Saya sangat semangat melihatnya waktu itu. Itu mungkin menjadi satu-satunya festival yang bisa ditemukan di kota Tangerang saat itu. Tapi, yang bersemangat dengan festival ini sepertinya tidak banyak. Hemat saya, festival ini dianggap kurang merepresentasikan keberagaman di kota Tangerang. Festival Perahu Naga atau Barongsai adalah milik mereka yang beretnis Tionghoa, bukan milik masyarakat kota Tangerang.
Kota Tangerang menjadi sepi. Pada titik ini, saya membenarkan apa yang dikatakan Jokowi: kota yang dibangun tanpa seni dan budaya akan hampa. Seakan tak ada yang menarik dari kota ini. Padahal, sungguh saya suka sekali melihat tarian barongsai. Tapi, kehampaan itu pun masih tetap dapat saya rasakan bahkan ketika saya tinggal berkilo-kilometer jauhnya.
Kota Tangerang Saat Ini…
Dan kini, kehampaan yang saya rasakan tentang kota kelahiran saya mulai berkurang. Apa pasal? Pemkot Tangerang sekarang sudah lebih giat membangkitkan budaya masyarakat yang heterogen itu. Dilihat darimana? Benteng Art Festival! Pemkot mengadakan festival itu beberapa bulan lalu. Berbagai macam kesenian ada disana. Lenong, wayang kulit, gambang kromong, barong battle, tari kolosal, debus, dll.
Beberapa waktu belakangan, festival-festival macam ini memang sering diselenggarakan oleh pemkot. Sejak kepemimpinan walikota Arief Wismansyah. Festival Cisadane yang sudah muncul saat Wahidin Halim masih memimpin (Lomba balap perahu naga ada dalam Festival Cisadane ini), Festival Al-Adzom untuk memperingati tahun baru Islam yang diselenggarakan di kawasan Masjid Raya Al-Adzom (Masjid kebanggaan masyarakat kota Tangerang dan sempat dijadikan lokasi syuting sinetron.Â
Judul sinetronnya apa saya tidak tahu. Tidak penting soalnya.), Festival Tangerang Bersih, Festival Tangerang Kreatif, sampai Benteng Art Festival yang namanya terdengar keren. Yang terakhir adalah Car Free Night! Wisata kuliner dengan sajian budaya di sepanjang kawasan Pasar Lama. Untuk pertama kalinya, masyarakat kota Tangerang tidak perlu jauh-jauh ke Jakarta untuk merasakan Car Free Night.
Satu hal lagi yang menyenangkan. Saya sudah bisa menjawab dengan bangga apabila ada yang bertanya apa tari daerah dari kota Tangerang. Tari Lenggang Cisadane. Akan saya jawab begitu. Nah, pada akhirnya seniman-seniman yang ada di kota ini menelurkan sebuah tarian daerah. Tarian ini memang baru berumur 3 tahun, tapi saya tetap girang karenanya. Tarian ini merupakan akulturasi budaya-budaya yang ada di Kota Tangerang. Dibawakan oleh 13 orang yang mencirikan jumlah kecamatan di Kota Tangerang. Khas Tangerang! Kota Tangerang kini memiliki ciri khas!
Kota Tangerang sudah mulai bangkit dari keterpurukan identitas. Kota ini mulai menunjukkan geliatnya dalam proses pencarian sebuah identitas. Saya katakan masih dalam proses pencarian identitas, karena bagi saya, identitas bukan sesuatu yang instan. Tidak akan terbentuk hanya dalam waktu dua atau tiga tahun. Apalagi untuk sebuah kota.
 Tapi, ini cukup menjadi penanda sebuah keinginan kuat untuk memperbaiki diri. Setidaknya, proses pencarian identitas di kota kelahiran saya itu mampu mengusir kehampaan yang saya rasakan tiap kali pulang ke rumah. Dan sekarang ini, bolehlah saya berbangga hati dengan kota kelahiran saya itu.
#kodenusantara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H