Siapa bilang e-learning tidak memiliki ruang untuk interaksi antara peserta didik dengan instruktur? Selama yang saya rasakan, e-learning justru membuka ruang yang lebih luas adanya interaksi dan diskusi. Dengan bermodalkan akses internet dan jaringan, interaksi antara peserta didik dengan instruktur semakin mudah dan bahkan menyediakan ruang yang lebih luas daripada pembelajaran konvensional. Hal ini dapat terjadi karena pada pembelajaran konvensional, kesempatan yang disediakan dosen/guru/instruktur untuk tanya jawab sangat dibatasi waktu. Umumnya, kesempatan yang sangat sempit ini juga lebih dominan dikuasai beberapa peserta didik yang memiliki keberanian mengutarakan pendapat. Keadaan ini tidak akan terjadi pada e-learning. Peserta didik yang malu dan ragu-ragu atau kurang berani memiliki kesempatan yang luas untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan opini.
Inilah salah satu keunggulan e-learning yang mampu membuat peserta didik bisa belajar tepat sasaran tanpa membuang-buang waktu. Ya, pada e-learning, terdapat kepastian lingkup bahan ajar yang diajarkan. Materi yang perlu dipelajari setidaknya tidak perlu lagi mengambil dari sumber lain karena pada e-learning, semua materi yang ada sudah merupakan hasil filter dari berbagai sumber. Hal ini sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional yang dituntut masih mengharuskan mencari sumber lain yang relevan. Selain batasan lingkup materi yang sudah pasti, pada e-learning kita juga mudah mendapatkan akses materi yang perlu dipelajari cukup dengan membuka akses internet dan mendownloadnya.
Tidak menambah kesibukan yang berarti
Fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini ialah banyaknya kelas karyawan yang diadakan di sore hingga malam hari. Sesuai dengan namanya, kelas ini memang difokuskan untuk kalangan pekerja yang masih ingin melanjutkan studinya. Kebanyakan dari peserta didik ialah mereka yang baru mengenyam pendidikan Diploma dan SMA yang belum merasa puas sebelum memperoleh gelar sarjana. Tingginya minat para karyawan terhadap peningkatan studi ini tentu merupakan stigma positif rakyat Indonesia yang menunjukkan kesadaran akan pentingnya memperoleh pendidikan yang lebih tinggi.
Bagi sebagian karyawan, dengan jam pulang kerja yang berkisar pukul 16.00 hingga 17.00 mungkin masih sempat untuk memperoleh pendidikan di malam harinya. Namun jika jam pulang kerja melebihi pukul 18.00, tentu kesempatan memperoleh pendidikan menjadi sulit karena waktu yang sangat mepet dan faktor kelelahan dalam bekerja. Dengan kondisi seperti ini, e-learning sebagai proses pembelajaran jarak jauh yang tidak terbatas ruang dan waktu sangat dibutuhkan dalam meningkatkan jenjang pendidikan.
Mudah mengevaluasi diri
Sebagaimana dengan tujuan didirikannya, e-learning memiliki visi besar menjangkau semua kalangan agar bisa memperoleh pendidikan yang layak. Agar visi besar ini bisa terealisasi, pemerintah memegang peran yang sangat besar dalam menyukseskan pelaksanaan e-learning di Indonesia. Terkait hal ini, Ada beberapa hal yang menjadi tantangan pemerintah untuk dapat ditindaklanjuti agar penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana yang termaktub dalam Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) nomor 109 tahun 2013 bisa berjalan optimal.
Pertama, Perluas jangkauan akses internet di daerah. Pemerintah dalam hal ini Kemenkominfo dapat bekerjasama dengan pihak swasta agar akses internet bisa dirasakan masyarakat yang jauh dari perkotaan. Selain itu, program listrik masuk desa yang sebenarnya sudah ada perlu dioptimalkan dalam menjamin meningkatnya cakupan desa-desa yang melek internet. Hal ini penting agar kesempatan meraih pendidikan tinggi yang diakomodir melalui e-learning tidak hanya dirasakan masyarakat kota, namun juga di desa hingga pelosok negeri.