Forensik akuntansi merupakan disiplin yang berkembang pesat dalam menanggapi kebutuhan untuk mengungkap, mencegah, dan menangani kecurangan yang semakin kompleks dan terorganisir dalam konteks bisnis dan keuangan. Secara khusus, investigasi kecurangan sering kali mengandalkan bukti-bukti dokumen yang dapat mengungkapkan pola-pola yang tidak wajar atau tidak sah dalam catatan keuangan suatu entitas.
Proses pembuktian dalam forensik akuntansi melibatkan tahapan-tahapan penting seperti pengumpulan bukti, analisis forensik, verifikasi keaslian, dan penyusunan kasus. Langkah-langkah ini tidak hanya bertujuan untuk mengumpulkan bukti yang cukup kuat untuk mendukung dugaan kecurangan, tetapi juga untuk memastikan bahwa proses investigasi berjalan sesuai dengan standar etika dan hukum yang berlaku.
Argumentasi logika memainkan peran sentral dalam menyusun kasus kecurangan yang kuat. Hal ini melibatkan penggunaan bukti-bukti yang dikumpulkan secara sistematis untuk menunjukkan hubungan sebab-akibat yang jelas antara peristiwa dan dugaan kecurangan yang diselidiki. Melalui argumentasi yang kohesif dan konsisten, investigator dapat menjelaskan secara persuasif bagaimana bukti-bukti tersebut mendukung kesimpulan bahwa kecurangan telah terjadi.
Di dalam buku Forensic Accounting and Fraud Investigation yang ditulis oleh Howard Silverstone, Stephen Pedneault, Michael Sheetz dan Frank Rudewicz (3rd edition), menyajikan investigasi kecurangan memerlukan pendekatan metodis dan terstruktur dalam mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan bukti-bukti. Proses pembuktian dalam forensik akuntansi melibatkan langkah-langkah penting seperti:
Proses Pembuktian
Proses pembuktian dalam konteks hukum dilakukan melalui inferensi. Inferensi-inferensi ini, yang dibangun dalam rangkaian, harus mengarah secara logis dari titik A ke titik B. Kekuatan atau kelemahan dari inferensi-inferensi ini menentukan kekuatan atau kelemahan dari sebuah kasus hukum. Dalam argumen hukum, inferensi adalah efek persuasif dari setiap bukti individu. Dari keberadaan item bukti, juri dapat menginferensikan bahwa suatu fakta akhir ada. Dengan demikian, pembuktian dapat dianggap sebagai total efek bersih dari inferensi-inferensi yang telah diambil. Dalam kata lain, dari bukti mengalir inferensi, dan dari inferensi yang digabungkan mengalir kesimpulan. Dalam konteks hukum, kesimpulan menghasilkan bukti, kemampuan untuk membuktikan suatu fakta akhir bergantung sepenuhnya pada kekuatan inferensi, bukan pada bukti itu sendiri. Ini berlaku karena tidak peduli dengan sifat atau volume bukti yang disajikan, jika inferensi yang diambil salah atau lemah, kita tidak dapat mencapai kesimpulan yang diinginkan. Konsep ini mungkin baru bagi beberapa investigator. Perbedaannya halus, namun sangat penting. Dengan membawa perbedaan kritis ini ke dalam pemikiran sadar Anda, kami berharap membantu Anda mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana cara membuktikan kasus Anda. Hasilnya akan menjadi investigasi yang lebih baik dan lebih terfokus.
- Inferensi, dalam hukum, bukti kejahatan didasarkan pada inferensi. Inferensi ini memerlukan rantai logika yang dibangun satu per satu untuk menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan mengenai kesalahan.
- Relevensi, bagian relevansi ini adalah bahwa bukti dianggap relevan jika dapat membantu membuktikan atau membantah suatu isu yang sedang dipertentangkan.Â
Dalam hal ini, pemahaman penuh tentang bagaimana membangun rantai logika ini menjadi penting bagi investigator untuk memahami dasar argumen hukum. Terdapat dua bentuk argumen logis yang dominan dalam pembuktian hukum, yaitu deduktif dan induktif. Pemahaman yang mendalam tentang kedua bentuk ini membantu investigator dalam membangun argumen hukum yang kokoh dan persuasif.
Logika Argumen
Dalam investigasi forensik akuntansi, logika argumen memainkan peran sentral dalam membangun kasus kecurangan yang kuat. Argumen deduktif dan induktif digunakan untuk menghubungkan bukti-bukti secara sistematis dan persuasif untuk mendukung kesimpulan bahwa kecurangan telah terjadi. Pentingnya logika argumen adalah untuk memastikan bahwa setiap bukti yang disajikan memiliki konsistensi dan relevansi dalam mendukung dugaan kecurangan. Dalam konteks investigasi kecurangan, bukti-bukti tersebut harus mampu mengatasi uji logis yang ketat dan aturan-aturan hukum yang berlaku.
- Argumen Deduktif, merupakan bentuk argumentasi yang bergerak dari umum ke khusus, sering disebut sebagai "top-down" logic. Argumentasi ini menggunakan syllogism untuk menghasilkan kepastian matematis. Sebuah deduktif argument terdiri dari tiga pernyataan minimal: premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Premis mayor adalah pernyataan umum yang berhubungan dengan kategori, sedangkan premis minor adalah pernyataan tentang kasus spesifik yang tercakup dalam premis mayor. Kesimpulan harus mengikuti secara alami dari hubungan premis mayor dan minor. Kekuatan dari sebuah deduktif argument terletak pada kebenaran premis mayor dan minor. Meskipun argumentasi yang sound tidak menjamin kebenaran kesimpulan, kebenaran premis mayor dan minor akan menghasilkan kesimpulan yang benar.
- Argumen Induktif, berbeda dengan deduktif, tidak dirancang untuk menghasilkan kepastian matematis. Argumentasi induktif menggunakan serangkaian observasi untuk mencapai kesimpulan. Bentuk paling umum dari argumentasi induktif adalah induksi melalui enumerasi atau generalisasi. Argumentasi ini sering kali terkena hasty generalization atau eksklusi, dimana kesimpulan yang dicapai tidak didukung oleh bukti yang cukup atau mengabaikan alternatif penting dalam rantai argumentasi.
- Argumen Induktif vs Deduktif dalam Pembuktian Kasus, induktif dan deduktif memiliki kemiripan yang besar dalam struktur argumentasi, dengan perbedaan utama terletak pada arah pernyataan argumen. Dalam proses pembuktian hukum, argumentasi induktif sering digunakan karena memungkinkan penyampaian fakta spesifik (bukti) untuk mencapai kesimpulan umum (kesalahan atau kesalahan). Meskipun demikian, baik deduktif maupun induktif dapat digunakan untuk membangun kasus hukum, tergantung pada alur pemikiran yang ingin disampaikan.
Penting bagi investigator untuk menghindari jatuh ke dalam fallasi umum seperti generalisasi terburu-buru dan eksklusi dalam menggunakan logika induktif. Kesalahan dalam inferensi dapat merusak kekuatan sebuah argumentasi hukum. Memahami dan mengelola inferensi yang terlibat dalam penyelidikan adalah kunci untuk membangun kasus yang kuat dan meyakinkan di hadapan pengadilan.
Bukti melalui Inferensi
Proses penentuan bukti dalam investigasi hukum melibatkan penilaian terhadap inferensi yang dibuat dari bukti yang ada. Inferensi dapat bervariasi dari lemah hingga kuat tergantung seberapa jelas hubungan inferensial yang dapat ditarik dari keberadaan bukti. Inferensi yang lemah terjadi ketika loncatan dari bukti ke kesimpulan sangat besar. Sebaliknya, inferensi yang kuat terjadi ketika loncatan dari bukti ke kesimpulan sangat pendek.Â
- Inferensi Terselubung, investigator dalam kasus hukum tidak hanya berkutat pada inferensi eksplisit yang mereka ajukan secara langsung. Ada juga inferensi tersirat atau tersembunyi yang menjadi perhatian penting bagi investigator kriminal. Inferensi tersirat ini tidak secara langsung diajukan oleh bukti yang ada tetapi muncul sebagai bagian dari konteks yang lebih luas.Â
- Generalisasi, merupakan bentuk inferensi tersirat yang umumnya diterima oleh banyak orang. Contohnya adalah asumsi umum bahwa objek yang jatuh akan jatuh ke bawah karena gravitasi. Dalam konteks hukum, generalisasi ini dapat menjadi berbahaya jika tidak dikelola dengan hati-hati.
Sebagai contoh nyata kecurangan akuntansi yang melibatkan aplikasi proses pembuktian dan argumentasi logika pada bukti dokumen kecurangan adalah kasus penggelapan dan pemalsuan laporan keuangan yang melibatkan salah satu perusahaan besar di Indonesia, seperti:
Kasus: Penggelapan dan Pemalsuan Laporan Keuangan
Sebuah perusahaan besar di sektor perdagangan umum mengalami penurunan kinerja yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Manajemen perusahaan, dengan tujuan untuk menutupi kinerja yang buruk dan mempertahankan citra positif di pasar, terlibat dalam penggelapan dan pemalsuan laporan keuangan.
Proses Pembuktian dan Argumentasi Logika:
- Bukti Dokumen
- Laporan Keuangan Tahunan: Awalnya, laporan keuangan tahunan yang diaudit menunjukkan kinerja yang cukup baik. Namun, dalam pemeriksaan lebih lanjut, auditor menemukan inkonsistensi dan keanehan dalam transaksi dan pencatatan.
- Bukti Transaksi: Auditor menemukan bahwa ada transaksi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Misalnya, terdapat pembelian besar-besaran dari pemasok tertentu yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan operasional riil perusahaan.
- Proses Pembuktian
- Analisis Transaksi: Auditor melakukan analisis mendalam terhadap transaksi-transaksi yang dicurigai. Mereka mengidentifikasi bahwa sejumlah besar faktur dan bukti pembayaran palsu atau digunakan kembali dari tahun sebelumnya untuk menciptakan kesan pertumbuhan penjualan yang tidak nyata.
- Pelacakan Dokumen: Auditor melakukan pelacakan dokumen untuk memverifikasi keaslian dan keabsahan transaksi. Mereka menemukan bahwa sebagian besar dokumen yang digunakan untuk mendukung transaksi besar-besaran tidak dapat diverifikasi keberadaannya di pihak ketiga yang bersangkutan.
- Argumentasi Logika
- Deduktif: Auditor menggunakan deduksi untuk mengaitkan bukti-bukti palsu atau tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan kehadiran manajemen tertentu yang berwenang menyetujui transaksi tersebut. Mereka menyimpulkan bahwa tidak mungkin transaksi-transaksi besar ini terjadi tanpa pengetahuan atau keterlibatan manajemen tingkat atas.
- Induktif: Dari serangkaian observasi dan temuan, auditor mengembangkan generalisasi bahwa terdapat pola yang mengindikasikan praktik penggelapan dan pemalsuan laporan keuangan yang sistematis. Mereka menggunakan bukti-bukti spesifik untuk membangun argumen bahwa praktik ini dilakukan dengan sengaja untuk menyesatkan pemegang saham dan publik.
- Kesimpulan dan Tindakan Hukum
- Penyampaian Hasil Audit: Auditor mengkomunikasikan temuan mereka kepada dewan direksi dan manajemen perusahaan. Mereka menjelaskan bahwa bukti-bukti yang ditemukan menunjukkan adanya dugaan serius atas penggelapan dan pemalsuan laporan keuangan.
- Tindakan Hukum: Berdasarkan temuan auditor, otoritas hukum dan regulasi di Indonesia dapat mengambil tindakan untuk menyelidiki lebih lanjut, meminta klarifikasi dari manajemen, dan mengadakan pengadilan jika ditemukan cukup bukti untuk mendukung tuduhan kecurangan.
Kasus ini menunjukkan pentingnya aplikasi proses pembuktian dan argumentasi logika dalam mengungkap dan menangani kecurangan akuntansi. Auditor menggunakan bukti dokumen untuk membangun rantai inferensial yang kuat, mulai dari identifikasi transaksi yang mencurigakan hingga pengaitan ke manajemen tingkat atas. Kesadaran akan pentingnya pengelolaan bukti dokumen yang valid dan analisis logis dalam proses audit sangat penting untuk mencegah dan mengungkap praktik kecurangan seperti ini di masa depan.
Daftar Pustaka
Silverstone, Howard, Stephen Pedneault, Michael Sheetz, dan Frank Rudewicz. (2012). Forensic Accounting and Fraud Investigation (3rd Edition). United States of America: CPE Edition.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H