Mohon tunggu...
Hija Hamid Fauji
Hija Hamid Fauji Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab 2020, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

A Learner

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Kisah Inspirasi Ibu Partinem dan Pak Manto: Dari Karyawan Sampai Wirausahawan

2 Juli 2023   09:03 Diperbarui: 2 Juli 2023   09:08 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Foto Pribadi

Bangunjiwo, Bantul— Membuka usaha sampingan merupakan salah satu upaya yang banyak dilakukan oleh seorang karyawan atau pekerja dengan tujuan agar mendapatkan pemasukan tambahan. Namun, siapa sangka? Ada kisah sepasang suami istri yang bekerja sebagai karyawan perusahaan dan pekerja bangunan membuka usaha sampingan sampai pada akhirnya usaha sampingannya berkembang dan membawanya ke gerbang kesuksesan. Berikut adalah kisah inspiratif sepasang suami istri yang berjuang dari karyawan hingga menjadi wirausahawan.

Dialah pak Manto (53 Tahun) dan bu Partinem (43 Tahun), sepasang suami istri yang tinggal di Kelurahan Bangunjiwo, Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat ini, keduanya sukses menjadi pemilik usaha Angkringan Puncak Bibis yang terkenal di dalam bahkan di luar Yogyakarta. Namun, terdapat cerita perjuangan di balik kesuksesan bu Partinem dan pak Manto sebelum sukses seperti sekarang.

Angkringan Puncak Bibis merupakan salah satu destinasi wisata kuliner yang terkenal di Yogyakarta karena makanannya yang enak dan tempatnya yang eksotis. Dinamakan ‘Puncak’ karena terletak di atas bukit yang cukup tinggi sehingga menyuguhkan pemandangan yang indah dari ketinggian. Tempat ini ramai dikunjungi di pagi hari untuk sarapan sembari menikmati udara pagi yang sejuk, sore hari sembari menikmati senja, dan malam hari dengan dihiasi gemerlap lampu-lampu indah di sekitaran angkringan.

Tahun 2017 silam, bu Partinem bekerja di perusahaan rokok di Bantul dan pak Manto bekerja sebagai kuli bangunan. Setiap pagi, bu Partinem dan pak Manto berangkat dari rumah menuju tempat mereka bekerja masing-masing dan kembali pulang ke rumah sore hari. Suatu ketika, keduanya memiliki keinginan untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Maka terlintas di pikiran mereka untuk membuka usaha kecil-kecilan. Alhasil, dengan tekad yang kuat demi membantu keuangan keluarga, bu Partinem dan pak Manto memutuskan untuk membuka usaha angkringan.

Bukan hal yang mudah menjadi pekerja dan karyawan sekaligus mengurusi usaha sendiri. Terlebih, usaha yang dibangunnya adalah angkringan, tempat yang menjual aneka ragam makanan, gorengan dan camilan-camilan. Terkait hal ini, bu Partinem bercerita, “dulu ketika ibu masih kerja di pabrik rokok dan bapak masih bekerja jadi kuli bangunan, ibu pulang dari pabrik jam 14.00, bapak pulang jam 16.00. Jadi dulu biasanya angkringan buka dari jam 16.00 sampai jam 00.00 WIB”. Bisa terbayang betapa lelahnya berjuang seperti keduanya. Usai pulang bekerja, harus bersiap kembali untuk berjualan. Bu Partinem melanjutkan, “jadi Ibu setelah pulang kerja langsung masak, bungkusin nasi. Setelah itu baru ditemani Bapak jualan.” lanjutnya.

Satu tahun setelahnya, bu Partinem dan pak Manto merasa lelah jika harus bekerja sebagai karyawan sekaligus mengurusi angkringan. Maka keduanya memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai karyawan dan memilih fokus mengembangkan usaha angkringan miliknya. Dahulu, sebelum diberi nama Angkringan Puncak Bibis, angkringan ini disebut dengan ‘Angkringan Kandang Sapi’ karena sudut-sudut tempatnya masih berupa kebun dan terdapat kandang sapi milik keluarganya pak Manto. “dulu itu pertama kali angkringan ini dikenal sebutannya Angkringan Kandang Sapi karena bapak mertua punya banyak sapi yang besar. Akhirnya, sapinya dijual dan lahannya buat parkiran” ujar bu Partinem.

Dari tahun ke tahun, usaha angkringan bu Partinem dan pak Manto ini selalu dihadapkan dengan tantangan dan rintangan. Tahun 2020 ketika dihadapkan dengan pandemi Covid-19 dan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), usaha angkringannya terpaksa ditutup dalam waktu satu bulan karena tidak diizinkan untuk berjualan. “memang ada jatuh bangunnya ketika pandemi, Mas.” Ujar bu Partinem. Masa pandemi Covid-19 memang menjadi ujian dan rintangan bagi perekonomian Indonesia, salah satu masyarakat yang terdampak adalah para pelaku UMKM.

Akan tetapi, tidak hanya di situ, bagi bu Partinem pandemi juga membawa keberkahan, “tapi, pandemi membawa berkah juga sih, Mas. Setelah pandemi (sedikit mereda), angkringan Ibu malah kedatangan banyak pelanggan karena rata-rata tempat makan di daerah perkotaan ditutup dan tidak diizinkan makan di tempat karena di dalam ruangan. Sedangkan angkringan Ibu masih diizinkan untuk buka dan makan di tempat karena ruangannya yang terbuka. Tapi, dengan protokol kesehatan yang ketat juga, mas, karena setiap hari pasti ada Satpol PP yang kontrol ke angkringan Ibu.” Jelasnya. Bu Partinem juga menyampaikan rasa syukur angkringannya ramai karena sering didatangi oleh banyak pesepeda rutin di setiap hari Minggu. Angkringan Puncak Bibis dijadikan destinasi akhir para pesepeda dari rute perjalanannya. “para pesepeda itu banyak masukin (foto dan video) ke internet, kayak IG (Instagram) terus banyak orang yang penasaran (dan bertanya) tempatnya di mana. Itu awalnya yang bikin ramai, Mas” lanjut bu Partinem.

Semakin lama, Angkringan Puncak Bibis berkembang cukup cepat. Sedari dibuka tahun 2017 hanya terdapat dua lahan untuk makan, sampai sekarang sudah tersedia toilet, musala, pendopo, dan ada penambahan banyak kursi dan meja di beberapa titik. Selain perkembangan dari aspek fasilitas, aspek ketenagakerjaan juga turut ditingkatkan oleh bu Partinem dan pak Manto. “kalau dulu cuman Ibu sama Bapak saja, kalau sekarang Alhamdulillah sudah ditemani 26 orang karyawan, dua orang freelance (kerja paruh waktu) setiap Sabtu, Minggu, dan tanggal merah saja. Kerjanya juga dibagi per-shift.” Jelas bu Partinem.

Untuk dapat mempertahankan kesetiaan para pengunjung tentu diperlukan strategi yang jitu. Adapun strategi yang bu Partinem lakukan adalah mempertahankan dan sebisa mungkin meningkatkan kualitas cita rasa makanan dan pelayanan kepada para konsumen. “untuk hari Jum’at, di tempat Ibu free minum hanya untuk teh sama jeruk. Makanya setiap hari Jum’at itu banyak banget anak-anak yang sarapan atau nongkrong sampai malam. Biarpun (teh sama es jeruk) harganya cuman tiga ribuan tapi buat mereka itu berharga” ungkap bu Partinem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun