiknya tidak banyak yang melakukannya, karena terlihat sebagai tindakan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Dengan memilih opsi ini, ahli waris melepaskan tanggung jawab pribadi terhadap kewajiban yang mungkin muncul di masa depan.

Akibat dari menerima warisan secara bersyarat (benefisier) sesuai dengan Pasal 1032 KUH Perdata adalah sebagai berikut:

1. Si ahli waris wajib membayar utang utang dari si peninggal warisan dan menanggung bahan bahan lain, hanya sebatas nilai dari harta warisan.

2. Harta kekayaan pribadi si ahli waris tidak bercampur dengan harta warisan.

Menolak warisan.

Ketentuan hukum waris dalam KUH Perdata memberikan kebebasan kepada ahli waris untuk menentukan sikap mereka terhadap warisan yang terbuka. Ahli waris secara otomatis menggantikan kedudukan pewaris dalam semua hak dan kewajiban. Salah satu pilihan yang dapat diambil oleh ahli waris adalah menolak warisan, yang pada dasarnya berarti menolak untuk menjadi ahli waris. 

Namun, penolakan warisan hanya mungkin dilakukan setelah warisan tersebut terbuka. Ada berbagai alasan yang dapat mendasari keputusan seseorang untuk menolak warisan, seperti keinginan untuk membebaskan diri dari utang-utang yang diwariskan oleh pewaris, atau untuk memberikan keuntungan bagi ahli waris lain yang berikutnya. Meskipun demikian, penolakan warisan juga dapat dipicu oleh alasan-alasan emosional, seperti rasa benci terhadap pewaris.

Menurut Pasal 1057 KUH Perdata, penolakan warisan harus dilakukan dengan cara memberikan keterangan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tempat pewaris meninggal dunia. Hal ini bertujuan agar penolakan warisan dapat tercatat secara resmi dan dapat menjadi bukti yang jelas bagi pihak ketiga, seperti kreditur atau pihak yang terpiutang. Meskipun undang-undang hanya membahas penolakan warisan oleh ahli waris, legataris juga memiliki hak untuk menolak warisan. Namun, penolakan oleh legataris seringkali dilakukan secara informal dan tidak resmi. Dalam hal ini, legataris menunjukkan kehendaknya kepada ahli waris lain. Jika ahli waris yang menolak warisan terpaksa menghadapi biaya-biaya seperti biaya penguburan, maka biaya-biaya tersebut dapat diperhitungkan bagi ahli waris yang menerima warisan. Ini menunjukkan bahwa penolakan warisan tidak selalu bersifat mutlak dan dapat memperhitungkan kebutuhan praktis yang timbul seiring dengan penolakan tersebut.

Akibat menolak warisan:

Apabila seorang ahli waris telah menyatakan menolak warisan dari pewaris, hal ini memiliki beberapa akibat yang diatur dalam Pasal 1058, 1059, dan Pasal 1060 KUH Perdata. Pasal 1058 KUH Perdata menyatakan bahwa orang yang telah menolak warisan dianggap tidak pernah menjadi ahli waris. Dengan kata lain, orang yang menolak warisan tersebut tidak lagi memiliki hak untuk mewarisi harta warisan tersebut dan tidak berhak atas hasil warisan sejak penolakan tersebut dinyatakan. Dalam hal seorang ahli waris menolak warisan, bagian warisan yang ditolak akan jatuh kembali ke dalam boedel warisan, dan akan dibagikan kepada ahli waris lain yang menerima warisan secara penambahan atau a, sesuai dengan Pasal 1002 KUH Perdata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun