Mohon tunggu...
Hikmah Habibah
Hikmah Habibah Mohon Tunggu... -

hikmah adalah mahasiswa uin maliki malang di jurusan psikologi. Visit : http://hikmahhabibah.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Langit yang Tidak Berduka

9 Desember 2014   19:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:41 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari siang itu sangat memencarkan cahayanya di kota kalimantan yang terkenal panas karena garis katulistiwanya. Dan suatu desa yang tidak terlalu besar di desa parebok, desa ini sangat indah sekali, karena dikelilingi oleh kelapa-kelapa yang menjulur ke langit-lngit, dan banyak sekali buah-buah salak di dekat-dekat rumah desa itu. Disitu ada sebuah keluarga yang banyak sekali anak-anaknya dan cucunya, anaknya sekitar 12 anak tapi ada yang meninggal juga, keluarga itu sangat menyenangkan sekali dan ada ibu-ibu yang sangat manis sekali walaupun kulitnya hitam, ibu itu memanggil anaknya yang sedangnya bermain juga ditengah-tengah lumpur itu, anaknya sama hitamnya dengan ibunya. Ibunya saat itu mengajak anaknya ke hutan untuk mengambil daun-daun kelapa untuk mengambil lidinya dan dibuat sapu lidi tersebut, an sesekali ibunya tersebut memarahi anaknya karena lidinya dibuat main-main, tapi walaupun begitu dari raut wajah ibu yang manis itu ada sebuah kasih sayang yang besar terhadap anak tersebut. Sesampai pulang kerumahnya anak itu berlari keneneknya tersayang, nenek itu berkata “ khoi udah selesai membuat sapunya?”, dan ibu anak kecil berkata “ iya, mak sambil tersenyum”. Anak itu ternyata bernama hasanah dia berumur 4 tahun, sebuah nama yang sangat manis sekali seperti wajah ibunya yang sangat manis sekali.

Keesokan harinya ibunya hasanah pergi kehutan, namun saat itu hasanah sedang bermain dengan saudaranya di lumpur di tengah-tengah sungai yang agak kering, hasanah memang suka bermain disitu walaupun ibunya melarangnya karena dulu terjadi tiba-tiba air muncul dan hasanah hampir tenggelam dan untungnya saat itu ibu hasanah ada disitu. Tetapi walaupun ibunya melarang hasanah tetap bermain disitu, teman-temanya ana (hasanah) tiba-tiba mau pulang dan ahirnya ana menyusu di hutan saat itu, sesampai disana, ana menyapa ibu dan tetangga yang bkerja disitu juga, lalu ana pergi kerumah-rumahan disitu dan dia meminum air karena kehausan, tetapi sesudah minum itu ana merasa pusing dan jatuh pingsan, lalu ibunya ana dan tetangga kaget karena ana pingsan, “ khoi anakmua kenapa?”ibunya langsung menghampiri dan ibunya kaget karena dia menemukan gelas kosong yang tadi isinya minyak gas, ibunya panik dan membawa ana kerumah sakit bersama tetangganya yang langsung mengajak kerumah sakit, ana mengeluarkan busa dari mulutnya dan ibunya sangat panik sekali, tapi untungnya ana tidak apa-apa. Ayahnya panik juga karena baru tahu bahwa anaknya mengalami kecelakaan tersebut.

Ana sudah mulai baikan dan ibu, ayahnya mulai bisa membawa anaknya pulang kerumahnya itu. Tetapi walaupun seperti itu ana tetap main lagi bersama saudaranya dan teman- temannya. Dan ana juga keesokan harinya langsung bermain layangan dengan abang sepupunya yang bernama sihab, hasanah senang sekali tetapi lagi-lagi ada masalah bahwa ana melepaaskan layang-layangan abangnya, abangnya langsung marah “ kamu gimana sih ding (penyebutan ke adiknya) kok dilepasin, abang gimana mau buat layangan kesayangan abang lagi, abang benci sama ading karena sudah lepasin layang-layangan abang, abang mau minta gantinya ke ading (abangnya sambil mendorong ana)” dan ana menjawab “ ading gak sengaja bang, anginnya kencang jadi ading gak kuat yang mau megang terus,.. (tapi abangnya menyela dan memarahi adiknya dan terjadi perkelahian fisik antara abang dan ading tersebut). Di sebarang rumah ada ibunya ana dan ibunya abang yang lagi nyuci dan ikut bertengkar gara-gara masalah kecil itu dan tiba-tiba ada ayahnya ana ddan juga marah “ kamu sihab seharusnya mengerti adingnya, jangan langsung berkelahi gitu, kamu juga ana gak usah berkelahi, kamu perempuan kok sifatnya seperti laki-laki, tapi ibunya sihab tidak terima dan ahirnya ayahnya ana dan ibunya sihab bertengkar lau ayahnya ana nendang-nendang papan rumahnya itu, nendang barang yang ada disitu, lau neneknya mereka nangis karena masalah itu dan neneknya berkata “ mad nasir (ayahnya ana) kamu pergi dari rumah ini sekarang, kamu tidak menjaga sifat dan tingkah lakumu (nendang-nendang), kamu pergi sekarang” ibunya ana nangis-nangis dan ana dalam hatinya merasa bersalah karena masalah tersebut.

Dari permasalahan itu ayahnya ana minta maaf sama maknya dan maknya menyuruh anak laki-lakinya itu jangan dirumah ini takutnya ada pertengkaran lagi karena sifat kerasnya anaknya itu. Hari itu keluarga ana pergi ke rumah dekat jalan dekat dengan masjid, kolam ikan dibelakang rumahnya, ada juga jembatan di atas sungai yang tidak terlalu besar, dan dekat sama sekolahan dasar walaupun sama desanya rumah baru itu agak jauh mungkin sekitar 10 kilo dengan rumah nenek.

Dirumah itu ana dapat teman-teman baru dan cantik-cantik karena anak melayu biasanya putih-putih. Walaupun ana hitam tapi teman-temannya tetap senang bersama ana. Karena ana sendirian yang tidak sekolah dan ahirnya ana meminta ke ayahnya untuk ikutan sekolah sama teman-temannya, dan ahirnya ayahnya memperbolehkan anaknya ikutan skolah sama teman-temannya walaupun ana tidak berumur6 tahun.

Hari itu hari jum’at, ibunya ana beres-beres dan ana heran melihat orang tuanya seperti itu, dan ana bertanya “ ibu mau kemana?”, ibunya ana menjawab “ ana cepet beres juga, kita sekarang tidak disini lagi” ana tambah heran “ ibu, ayah kemana ? ayah tidak boleh ditinggal bu? Ana menjawab ibunya. Ayah lagi dimasjid nak, lagi solah jum’at. Ana yang masih berumur 4 tahun masih bingung tapi ana tidak tanya lagi karena rawut wajah ibunya sangat serius lag. Ibunya ana mengajak ana pergi dan ana merasa hawatir terhadap ayahnya, sesampai didepan toko, saudara-saudara ayah sudah disitu termasuk nenek saya dan beberapa menit kemudian ayahnya ana datang dengan wajah serius dan berkata kapada saudaranya dan entah apa yang dimaksud ayahnya ana tapi anak tidak mengerti perkataan ayahnya. Ibu dan ayahnya ana kembali kerumah dan sesampai dirumah ibunya ana melanjutkan beres-beresnya dan ayahnya ana pergi ketetangga melayunya, dan sesudah itu ana ditarik pergi kerumah neneknya dan pergi ktengah-tengah hutan. Pada saat itu Ana tidak faham dengan arti ini semuanya, tapi perasaannya tidak enak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun