Kita semua sebagai pendidik dalam hal ini adalah guru pastinya sudah tidak asing mendengar sosok Ki Hajar Dewantara. Pemikiran-pemikiran beliau tentang pendidikan di Indonesia ternyata tak lekang oleh zaman, bahkan di era globalisasi dan digitalisasi ini pemikiran-pemikiran beliau dirasa masih sangat relevan diterapkan dalam proses pendidikan kita guna menciptakan karakter murid yang sesuai dengan budaya dan karakter bangsa Indonesia.
Filosofi Patrap Triloka yang dikemukakan beliau masih menggaung sampai saat ini, bahkan menjadi semboyan pendidikan Indonesia yang dipatenkan yakni Tut Wuri Handayani.
Patrap Triloka yang berbunyi Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani memiliki arti bahwasanya seorang guru harus bisa Di depan memberi teladan, Di tengah membangun motivasi, dan Di belakang memberikan dukungan kepada para muridnya.Â
Dari ketiga semboyan tersebut kaitannya dengan seorang guru adalah sebagai pemimpin pembelajaran adalah guru harus mampu mengambil keputusan dalam setiap hal yang dia temukan dalam lingkungan pendidikannya dengan menerapkan filosofi Patrap Triloka tersebut dalam setiap pengambilan keputusan harus berpihak kepada murid.
Sebagai guru hendaknya memiliki karakter atau nilai-nilai luhur dalam diri untuk memperkuat dan menunjang pengambilan keputusan yang kita ambil berdasarkan pada prinsip-prinsip yang telah dilakukan pengujian kebenaran. Dalam mengambil sebuah keputusan dalam suatu kasus yang terjadi dalam lingkungan pendidikan, implementasi coaching dalam keseharian menagani kasus sangatlah membantu guru.Â
Memiliki keahlian dalam melakukan coaching baik terhadap murid ataupun rekan guru lainnya membuat guru menjadi seorang pemimpin pembelajaran yang terbiasa mengidentifikasi masalah yang dilihat dari sudut pandang yang berbeda.Â
Seorang guru yang bertindak sebagai coach akan menjadi pendengar yang baik namun juga aktif dalam membangun kepercayaan diri dalam diri coachee sehingga coachee akan bisa menemukan sendiri penanganan dari permasalahannya.Â
Dengan Model Coaching TIRTa, seorang guru akan mampu membangun Tujuan apa yang akan diperoleh dari sesi coaching ini. Identifikasi permasalahan dan kemampuan diri coachee  dalam merumuskan solusi sendiri.Â
Rencana aksi yang kemungkinan akan dilaksanakan sendiri oleh coachee dalam merumuskan solusi permasalahannya. Tanggung jawab yang diharapkan tumbuh dari diri coachee sendiri dalam pengambilan keputusannya.Â
Dari model TIRTa tersebut, saya dapat belajar bahwa dalam mengambil keputusan seorang guru harus membangun motivasi instrinsik muridnya sehingga murid tersebut dapat mengenali potensinya dan berkembang menjadi pribadi yang percaya diri dan memiliki nilai-nilai kebaikan.
Membangun motivasi instrinsik murid erat kaitannya dengan membangun rasa sosial emosional dalam diri murid di setiap pembelajaran. Pembelajaran sosial emosional inilah yang menjadi salah satu dasar bagi seorang guru mempertimbangkan perihal moral dan etika serta nilai-nilai kebaikan yang senantiasa harus ditumbuhkan dalam diri murid.Â
Dengan mengintegrasikan Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) ini diharapkan dala pengambilan keputusan yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran adalah benar-benar efektif sehingga dapat menciptakan suasana lingkungan pendidikan yang positif, kondusif, aman, serta nyaman.
Selanjutnya, pengambilan kasus dilema etika yang terdapat pada lingkungan saya mengalami beberapa kesulitan kecil diantaranya dalam pengambilan keputusan kasus umum dilema etika yang melibatkan beberapa orang akan menjadi lebih sulit untuk memutuskannya berdasarkan prinsip dan langkah pengambilan keputusan.Â
Pada akhirnya, menurut pendapat saya mengambil keputusan yang berdasar pada prinsip dilema etika dan langkah pengujian pengambilan keputusan adalah salah satu bentuk pembelajaran yang memerdekakan murid.
 Sebagai pemimpin pembelajaran, guru hendaklah mengambil keputusan yang berpihak kepada murid namun juga tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip dilemma etika dan langkah pengujian pengambilan keputusan karena sebuah keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan masa depan murid-muridnya.Â
Disitulah karakter-karakter dan nilai-nilai kebaikan akan ditanamkan ke dalam diri para murid.
Pendidikan Guru Penggerak memberikan warna berbeda dari sudut pandang yang lain dalam pelaksanaan pengajaran dan pendidikan.Â
Dari modul 1 yang berisi materi Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, Visi Guru Penggerak, dan Budaya positif mengajarkan kembali akan hakikat seorang guru yang harus memerdekakan muridnya dalam pendidikan yang akan mengantarkan mereka kepada kehidupan yang memiliki nilai setinggi-tingginya.Â
Adapun modul 2 yang berisi Pembelajaran Berdiferensiasi, Pembelajaran Sosial Emosional, dan Coaching juga memberikan penguatan kepada calon guru penggerak agar benar-benar siap menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berpihak kepada murid.Â
Selanjutnya pada awal modul 3 ini, calon guru penggerak diminta untuk belajar bagaimana menjadi seorang pemimpin pembelajaran yang bisa mengambil keputusan yang baik untuk semua. Dengan demikian, serangkaian materi dari modul, 1, 2 dan 3 ini sejatinya dirancang untuk bisa memberikan penguatan kepada seorang guru agar tercapai Merdeka Belajar.
*HM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H