Semua sepakat bahwa guru mengemban tugas sangat mulia. Seperti itulah seorang guru sejati, yang bukan hanya mengajar dan mendidik, tapi juga membina karakter dan moral anak didiknya melalui teladan yang mulia. Semua itu tidak bisa terjadi tanpa dibangun atas dasar cinta. Dan cinta seorang guru akan meminta semuanya dari apa yang ia miliki, sampai kepada perhatian dan pikirannya, berjalan, duduk dan tidurnya. Bahkan di tengah tidur lelapnya, isi mimpinya tentang menjadikan murid yang ia didik sebagai insan yang berwawasan, beretika dan taat kepada Tuhannya. Tak jarang ia mengurangi tidurnya demi memberikan penilaian yang adil agar anak didikdan walinya mampu mengevaluasi atas segala kekurangannya.Nakalnya anak manusia yang ia bina tidak pernah menyurutkan cintanya. Ia kadang lupadengan tempat di mana ia sekarang yang jauh dari keramaian kota, juga minimnya fasilitas di sekitarnya, bahkan penghasilan yang sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Semua karenamurid-murid yang ia cintai.
Begitulah Beratnya tugas seorang guru dalam membangun insan Indonesia yang berkualitas. Namun kadang kita mudah menyalahkan guru atas ketidakberhasilan siswa atau bobroknya moral anak yang dididiknya. Kita perlu melihat dari sudut pandang yang berbeda, yang lebih luas, bahwa guru hanya bertemu sepertiga hari dengan muridnya, maksimal. Selebihnya, ada lingkungan keluarga, teman-teman pergaulan, dan lingkungan lain yang melekat dengan anak. Jangan lupakan juga kebijakan-kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sekolah yang di dalamnya memiliki pengaruh terhadap karakter anak didik. Maka ketika berbicara pendidikan, sangat tidak adil jika ketidakberhasilan seorang anak dalam pendidikan dilihat dari gurunya atau sekolahnya. Sementara keberhasilannya lebih dilihat akibat dirinya sendiri tanpa melihat dukungan dari sekitarnya. Â Â
Merujuk pada buah pemikiran yang tercetus oleh Bapak pendidikan Nasional kita terdahulu, pendidikan bukan hanya seputar wawasan, namun terdapat juga di dalamnya sikap yang dibiasakan untuk selanjutnya tumbuh menjadi sebuah karakter yang bisa dibanggakan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Ki Hajar Dewantara telah meramunya secara apik dan menyeluruh, bahwa pendidikan memerlukan dukungan bukan hanya dari bapak ibu guru, tetapi juga keluarga dan lingkungan masyarakat. Inilah konsep yang harus kembali dibangkitkan, pendidikan sebagai gerakan semesta.
Konsep Pendidikan sebagai gerakan semesta memerlukan perencanaan yang matang dan sistematik agar tujuan negara dalam mencerdaskan bangsa Indonesia bisa diraih. Berikut adalah beberapa hal yang perlu disiapkan dalam mencapai gerakan semesta pendidikan.
Semangat Nasionalisme dalam Mencerdaskan bangsa
Untuk mengupayakan pendidikan di Indonesia sebagai gerakan semesta, butuh suatu semangat yang mengglobal yang bisa dirasakan oleh seluruh pihak. Dalam lingkup Indonesia, maka semangat nasionalisme adalah spirit yang tepat dan lengkap untuk ditanamkan kepada seluruh elemen yang berkepentingan, mulai dari keluarga, masyarakat, guru, komite sekolah, lembaga pendidikan dan pemerintah. Inilah semangat yang sebelumnya ditularkan oleh para pahlawan pendahulu dalam menentang penjajah fisik di tanah air. Berbekal keberhasilan spirit nasionalisme di era kolonialisme, maka tepat jika tekad besar ini kembali diteriakkan di era mengisi pembangunan saat ini.
 Lalu bagaimana menanamkan semangat ini dan memeliharanya agar tidak putus? Salah satunya dengan menekankan secara lebih dalam dan intens materi wawasan nusantara, empat pilar kebangsaan, sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan materi beraroma nasionalisme lainnya pada bahan ajar yang sebenarnya sudah masuk pada kurikulum. Selain itu, nilai-nilai nasionalisme juga patut diselipkan oleh guru ketika sedang mengajar anak didiknya, orang tua ketika sedang bersama anak-anaknya, dan pemerintah saat sedang menatar para guru pada suatu kesempatan. Inilah yang bisa menjadikan semangat nasionalisme bukan hanya tumbuh namun juga terpelihara. Sedangkan Kemendikbud selaku leading sector gerakan semesta pendidikan juga perlu meramu konsep semangat nasionalisme yang dipadukan dengan upaya memajukan pendidikan untuk ditularkan kepada semua elemen. Â
Jangan lupakan keluarga sebagai lingkungan terkecil
Keluarga memang tidak memiliki struktur kurikulum lazimnya lembaga sekolah. Namun lingkungan keluarga adalah tempat anak terlahir dan dibesarkan, tempat di mana anak mulai mengenal apa yang sebelumnya tidak diketahui, lalu memahami apa yang sudah diketahui dari kedua orang tuanya. Inilah keadaan yang tepat bagi orang tua dalam menanamkan nilai karakter, budi pekerti dan tingkah laku yang baik secara berkesinambungan. Inilah sebab mengapa lingkungan keluarga jika dimainkan perannya secara maksimal, mampu menumbuhkan fondasi yang kuat bagi pendidikan anak. Namun apakah semua kedua orang tua mampu berperan sebagai tenaga pendidik?