Pada tanggal 2 Mei 1915, sebuah peristiwa tragis terjadi di Bojong Gede, Buitenzorg (sekarang dikenal sebagai Bogor), yang mengingatkan kita akan pentingnya keselamatan dalam transportasi publik. Kecelakaan ini melibatkan kereta pengangkut barang yang sedang dalam perjalanan dari Buitenzorg menuju Batavia. Peristiwa ini tidak hanya menimbulkan kerugian material, tetapi juga menciptakan dampak yang mendalam bagi para pekerja dan masyarakat setempat.
Kecelakaan terjadi sekitar pukul 8 pagi saat kereta express yang terdiri dari 33 gerbong berangkat dengan semangat menuju Batavia. Namun, perjalanan tersebut segera berubah menjadi bencana ketika kopling antara gerbong depan dan belakang putus. Akibatnya, 14 gerbong di bagian belakang tergelincir dari rel, menyebabkan kerusakan parah dan menciptakan suasana panik di antara para penumpang dan awak kereta.
Investigasi awal menunjukkan bahwa kondisi lintasan rel di Bojong Gede sangat buruk, yang diduga menjadi penyebab utama kecelakaan ini. Rel yang tidak terawat dengan baik dapat meningkatkan risiko kecelakaan, terutama pada kereta pengangkut barang yang memiliki bobot berat. Keterbatasan dalam pemeliharaan infrastruktur kereta api pada masa itu menjadi sorotan penting, dan peristiwa ini menegaskan perlunya perhatian lebih terhadap keselamatan transportasi.
Dalam insiden tersebut, terdapat tujuh tukang rem yang bertugas untuk mengawasi dan mengendalikan kereta. Sayangnya, dua dari mereka tertinggal di Cilebut (dulu dikenal sebagai Tjileboet) sebelum kecelakaan terjadi. Tiga tukang rem lainnya mengalami luka-luka akibat tergulingnya gerbong. Salah satu dari mereka menderita patah kaki yang serius, sementara dua lainnya mengalami luka ringan dan parah. Salah satu tukang rem yang terluka parah harus dilarikan ke kotamadya Buitenzorg untuk mendapatkan perawatan medis.
Kecelakaan di Bojong Gede pada tahun 1915 bukan hanya sekadar catatan sejarah; ia juga berfungsi sebagai pengingat akan pentingnya perawatan dan pemeliharaan infrastruktur transportasi publik. Dalam konteks modern, kejadian ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana kita menjaga keselamatan dalam sistem transportasi kita saat ini.
Meskipun banyak kemajuan telah dicapai dalam teknologi kereta api dan sistem keselamatan, peristiwa seperti ini mengingatkan kita bahwa perhatian terhadap detail dan pemeliharaan rutin tetap menjadi faktor kunci dalam mencegah kecelakaan serupa. Evaluasi berkala terhadap fasilitas publik seperti jalur kereta api harus dilakukan agar kejadian tragis tidak terulang kembali.
Refrensi:
Preangerbode (1915). Het spoorwegongeluk bij Bodjong-Gedeh, 5
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H