Mohon tunggu...
Hikmah Maulida
Hikmah Maulida Mohon Tunggu... Lainnya - Hikmah Maulida

Nama : Hikmah Maulida Asal : Jember Jawa timur Pendidikan : IAIN JEMBER

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Aliran Murji'ah Tidak Mengkafirkan Pelaku Dosa Besar

2 Oktober 2018   14:32 Diperbarui: 2 Oktober 2018   14:36 2460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aliran Murji'ah tidak mengkafirkan Pelaku Dosa Besar

Pengertian Murji'ah

Sebagai reaksi terhadap paham khawarij yang memandang pelaku dosa besar telah kafir, muncul kelompok yang berpendapat sebaliknya, bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin, tidak menjadi kafir. Kelompok ini diberi nama Murji'ah.

Kata Murji'ah berasal dari kata arja'a-irja', yang mempunya dua macam arti. Pertama, diartikan "menunda atau membelakangkan". Kedua, berarti "memberi pengharapan". Kedua arti ini mempunyai relevansi dengan apa yang tergambar dari pemikiran aliran ini. Diartikan menunda, karena mereka menunda keputusan tentang status pelaku dosa besar tersebut sampai hari kiamat oleh Allah sendiri. Dan dapat pula diartikan mengebelakangkan, karena mereka secara konsepsional meletakkan amal dibelakang dan i'tikad. Adapun artinya memberi pengharapan, karena mereka memberikan harapan kepada pelaku dosa besar supaya diampuni dan masuk surga. Syahristani menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Al-Milal wa an-Nihal (buku tentang aliran agama dan sekte-sekte keagamaan dan filsafat) bahwa orang yang pertama membawa aliran Murji'ah itu adalah Gailan ad-Dimasyqi.

Persoalan yang memicu Murji'ah untuk menjadi teologi tersendiri berkaitan dengan penilaian mereka terhadap pelaku dosa besar. Menurut mereka manusia tidak berhak untuk menghakimi seseorang yang melakukan dosa besar, tetapi yang berhak yaitu hanya Allah swt.

Pemikiran paham ini tentang dosa besar berimplikasi pada masalah keimanan seseorang. Menurut paham ini, orang beriman yang melakukan dosa besar tetap dapat di sebut orang mukmin, dan perbuatan dosa besar tidak memengaruhi kadar keimanannya. 

Alasannya, keimanan merupakan keyakinan hati dan tidak ada kaitannya dengan perkataan atau perbuatan. Selama seseorang itu masih mempunyai keimanan didalam hatinya, apapun perbuatan atau perkataannya, maka ia tetap dikatakan sebagai mukmin bukan kafir.

Sejarah berdirinya Murji'ah

Latar belakang munculnya aliran Murji'ah yaitu persoalan politik (kekhalifahan). Setelah terbunuhnya khalifah Usman bin Affan, umat Islam terpecah dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok Ali dan Mu'awiyah.

Kelompok Ali lalu terpecah lagi menjadi dua golongan, yaitu Syiah dan Khawarij. Ketika berhasil mengungguli dua kelompok lainnya, yaitu Syiah dan Khawarij, dalam merebut kekuasaan, kelompok Muawiyah lalu membentuk Dinasti Umayyah. Syiah dan Khawarij bersama-sama menentang kekuasaannya. 

Syiah menentang Mu'awiyah karena menuduh Mu'awiyah merebut kekuasaan yang seharusnya milik Ali dan keturunannya. Sementara itu Khawarij tidak mendukung Mu'awiyah dikarenakan ia dinilai menyimpang dari ajaran Islam. Dalam pertikaian antara ketiga golongan tersebut terjadi saling mengkafirkan. Di tengah-tengah pertikaian ini muncul sebagian orang yang tidak ingin terlibat dalam pertentangan politik yang terjadi. Kelompok inilah yang kemudian berkembang menjadi golongan Murji'ah. Dalam perkembangannya, golongan ini ternyata tidak dapat melepaskan diri dari permasalahan teologis yang muncul di zamannya. Waktu itu terjadi perdebatan mengenai hukum orang yang berdosa besar. Pemahaman kaum Murji'ah bertolak belakang dengan kaum Khawarij yang mengatakan bahwa pelaku dosa hukumnya adalah kafir.

Golongan Murji'ah berpendapat bahwa yang terpenting dalam kehidupan beragama adalah aspek iman dan kemudian amal. Jika seseorang masih beriman berarti dia tetap mukmin, bukan kafir, kendatipun ia melakukan dosa besar. Adapun hukuman bagi dosa besar itu terserah kepada Allah, akan ia ampuni atau tidak. Pendapat ini menjadi doktrin ajaran Murji'ah.

Doktrin-doktrin firqoh Murji'ah secara umum:

- Penangguhan hukum pada orang Islam yang berdosa besar atau kecil sampai hari kiamat dan hanya Allah yang berhak menghukumnya.

- Tidak  boleh mengkafirkan seseorang, walau melakukan dosa besar selama masih memeluk Islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat.

- Iman sebagai Aqidah yang terletak di dalam hati.

- Dosa dan maksiat tidak menghilangkan iman seseorang. Ia masih mukmin dan berhak masuk surga

Sekte Murji'ah

Para ahli lazim membedakan kaum Murji'ah ini dalam dua golongan, yaitu Murji'ah moderat dan Murji'ah ekstrem. Pembagian ini didasarkan kepada pendapat mereka tentang iman dalam hubungannya dengan amal. Seluruh Murji'ah sepakat bahwa kemaksiatan pada dasarnya tidak menghapus amal.

Golongan moderat berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal dalam neraka. Ia akan dihisap nanti diakhirat, mungkin dihukum dalam neraka sesuai dengan dosanya dan mungkin pula diampuni sehingga tidak masuk neraka. Pendapat ini identik dengan pandangan mayoritas muslimin.

Adapun golongan Murji'ah ekstrem :

Al-Jahmiyah, pengikut Jahm Ibn Shafwan, berpendapat bahwa orang yang telah beriman melalui hati tidak akan menjadi kafir, walaupun secara lisan ia menyatakan kekufuran atau dalam tindakan ia menyembah berhala, melaksanakan ajaran agama Yahudi dan Nasrani, dan menyembah salib. Orang yang demikian bila mati, ia tetap mati dalam keadaan beriman dan menjadi penghuni surga.

Al- Yunusiyah adalah pengikut Yunus Ibn 'Aun al-Namiri. Sekte ini berpendapat bahwa iman adalah mengenal Allah, tunduk kepada-Nya, dan mencintai-Nya melalui hati. Bagi mereka, ketaatan tidak termasuk unsur iman. Oleh sebab itu, ketidaktaatan tidak merusak iman dan seseorang tidak disiksa karenanya selagi imannya benar-benar murni dan penuh keyakinan. Iblis, demikian menurut mereka, mengetahui Allah Yang Esa, namun ia kafir karena kesombongannya. Kemaksiatan tidak menyebabkan rusaknya iman seseorang dan tidak mendatangkan mudarat baginya. Seorang mukmin masuk surga karena keikhlasannya dan kecintaannya, bukan karena amal dan ketaatannya.

Al- Ubaidiah, pengikut 'Ubaid al-Mukta'ib, dosa selain syirik pasti diampuni. Seorang hamba meninggal dalam keadaan berakidah tauhid tidak disiksa atas dosa-dosa dan kejahatan yang pernah ia kerjakan.

Al-Ghassaniah , kelompok Ghassan Al kufi, jika seseorang mengatakan "saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini", maka orang tersebut tetap mukmin bukan kafir.

Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan, sedangkan kufur tidak mengetahui Tuhan. Sholat bukan merupakan ibadah kepada Allah, yang disebut ibadah adalah iman kepada Allah dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa, dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.

Al-Tsaubaniah, kelompok Abu Tsauban, bahwa iman adalah mengetahui dan mengakui Allah dan para rasul-Nya. Semua, yang oleh akal tidak boleh dikerjakan dan boleh dikerjakan tidak termasuk kategori iman.

(Panduan Ilmu Kalam Program Studi Islam,Drs.A.Hadlari Moechtar,hal 84-87, Study Ilmu Kalam,Dr. Suryan A. Jamrah, M.A.,hal 117-122, Aliran-aliran Kalam/Teologi Dalam Sejarah Pemikiran Islam,Drs.H.Mawardy Hatta, M.ag.,hal 76-80)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun