Mohon tunggu...
Hikmah Komariah
Hikmah Komariah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

seseorang yang suka mengeluh atas berbagai ketidakidealan dan kerusakan yang ada, mencoba berpikir out of the box dan berusaha menemukan ide yang mencerahkan untuk dunia saat ini dan dunia dimasa mendatang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Vending Machine Kereta, Antara Menjadi Modern dan Gagap Teknologi

4 Maret 2016   00:45 Diperbarui: 4 Maret 2016   09:42 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="foto pribadi"][/caption]Hari ini saya berangkat kerja lebih siang dari biasanya. Maklum lah, saya harus ngurus teman hidup saya (baca: laptop) yang lagi ngambek. Saya bekerja di daerah Pasar Minggu, sementara rumah saya di Tangerang. Untuk pergi ke tempat kerja, biasanya saya menggunakan angkutan yang ‘meski padat sampai berjejalan kayak ikan pepes tapi masih dikejar-kejar layaknya Cinta mengejar Rangga dulu’. Yap, Commuter Line.

Menjelang siang, saya sampai juga di Stasiun Tangerang. Saya perhatikan loket dari tempat parkir. Loket kelihatan sepi. Malah nggak ada yang mengantri disitu. “Bagus! Nggak perlu antri lama-lama gue.” Saya pun mulai jalan menuju loket dengan santai dan hati riang gembira. Tapi makin dekat ke loket, saya sadar kalau bukan hanya pengguna CL aja yang nggak ada disitu, tapi Mas dan Mbak yang jaga loket pun nggak kelihatan batang hidungnya. Loket tutup, sodara-sodara! Ya pantes aja loketnya sepi. Nggak dirubung-rubung manusia yang sok buru-buru itu.

Saya tengok di pojok satunya lagi ada empat antrian panjang. ‘Oh loketnya pindah kesitu toh,’ batin saya dalam hati. Saya pun mulai mendekat. Ikut-ikutan jadi manusia yang sok buru-buru mau pergi entah kemana sampe kadang suka nerajang orang lain seenaknya. Eh ternyata itu bukan loket. Itu adalah Vending Machine! Seketika saya langsung merasa modern. Hati mulai meninggi karena bisa merasakan kemodernan lewat Vending Machine ini. Dan ini ada di Indonesia lho, di Tangerang lagi.

Saya sudah pernah menggunakan Vending Machine ini di Stasiun Jakarta Kota. Waktu itu masih norak dan gagap. Pertama kali soalnya. Antara excited kepingin nyoba dan malu nggak tau caranya. Untungnya ada mas-mas baik hati yang telaten ngasih petunjuk. Melihat uang kembalian saya meluncur keluar dari mesin, dengan noraknya saya berwow-wow dalam hati. Cuma didalam hati, lho. Ekspresi wajah saya tetap cool seperti biasa. Dan sewaktu melihat Vending Machine ini ada pula di Stasiun Tangerang, perasaan norak yang wow-wow itu muncul lagi. Jadi jelas toh, kalau Tangerang juga nggak kalah modern dari Jakarta.

Saya masuk antrean. Panjang. Empat Vending Machine yang tersedia masing-masing punya antrean yang panjang. Saya perhatikan sekeliling. Kebanyakan ibu-ibu yang sepertinya sudah ada yang manggil nenek. Tentu dengan pasangannya. Bapak-bapak yang nggak kalah tuanya. Yang muda-muda juga ada sih. Saya, salah satunya. 

Beberapa menit berselang, posisi saya masih tetap sama. Tidak maju barang selangkah padahal dibelakang saya sudah ada mas-mas yang ikut antre. Saya mulai dag-dig-dug. Telat ini. Aslinya sudah telat, lalu antre panjang begini pasti tambah telat. Makin sering aja saya telat. Untung bos saya baik hati. Atau mungkin menahan gusar dalam hati. Tapi yang jelas, saya tak kunjung dimarahi. Ah, sudahlah. 

Pelan tapi pasti, mulai terdengar keluhan dari sekeliling saya. Mengeluh lama lah, minta loket dibuka lah, atau ada mesin tapi malah memperlambat lah. Keluhan-keluhan khas pada kebijakan baru. Sepertinya, Vending Machine baru ada beberapa hari yang lalu. Saya sendiri baru menyadari keberadaannya hari ini. Mungkin pihak stasiun sengaja menutup loket supaya orang-orang itu terpaksa menggunakan Vending Machine. Mungkin mereka paham, selama loket dibuka, nggak bakal ada yang pakai mesin itu. Entah karena gagap teknologi atau memang mental yang selalu pingin dilayani.

Saya sendiri bertanya-tanya, kenapa kok lama begini? Padahal harusnya semua berjalan cepat. Tap tap tap beres! 20 detik atau 30 detik lah maksimal. Lah ini? Subhanallah… Lalu saya melihat sekeliling lagi. Ibu-ibu yang sudah tua. Yang antre didepan saya saja pasti sudah punya dua atau tiga cucu. Ya barangkali karena kebanyakan yang antre sudah berumur, mereka nggak akrab dengan teknologi. Pastinya butuh waktu lama bagi mereka untuk memutuskan apa yang harus mereka lakukan didepan layar touch-screen itu. Dan benar saja, seorang Kakek terlihat begitu grogi ketika sampai gilirannya menggunakan Vending Machine. 

Bingung harus ngapain! Untung dibantu oleh seorang maintenance crew yang siap sedia disamping mesin. Tapi sialnya, saat mesin memintanya memasukkan uang, beliau hanya berdiri geragapan. Uang dalam kantong pun nggak dikeluarkan. Dan mesin bilang: Waktu Habis! Terpaksa, dia harus mengulangi proses transaksi dari awal. Dengan bantuan maintenance crew, tentu saja. Bayangkan kalau kejadian ini terus berulang pada beberapa orang. Ya jelas lama! Mestinya 30 detik, karena grogi bisa sampai 5-10 menit.

Yang tua begitu, yang muda pun rupa-rupanya masih dilanda kebingungan yang sama. Seorang gadis muda, mungkin seumuran atau dua tahun lebih muda dari saya, ribut di belakang. Bertanya terus menerus bagaimana cara menggunakannya. Kalo begini bisa nggak… kalo begitu gimana… dan seterusnya, dan seterusnya. Buat anak muda mungkin bebannya lebih besar ya. Mosok arek enom koyok ngene gaptek? Isin lah karo wong tuwo lan dunyo. Jadilah dia bertanya-tanya dulu sebelum sampai didepan, supaya nggak malu-maluin. Supaya nggak dikira gaptek. Saya pun makin ndredeg waktu makin dekat dengan Vending Machine ini. Saya kan emoh kalau dibilang gaptek karena kelamaan nangkring didepan mesin itu. Dan ketika giliran saya…. Alhamdulillah tap tap tap beres!

Kesimpulan dari kejadian hari ini adalah pada masa transisi menuju sesuatu yang lebih modern, selalu ada orang-orang yang gagap disitu. Tipenya ada dua. Yang satu masih terbuka, berpikiran positif, mengakui kegagapannya dan mau mencoba. Yang satunya lagi ini yang agak … hmm ya begitulah. Yang tidak bisa, tidak mau belajar, lalu protes minta ide perubahan itu segera dibuang jauh-jauh. Bawa kemajuan atau nggak, peduli amat! Ya, warga Tangerang memang harus membiasakan diri dengan kehadiran Vending Machine ini. Inget aja slogan ini Pak, Bu: Cinta datang karena terbiasa!

Oh salah, maksud saya: Kita bisa karena terbiasa. Kalo udah cinta, bisa dan biasa, semua cepet kok. Kan enak toh bisa ngurusi keperluan diri sendiri tanpa harus melulu minta dilayani. Tap tap tap beres! Tapi sebelum sampai kesana, semoga Mas dan Mbak maintenance crew selalu sabar mbisiki petunjuk pada kami yang masih gaptek ini. Amiiinnn

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun