Mohon tunggu...
Hifhzil Aqidi
Hifhzil Aqidi Mohon Tunggu... -

Saat ini masih aktif mengelola blog dan beberapa situs sebagai pemula. ^_^

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memukul Lebih Mudah Ketimbang Memegang Pensil

28 Mei 2010   13:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:54 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Lagi asyik-asyiknya menghilangkan penat dengan bermain game shooter, keponakan yang bungsu berusia 6 tahun diam-diam mengintip dari belakang gorden pintu kamar umi-nya. Aduh! Padahal yang sedang saya kerjakan ini bukan konsumsi untuk anak seusianya. Apalagi penuh adegan kekerasan yang tak patut dilihat.

Keesokan harinya si bungsu sibuk loncat-loncatan sambil memegang bantal guling kecilnya menirukan apa yang dia lihat dari PC saya. Coba kalau disuruh makan atau mencuci kaki sehabis main di pekarangan rumah, pasti susah."

Ilustrasi diatas pasti sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak seusianya lebih mudah meniru hal-hal yang menurut mereka atraktif dan keren.

Katakanlah memukul dengan kekuatan penuh dan menimbulkan suara "bug!", atau meloncat menirukan naruto dan spiderman, pasti lebih menarik dari pada mencuci kaki dan belajar memegang pensil.

Bapak saya pernah bilang:

"Saya merokok dan sebagian saudara kamu di rumah ini perokok, tapi bapak nggak pernah ngajarin. Bapak sering ikut bantu ibu kamu mencuci pakaian, tapi saudaramu sampai sekarang masih nitip cucian."

Ada benarnya juga. Saya sering teringat jika dulu saat seusia keponakan saya lebih suka meniru Ksatria Baja Hitam ketimbang yang saya baca atau dengar. Jangan ditanya apakah pernah sesekali meniru bapak yang sedang asyik membaca koran. Lebih mudah meniru isi tayangan televisi dan gambar komik ketimbang mengenal huruf vokal dan konsonan.

Semua hal dalam pendidikan karakter harus dilakukan berulang-ulang tidak cukup hanya sekali. Beda halnya dengan menjadi seorang perokok atau preman kampung. Saya yakin tidak ada kelas khusus "Menghisap Rokok Khusus Pemula" atau "Kursus Malak + Nonjok Expert".

Jika diingat-ingat apa yang pernah saya pelajari dibangku sekolah dulu dari pelajaran Sosiologi, bahwa individu dalam masyarakat berperilaku dengan beberapa pola:

  1. Sugesti, bahwa apa yang berkembang dan menjadi nilai umum di ranah publik mempengaruhi tingkah laku atau cara pandang seseorang.
  2. Identifikasi, seseorang akan berperilaku dengan mengenal keadaan diri/lingkungan hidupnya.
  3. Imitasi, seorang individu berperilaku dan hidup sesuai figur yang menjadi idola - dengan kata lain meniru.

Berdasarkan 3 poin diatas seorang anak cenderung imitatif atau meniru apa yang dia suka.

Mungkin ini salah satu faktor mengapa keponakan saya dan anak-anak seusianya lebih suka meniru. Karena mereka membutuhkan seorang figur atau panutan yang bisa mereka banggakan. Tapi jika kondisinya seperti sekarang ini apakah peran orang tua harus lebih atraktif dari tokoh kartun dan televisi?

Rumit memang, karena sebaik-baik pendidikan adalah berawal dari keluarga. Seperti kutipan yang sering kita baca:

"Seorang anak jika dia hidup ditengah-tengah kasih sayang maka dia akan belajar mengenal cinta..."

...dan seterusnya.

Memukul Lebih Mudah Ketimbang Memegang Pensil. Meniru Berpikir atau Berpikir dari Nol. :(

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun