Mohon tunggu...
ahmat hilal
ahmat hilal Mohon Tunggu... kuli bangunan -

humoris, ceria dan smart

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sepotong Kisah Didalam Guci Tua (part 2)

21 Oktober 2015   22:57 Diperbarui: 21 Oktober 2015   22:57 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir beberapa hari setelah kejadian di sungai itu, aku masih belum mengetahui siapa empunya barang ini. Dan aku pun masih belum berani untuk membuka serta melihat apa sebenarnya isi dari guci tua antik yang kini berada ditangan ku.

Sebuah guci yang berbentuk indah, dengan ornamen yang tempak antik. Sepertinya guci ini bukan buatan lokal. Entah lah, mungkin memang sang pemilik menggemari barang-barang antik yang notabene memiliki keindahan dalam estetika bentuk, dan juga pasti memiliki nilai jual yang tinggi harganya. Tapi kenapa guci ini bisa terhanyut disungai yang tidak begitu besar, sungai kecil yang memang menjadi tempat pemandian warga disekitar kampung ku.

"tapi kenapa dibuang, dan kenapa harus dibuang disini?", pertanyaan-pertanyaan muncul dipikiran ku. Apa mungkin barang ini memang dibuang atau terjatuh kesungai tanpa sengaja dan terbawa arus hingga kedesa ku?. Belum lagi cerita warga mengenai datangnya seorang wanita hamil di kampung kami. Entah, ada sangkut pautnya dengan guci yang sekarang atau tidak, aku masih belum mengetahui kejelasanya. Karena sudah beberapa hari ini aku coba mencari tahu tentang wanita itu, tapi sampai sekarang melihat batang hidungnya pun aku belum. Wanita itu masih ada dikampung ku atau tidak aku belum mengetahui, mungkin juga dia sudah pergi karen tak tahan mendengar gunjingan warga tentang dirinya. Beberapa kali aku coba sengaja menunggunya didepan rumah mbok darmi tempat dimana dia menetap, aku tidak juga melihatnya ada disana. 

"apa aku pura-pura main ksana ya, tapi untuk apa?" pikir ku dalam hati, tapi ku tepis jauh-jauh pikiran edan itu. Ada perlu apa aku main ksana, yang ada aku bakal malu nanti akhirnya.

 

Oia, aku sampai lupa memperkenalkan siapa diri ku. Orang-orang dikampung ku biasa memanggil ku dengan rian, sedang nenek ku memanggil ku dengan panggilan ahmad karena memang nama panjang ku muhamad apriandi. Aku tinggal di desa ini dengan nenek ku sejak usia ku menginjak empat tahun. Kedua orang tua ku sudah tidak ada sejak pertama kali aku dibawa nenek ku ke desa ini, mereka meninggal karena sebuah kecelakaan sewaktu akan menjemputku untuk kembali kerumah pada waktu itu. Hingga saat ini aku besar dan menetap di kediaman nenek ku.

Tawa seorang wanita yang tidak ku kenal membuat aku membuka mata dengan tergesa, kudengar nenek ku sedang asik berbincang dari arah dapur. Tapi entah suara siapa aku tidak mengenalinya, bukan suara narti, minah atau santi yang biasa berkunjung ke sini. Dengan malasnya aku bangkit dari ranjang dan menuju dapur untuk mandi.

"wes tangi le?" tanya nenek ku sembari terenyum.

Aku yang sempat terdiam dan belum menjawab pertanyaan nenek ku, cepat-cepat beranjak sembari menyambar handuk dan tersenyum kepada wanita yang tepat duduk di samping beliau.

Didalam kamar mandi aku berpikir, siapa wanita itu yang belum pernah aku liat.

"Gila, cantik banget" kata-kata itu yang muncul dan berputar dipikiran ku sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun