Mohon tunggu...
HIJRASIL
HIJRASIL Mohon Tunggu... Administrasi - pemula

menjadi manusia seutuhnya

Selanjutnya

Tutup

Money

Asimetris Kerja Sama Ekonomi Tiongkok-Indonesia

31 Januari 2018   14:24 Diperbarui: 2 Februari 2018   00:15 2831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak terbentuk kerjasama regional antara Negara tiongkok dan ASEAN atau ASEAN --China free Trade Area (ACFTA) Secara formal pada tanggal 29 N0vember 2004, secara legal telah termuat perjanjian kerja sama ekonomi di bidang perdagangan antara Negara-negara di ASEAN dan Cina (ACFTA). 

Melalui perjanjian kerjasama ekonomi sirkulasi perdagangan antara Negara ASEAN dan cina akan memberikan gairah baru bagi pasar perdagangan. Adanya kerjasama ekonomi secara otomatis kran-kran ekspor maupun impor yang selama ini tersumbat akan masuk periodesasi  baru yaitu sebuah periode liberalisasi dimana segala hambatan yang selama ini menghambat kegiatan perdagangan dan membuat kaku bagi pasar menjadi lebih fleksibel. 

Konteks Indonesia, dengan adanya kerjasama ekonomi Negara ASEAN-CHINA sudah barang tentu akan menciptakan pasar baru bagi ekspor komoditas Indonesia sekaligus memberikan tambahan devisa bagi Negara bila dilihat dari output ekonomi. Latar belakang dari terbentuknya kerjasama ini lebih pada aspek menciptakan pasar perdagangan dan investasi yang bebas dari segala macam hambatan, baik itu dari tariff maupun non-tarif. Serta mengurangi kesenjangan pembangunan di antara Negara-negara anggotanya. Lantas pasca perjanjian kerjasama ekonomi ASEAN-CHINA (ACFTA) bagaimana outputnya bagi perdagangan Indonesia-China! Tulisan ini sengaja diangkat untuk melihat lebih jauh bagaimana dinamika perdagangan China-Indonesia pasca perjanjian kerjasama ekonomi.

Orientas Ekonomi politik Negara, dalam kerjasama regional tak lain adalah menggenjot pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di dalam negeri, kerjasama adalah bentuk sarana yang di pakai dalam mengatasi problem perdagangan. Tentunya kerjasama yang dibangun haruslah kerjasama yang saling menguntungkan antara kedua Negara.

Indonesia pasca kerja sama Negara-negara ASEAN-CHINA (ACFTA) mencatat nilai ekspor ke China dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2016 nilai ekspor ke china sebesar USD 16. 790,8 (dalam juta US$),dengan volume ekspor sebanyak 130. 404,2 ton. Meningkatnya nilai dan volume ekspor tentunya memberikan pendapatan devisa bagi Indonesia, meskipun begitu angka ini masih kecil dari tahun 2013 yang mencatat volume ekspor 284 601,82 ton dengan nilai ekspor US$ 22 601,5. 

Perbedaan volume dan nilai ekspor antara tahun 2016 dan 2013 tentunya adalah karena factor ekonomi dalam negeri masing-masing sehingga menyebabkan adanya penurunan volume ekspor. Sedangkan impor Indonesia yang datang dari china pada tahun 2016 sendiri mencatat nilai impor sebesar US$ 30.800.5 dengan volume 21 907,3 ton.

Bila di refleksikan kembali hubungan perdagangan Indonesia, ada perbedaan besar pada pada nilai ekspor impor antara kedua Negara, yaitu adanya kesenjangan yang jauh antara nilai impor dan ekspor, dimana dalam perdagangan dengan Indonesia, cina menerima surplus yang besar dari perdagangan dengan indonesia atau bila dilihat dari nilai impor yang masuk ke Indonesia nilainya lebih besar dua kali lipat dari pada nilai ekspor Indonesia ke tiongkok, artinya Indonesia Indonesia mengalami defisit yang cukup lebar. 

Selain itu cina, pasca adanya kerja sama dengan Negara ASEAN khususnya Indonesia nilai perdagangan yang dihasilkan cina dari tahun ke tahu pasca kerja sama ekonomi di bidang perdagangan terus mengalami peningkatan atau mengalami surplus.

Analisis kritis dari kerja sama ekonomi di bidang perdagangan dengan tiongkok, nilai impor dan ekspor yang tidak seimbang mengindikasikan lebih menguntungkan tiongkok di banding Indonesia, sehingga ekspektasi akan terciptanya kerja sama yang saling menguntungkan masih jauh dari panggang api. 

Untuk itu, Negara dalam hal ini pemerintah sebagai eksekutor kebijakan harus melihat kembali hubungan kerja sama dengan tiongkok. Bila direfleksikan kembali proses kerja sama ASEAN-CHINA (ACFTA), Cina sebagai Negara besar dengan kekuatan ekonomi yang besar tentu mendapat keuntungan yang besar dari proses kerja sama, instrument kerja sama dan liberalisasi ekonomi yang bebas hambatan adalah senjata utama ekspansi cina lewat konglomerasi-konglomerasi perusahaan Multi nasional. 

Sebagai bentuk dari kepentingan nasional, Negara semestinya mampu melihat secara kritis yang lebih jauh kedalam dari aspek kerja sama, karena bukan tidak mungkin di balik kepentingan kerja sama, ada berbagai macam muatan politik ekonomi konglomerasi-konglomerasi besar cina yang ikut membonceng pada regulasi-regulasi yang di buat dalam perjanjian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun