Pengantar
Labuh Laut merupakan upacara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat pesisir Popoh sebagai bentuk rasa syukur atas hasil tangkapan ikan yang melimpah dan keselamatan para nelayan Teluk Popoh.Â
Tradisi di Teluk Popoh, Desa Besole, Kecamatan Besuki, Tulungagung ini diawali dengan kirab aneka sesaji yang yang dimasukkan ke dalam replika kapal nelayan untuk dibawa ke pelabuhan.Â
Selanjutnya para nelayan dan para tokoh setempat menggelar kenduri atau selamatan bersama di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Popoh.
Pelaksanaan Labuh Sembonyo di Pantai Popoh telah berlangsung turun-temurun, dihadiri oleh ratusan nelayan lokal, Bupati Tulungagung, dan pejabat pemerintah lainnya, menunjukkan komitmennya terhadap tradisi leluhur.Â
Acara ini tidak hanya sebagai upacara adat tetapi juga sebagai daya tarik wisata yang mempertahankan sakralitas upacara Labuh Laut.
Sejarah dan Asal Usul Labuh Laut dan Larung Sesaji
Labuh Laut di Pantai Popoh memiliki signifikansi sejarah yang kaya. Desa ini telah menjadi pusat kegiatan pesisir selama berabad-abad, menjadi tempat pertemuan dan perdagangan antara masyarakat pesisir yang berbeda. Labuh Laut juga merupakan tempat penting bagi perajin lokal yang menghasilkan barang-barang yang unik dan berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Seiring berjalannya waktu, Labuh Laut terus mempertahankan warisan budaya mereka dengan menjaga tradisi dan memperbarui praktik-praktik yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Hal ini menjadikan Labuh Laut sebagai contoh yang menginspirasi bagi masyarakat pesisir lainnya dalam menjaga dan menghormati warisan mereka.
Tradisi Labuh Laut dan Larung Sesaji memiliki akar yang mendalam dalam budaya Jawa, khususnya di Popoh Tulungagung, Jawa Timur, Indonesia. Kedua upacara ini merupakan bentuk syukur kepada laut dan dewa-dewi untuk keselamatan dan kemakmuran.Â
Upacara biasanya dilaksanakan pada bulan Suro, menandai Tahun Baru Jawa, sebagai bentuk syukur dan permohonan keselamatan serta kemakmuran selama musim penangkapan ikan
Awalnya dikenal sebagai selametan atau wilujengan, kemudian berkembang menjadi Larung Sesaji. Labuh Laut dan Larung Sesaji adalah upacara syukur Jawa, juga dikenal sebagai Larung Semboyo atau Sedekah Laut, dilaksanakan di pantai dengan persembahan dan doa.Â
Legenda Raden Trenggalek menjadi asal usul tradisi ini, di mana persembahan dibuat kepada dewi laut berupa bunga, buah, dan kue tradisional.Â
Mencerminkan hubungan erat masyarakat Popoh dengan laut sebagai sumber penghidupan. Bertujuan membangun hubungan harmonis antara manusia, Tuhan, alam, dan semua makhluk hidup.
Prosesi dan ritual Labuh Laut dan Larung Sesaji
Menurut Cerita dari seorang warga lokal Desa Besole, yaitu Ibu Rahmawati Umasugi. "Pertama, yaitu pembukaan yaitu Sambutan Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Tulungagung, Sambutan Kepala Dinas Kelautan Provinsi Jawa Timur, Sambutan Bupati Tulungagung, Sambutan Kepala Kecamatan Besuki, Sambutan Kepala Desa Besole, dan terakhir sambutan dari Ketua Panitia Labuh Laut.
Kedua yaitu juru kunci mengumumkan gunungan tumpeng yang dibawa oleh setiap nelayan. Isi dari sembonyo yang dilarungkan yaitu kepala kambing, sesajen, kembang setaman, sego gurih dll. Para tetua membacakan doa dan membakar kemenyan.
Ketiga yaitu, Warga langsung menyerbu gunungan hasil bumi. Mereka berebut buah-buahan dan sayur mayur yang dipasang di gunungan. Bahkan mereka sampai saling gendong untuk meraih buah yang paling atas di gunungan.Â
Lalu sesajen yang ditempatkan di dalam perahu khusus yang dihias dengan janur kuning. Pelan-pelan sesajen diturunkan ke laut lewat dermaga dan langsung ditarik dengan kapal nelayan. Perahu sesajen mengapung di laut lalu ditarik ke tengah teluk Popoh untuk dilepaskan.
Biaya labuh laut yaitu berupa sumbangan dari kapal para nelayan local, kapal nelayan pendatang yang sedang berlabuh di dermaga dan sumbangan dari dinas setempat yang terkait."Â
Tantangan dalam Melestarikan Warisan Budaya Laut
Meskipun Labuh Laut untuk melestarikan warisan budaya mereka, mereka menghadapi berbagai tantangan.Â
Perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan peningkatan aktivitas manusia di sekitar pesisir merupakan ancaman bagi keberlanjutan budaya mereka. Selain itu, modernisasi dan globalisasi juga dapat mengancam kelestarian tradisi dan praktik budaya.
Untuk menanggulangi tantangan tersebut, Masyarakat pesisir melakukan Pelestarian warisan budaya yang berkelanjutan, yang membawa banyak manfaat bagi Masyarakat pesisir.Â
Pertama-tama, ini memungkinkan Masyarakat pesisir  untuk terus mengambil manfaat dari sumber daya laut secara berkelanjutan, sehingga mempertahankan mata pencaharian tradisional mereka. Selain itu, keberlanjutan budaya juga memperkuat identitas komunitas dan meningkatkan kebanggaan lokal.
Selanjutnya, pelestarian warisan budaya yang berkelanjutan juga menciptakan peluang ekonomi. Wisatawan yang tertarik dengan keberlanjutan dan budaya lokal dapat mengunjungi upacara Labuh Laut dan berpartisipasi dalam pengalaman yang unik.Â
Hal ini dapat mendukung ekonomi lokal dan memberikan insentif bagi Masyarakat pesisir untuk terus melestarikan warisan budaya mereka.Â
Praktik-praktik tradisional seperti Labuh Laut di Pantai Popoh adalah bagian integral dari identitas dan kehidupan masyarakat nelayan. Melalui hukum adat maritim, mereka menghormati laut sebagai sumber kehidupan dan menjaga keberlanjutan sumber daya laut.
Pelestarian Budaya dan Konservasi Laut
Masyarakat berupaya mengembangkan nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi, seperti mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, mendidik generasi muda, dan memperkenalkan budaya kepada orang luar melalui media sosial atau komunitas.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan Kebijakan Nasional Kelautan (KNK) untuk melindungi dan mengelola sumber daya laut, dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang bertanggung jawab atas pelaksanaannya, termasuk pengelolaan perikanan berkelanjutan, perencanaan ruang laut, dan konservasi.
Kolaborasi antara lembaga pemerintah, peneliti, dan masyarakat lokal menjadi kunci untuk strategi konservasi laut yang efektif, termasuk penunjukan beberapa area konservasi laut (MPA) untuk melindungi keanekaragaman hayati dan mempromosikan praktik perikanan berkelanjutan
Upaya pelestarian dan tantangan yang dihadapi dalam menjaga kelestarian tradisi ini menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan berbagai pihak terkait lainnya.Â
Langkah strategis dalam konservasi laut dan pembangunan berkelanjutan yang telah ditempuh patut diapresiasi dan dijadikan motivasi untuk terus melestarikan warisan budaya yang tak hanya bernilai seni dan spiritual tetapi juga memiliki peran penting dalam keberlanjutan lingkungan.Â
Dengan demikian, kita diingatkan kembali akan tanggung jawab bersama dalam merawat dan menjaga warisan leluhur demi generasi yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H