Menurut Afzalur Rahman sebagaimana dikutip A. Jazuli dan Yadi Yanwari, bahwa akad yang terjadi di reksadana syari'ah antara pemilik modal (rab al-mal) dengan manajer investasi ('amil) digunakan akad mudharabah, yakni kontrak kemitraan (partnership) yang berdasarkan pada prinsip pembagian hasil dengan cara seseorang memberikan modalnya kepada pihak lain untuk diinvestasikan dengan kedua belah pihak membagi ke untungan atau memikul kerugian sesuai dengan ke sepakatan bersama.
Fatwa DSN (Dewan Syari'ah Nasional) MUI No. 20/DSNMUI/IX/2000 mendefinisikan Reksa Dana Syari'ah sebagai Reksa Dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syari'ah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagia milik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
- Obligasi Syariah
Obligasi berasal dari bahasa Belanda yaitu Obligatie yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan obligasi yang berarti kontrak. Dalam Keputusan Presiden RI Nomor 775/KMK 001/ 1982 disebutkan bahwa obligasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan hutang atas pinjaman uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-kurangnya tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga yang jumlah serta saat pembayarannya telah ditentukan terlebih dahulu oleh emiten (Badan Pelaksana Pasar Modal).
Secara umum, obligasi merupakan surat hutang yang dikeluarkan oleh perusahaan kepada investor dengan janji membayar bunga secara periodik selama periode tertentu, serta membayar nilai nominalnya pada saat jatuh tempo. Para investor tersebut akan mendapatkan return dalam bentuk suku bunga tertentu, yang besarnya sangat bervariasi dan sangat tergantung pada bisnis penerbitannya. Pemegang obligasi mempunyai hak mendapatkan bunga yang tetap sesuai dengan kesepatakan, hak pengembalian nilai atau harga obligasi pada saat habis masanya dan hak untuk mengedarkan menjual pada orang lain.
Dalam konteks muamalah dalam Islam, obligasi pada umum nya dinisbatkan pada istilah "berhutang", atau "hutang-piutang". Dalam bahasa Arab, "hutang" atau al-dayn merupakan sesuatu yang berada dalam tanggung jawab orang lain. Menurut pandangan sebagian fuqaha (ulama Hanafiyah), hutang bukanlah termasuk harta (al-mal) yang boleh diperdagangkan, karena harta hanya terdiri dari pada 'ayn (benda) yang dapat disimpan, dimiliki dan dikuasai. Akibat dari semua ini dapat dipahamkan bahwa manfaat bukan termasuk kepada harta. Karena itu, menurut golongan ini harta tidak dapat dibagi kepada 'ayn dan dayn. Semua hutang yang masih berada dalam tangan orang yang berhutang dikatakan hak bagi orang yang mempunyai hutang dan dikatakan iltizam (taklif atau beban hutang) bagi yang berhutang. Demikian pula dayn disebut juga dengan wasfu aldzimmah (sesuatu yang mesti dilunasi atau diselesaikan
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional NO: 32/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syari'ah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
- Deposito Syariah
Deposito Syariah adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan Bank Syariah dan UUS. Bank syariah menerapkan akad mudharabah untuk deposito. Seperti halnya tabungan, dalam hal ini nasabah (deposan) bertindak sebagai shabibul maal dan Bank selaku mudharib. Di dalam akad ini disyaratkan adanya tenggang waktu antara penyetoran dan penarikan agar dana itu bisa diputarkan. Tenggang waktu ini merupakan salah satu sifat deposito, bahkan dalam deposito terdapat pengaturan waktu seperti 1 bulan, 3 bulan, dan seterusnya.
- Emas
Nilai tukar rupiah dibandingkan nilai mata uang kertas lain saja cenderung melemah atau mengalami penurunan. Jika dibandingkan dengan harga emas yang cenderung terus mengalami kenaikan, maka investasi pada logam mulia emas kemungkinan besar akan lebih menguntungkan. Adapun beberapa bukti sejarah dalam Al-Quran yang mengatakan dan dapat menguatkan pernyataan bahwa harga emas (Dinar) dan perak (Dirham) adalah tetap, sedangkan mata uang lain akan terus mengalami penurunan.
Maka dari itu bisa dikatakan bahwa investasi uang kurang menguntungkan karena uang terpengaru oleh inflasi dan fungsi atau nilai tukar serta nilai daya belinya semakin lama semakin menurun. Sedangkan investasi emas pada zaman Rasulullah sampai sekarang tidak berubah dan tidak terpengaruh oleh inflasi sehinggah, yang berubah hanyalah daya beli emas dengan menggunakan uang kertas. Sehinggah dapat disimpulkan bahwasanya investasi emas lebih menguntungkan dibanding inestasi uang. Mayoritas penduduk indonesiaa sudah mengenal investasi emas, karena tidak sulit, dapat dilakukan oleh semua lapisan masyarakat, mudah dibeli dan investasi emas ini termasuk invetsasi yang aman, karena harga emas cenderung stabil bukan mengalami kenaikan serta investasi emas bukan spekulasi karena investasi emas adalah investasi jangka panjang.
hikma ulvia & suci faradillah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H