Pemikiran dari seorang sastrawan Jawa abad ke-19, Ranggawarsita, telah memberikan bahan yang berharga dalam pengembangan pemikiran moral dan filosofis yang dalam dalam profesi kebudayaan Jawa. Pada saat yang sama, dipertimbangkan dalam dinamika otoritas Indonesia saat ini, nilai-nilai yang Ranggawarsita hubungkan di dalam wacan menciptakan etos yang relevan dan inspiratif untuk penyelesaian tantangan. Negara Indonesia, seperti yang ambil contoh dalam hal pemerintahan yang bersih, terbuka, dan jujur, memiliki berhasil implementasi konsep metafisis menurut pemahaman masyarakatnya. Dengan demikian, pemikiran autor Jawa merupakan kumpulan prinsip fundamental yang dapat digunakan dan bersifat relevan untuk sejauh mana kehidupan etatma sosial dalam republik modern Indonesia.
Ranggawarsita lahir pada tahun 1802 di Yogyakarta, dan ia dikenal sebagai salah satu sastrawan terkemuka pada zamannya. Karya-karya sastra beliau, seperti Serat Wedhatama dan Serat Jangka Jayabaya, tidak hanya mengandung nilai-nilai estetika tinggi, tetapi juga nilai-nilai moral dan filosofis yang dalam. Pemikiran Ranggawarsita tercermin dari pengalaman spiritual dan intelektualnya, yang terinspirasi oleh ajaran agama Hindu dan budaya Jawa yang kaya.Â
Pemikiran Ranggawarsita yang mendalam mengenai nilai-nilai moral dan filosofis telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam konteks kebudayaan Jawa pada abad ke-19. Salah satu nilai utama yang dipegang teguh oleh Ranggawarsita adalah keharmonisan dengan alam semesta. Baginya, kehidupan manusia seharusnya selaras dengan alam dan kosmos yang lebih besar. Konsep ini tidak hanya mengandung makna spiritual, tetapi juga menekankan pentingnya menjaga lingkungan hidup dan menggunakan sumber daya alam secara bijak untuk kesejahteraan bersama.
Selain keharmonisan, Ranggawarsita juga mengajarkan pentingnya kebijaksanaan dalam bertindak. Kebijaksanaan tidak hanya terbatas pada pengambilan keputusan yang tepat, tetapi juga mencakup cara berpikir dan berperilaku sehari-hari. Dalam konteks pemerintahan, kebijaksanaan dibutuhkan untuk menghadapi kompleksitas masalah yang ada dan memastikan keputusan yang diambil memberikan dampak positif bagi masyarakat secara luas. Ranggawarsita percaya bahwa kebijaksanaan yang baik akan membawa manfaat jangka panjang bagi stabilitas sosial dan kemajuan kolektif suatu bangsa.
Moralitas adalah salah satu pilar utama dalam pemikiran Ranggawarsita. Beliau menekankan pentingnya perilaku yang jujur, adil, dan bertanggung jawab dalam semua aspek kehidupan. Ini termasuk dalam pengelolaan pemerintahan dan penggunaan kekuasaan yang diberikan oleh rakyat untuk kepentingan bersama, bukan untuk keuntungan pribadi atau kelompok kecil. Pemikiran ini sangat relevan dalam situasi pemerintahan Indonesia saat ini, di mana tantangan korupsi masih menjadi masalah serius. Ranggawarsita memandang korupsi sebagai hasil dari kurangnya integritas dan moralitas dalam pengambilan keputusan, yang menyimpang dari nilai-nilai dasar yang dianutnya.
Pemikiran Ranggawarsita juga mencerminkan pemahaman yang dalam akan keterkaitan antara dimensi spiritual dan materi. Bagi beliau, kebijaksanaan dan moralitas tidak dapat dipisahkan dari spiritualitas dan pandangan filosofis tentang kehidupan. Hal ini memberikan landasan yang kuat untuk membangun pemerintahan yang tidak hanya efisien secara administratif, tetapi juga bermoral dan beretika. Dalam konteks Indonesia, ini memiliki implikasi langsung terhadap upaya membangun sistem pemerintahan yang lebih transparan, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Dengan melihat relevansi pemikiran Ranggawarsita dalam situasi pemerintahan Indonesia saat ini, beberapa aspek menjadi terang benderang. Pemberantasan korupsi tetap menjadi agenda krusial di Indonesia, dan pemikiran Ranggawarsita menawarkan landasan moral yang kuat untuk memerangi penyimpangan ini. Konsep kebijaksanaan dan tanggung jawab moral yang ditanamkannya dapat membantu dalam membangun budaya pemerintahan yang lebih bersih dan berintegritas.
Penguatan etika pemerintahan juga menjadi fokus penting dalam menghadapi tantangan ini. Pemikiran Ranggawarsita tentang keutamaan moral dan tanggung jawab sosial mendorong pengambil keputusan untuk lebih memprioritaskan kepentingan publik dan menjauhkan diri dari praktik-praktik yang merugikan masyarakat secara luas. Implementasi nilai-nilai ini dapat membentuk dasar yang kuat untuk membangun budaya organisasional yang lebih transparan dan akuntabel di semua tingkatan pemerintahan.
Dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, pemikiran Ranggawarsita tentang keharmonisan dengan alam semesta dapat memberikan panduan berharga. Menjaga keseimbangan ekosistem dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup menjadi prinsip yang harus diterapkan dalam kebijakan pembangunan. Konsep ini tidak hanya tentang keberlanjutan lingkungan, tetapi juga tentang keberlanjutan sosial dan ekonomi yang mencakup kepentingan jangka panjang bagi generasi mendatang.
Secara keseluruhan, pemikiran Ranggawarsita adalah sumber inspirasi yang penting dalam membangun pemerintahan yang lebih baik dan lebih beretika di Indonesia. Dengan memahami dan mengadopsi nilai-nilai yang terkandung dalam pemikiran beliau, diharapkan Indonesia dapat melangkah maju menuju tatanan pemerintahan yang lebih adil, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk kesejahteraan seluruh rakyatnya.
Pemikiran dari tiga era Ranggawarsita, yakni Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu, memiliki relevansi yang kuat terhadap masalah korupsi dan ekonomi di Indonesia karena mereka mengajarkan nilai-nilai yang esensial dalam pengelolaan kekuasaan, sumber daya, dan kehidupan masyarakat secara etis dan bijaksana.
Pertama, Kalasuba menegaskan pentingnya kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan. Ini tidak hanya mencakup teknis pengelolaan sumber daya, tetapi juga aspek moral untuk memastikan keputusan yang diambil menguntungkan kepentingan umum, bukan kepentingan sempit kelompok atau individu. Kekurangan kebijaksanaan ini dapat membuka pintu bagi korupsi, di mana keputusan didasarkan pada motif pribadi yang mengabaikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, terutama dalam konteks ekonomi yang sering kali menghadapi alokasi anggaran yang tidak efisien dan tidak transparan.
Kedua, Katatidha menekankan integritas dan tanggung jawab sosial dalam tindakan manusia. Nilai-nilai ini sangat relevan dengan masalah korupsi di Indonesia, di mana penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi sering kali mengorbankan moralitas dan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya publik. Korupsi seperti suap atau nepotisme sering merugikan distribusi kekayaan negara dan memperlambat pembangunan yang merata, menciptakan ketimpangan sosial dan ekonomi yang lebih dalam.
Ketiga, Kalabendhu mengajarkan kecerdasan dan strategi dalam menghadapi tantangan kehidupan. Konsep ini berhubungan langsung dengan masalah ekonomi di Indonesia, di mana kebijakan ekonomi yang tidak matang dapat mengarah pada ketidakstabilan dan ketidakpastian ekonomi yang merugikan. Tanpa strategi yang baik dalam pengelolaan sumber daya dan perencanaan ekonomi, Indonesia rentan terhadap praktik korupsi yang merugikan pembangunan yang berkelanjutan.
Pemikiran dari tiga era Ranggawarsita, yakni Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu, memiliki relevansi yang dalam dengan kejadian korupsi di Indonesia pada tahun 2024. Pertama, konsep kebijaksanaan dari Kalasuba menyoroti pentingnya pengambilan keputusan yang bijak dan seimbang dalam pemerintahan. Ketidakseimbangan ini bisa menciptakan peluang bagi korupsi, di mana keputusan dibuat berdasarkan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, bukan demi kepentingan publik secara luas. Kebijaksanaan yang kurang bisa memicu praktik korupsi seperti penyalahgunaan wewenang dan pemborosan sumber daya negara.
Kedua, nilai-nilai etika dan tanggung jawab sosial dari era Katatidha menekankan pentingnya integritas dan moralitas dalam perilaku publik dan pemerintahan. Korupsi sering terjadi karena kurangnya integritas dalam mengemban tugas publik, seperti penyalahgunaan dana publik untuk kepentingan pribadi atau praktik suap. Dengan memperkuat nilai-nilai etika yang ditekankan oleh Katatidha, diharapkan dapat membangun budaya pemerintahan yang lebih transparan, akuntabel, dan bersih dari korupsi di Indonesia pada tahun 2024.
Tiga era Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu menampilkan nilai-nilai yang memiliki relevansi mendalam dengan praktik korupsi di Indonesia, terutama dalam konteks pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Setiap era ini mengajarkan konsep dan nilai yang mampu secara langsung mempengaruhi sikap dan perilaku terkait korupsi. Berikut adalah beberapa alasan yang menjelaskan mengapa ketiga era ini dan korupsi di Indonesia memiliki keterkaitan yang signifikan:
Kebijaksanaan (Kalasuba): Kalasuba dianggap sebagai tokoh mitologis yang melambangkan kebijaksanaan dan keseimbangan alam dalam tradisi Jawa. Konsep kebijaksanaan yang dipegang teguh oleh Kalasuba menekankan pentingnya pengambilan keputusan yang bijak dan berimbang. Dalam konteks pemerintahan modern, kebijaksanaan sangat diperlukan untuk mengelola sumber daya negara dengan efisien dan adil. Ketika keputusan diambil tanpa mempertimbangkan kebijaksanaan ini, risiko terjadinya korupsi meningkat karena kepentingan pribadi atau kelompok dapat mendominasi atas kepentingan bersama.
Etika dan Tanggung Jawab Sosial (Katatidha): Konsep Katatidha dalam filsafat Jawa menekankan perilaku etis, kejujuran, dan tanggung jawab sosial sebagai bagian integral dari kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai ini membentuk dasar moral yang kuat dalam mencegah praktik korupsi. Korupsi sering kali melibatkan tindakan tidak etis seperti penyalahgunaan kekuasaan atau penggunaan sumber daya publik untuk kepentingan pribadi. Dengan memperkuat nilai-nilai etika dan tanggung jawab sosial, masyarakat dapat lebih mampu menolak praktik korupsi dan memastikan integritas dalam pengelolaan negara.
Kecerdasan dan Strategi (Kalabendhu): Kalabendhu dikenal sebagai figur yang mengajarkan kecerdasan dan strategi dalam menghadapi tantangan kehidupan. Dalam konteks pengelolaan pemerintahan, kecerdasan ini diperlukan untuk merencanakan kebijakan yang efektif serta mengelola sumber daya secara efisien. Praktik korupsi sering kali terjadi karena kurangnya strategi yang baik dalam pengelolaan keuangan negara atau karena keputusan yang dibuat tanpa pertimbangan yang matang. Dengan mengadopsi konsep kecerdasan dan strategi ala Kalabendhu, pemerintah dapat mengurangi celah bagi praktik korupsi yang merugikan masyarakat.
Ketiga era Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu memberikan fondasi filosofis yang kaya dan nilai-nilai yang relevan dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas di Indonesia. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai ini dalam kebijakan publik dan praktek pemerintahan, Indonesia dapat menguatkan upaya pencegahan korupsi, meningkatkan transparansi, serta membangun budaya organisasi yang kuat dan beretika. Oleh karena itu, pemahaman dan penerapan nilai-nilai dari ketiga era ini tidak hanya relevan, tetapi juga krusial untuk menghadapi tantangan korupsi secara efektif dalam pembangunan negara yang berkelanjutan dan inklusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H