Urgensi Data Pemilih Berkelanjutan
Dalam mengukur seberapa sukses dan berkualitasnya penyelenggaraan Pemilu/pemilihan maka tolak ukur sebagai penentu awal adalah data pemilih. Karena data pemilih adalah bagian dari gambaran efektif tidaknya penyelenggara Pemilu bekerja untuk melayani hak konstitusional warga negara yang dapat menggunakan hak pilihnya di hari pemungutan suara. Maka setidaknya kualitas daftar pemilih dapat memenuhi 3 (tiga) kualitas data, yakni mutakhir, akurat dan komprehensif.
Data pemilih yang mutakhir menggambarkan kondisi kekinian pemilih yang terus menerus diperbaharui untuk digunakan pada pemungutan suara. Terkait data yang akurat adalah data yang menggambarkan kebenaran data pemilih secara jumlah dan akurasinya yang memotret kondisi ril kekinian yang ada di masyarakat pemilih.
Ini dilakukan dengan melakukan perbaikan elemen data terhadap data pemilih, serta penambahan atau pengurangan data yang memenuhi ketentuan persyaratan sebagai pemilih. Sedangkan, data yang komprehensif menggambarkan data pemilih yang memuat seluruh WNI yang memenuhi persyaratan diakomodir menjadi pemilih untuk dapat menggunakan hak pilihnya di hari pemungutan suara.
Bagi penyelenggara baik KPU dan Bawaslu pasti memiliki pengalaman dari Pemilu ke Pemilu maupun Pilkada, di mana usaha perbaikan data pemilih ini terkadang hanya dilakukan selama satu bulan dengan melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) lapangan oleh petugas pendaftaran pemilih (PPDP/Pantarlih).
Waktu sebulan itu biasanya digunakan untuk memastikan dari rumah ke rumah, dari satu tempat ke tempat yang lain untuk memutakhirkan data penduduk yang diterima dari pemerintah untuk kemudian ditetapkan menjadi data pemilih secara berjenjang dari tingkat kelurahan sampai tingkat nasional, setelah mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat, pengawas, dan peserta Pemilu.
Waktu sebulan untuk melakukan coklit di lapangan dengan beberapa tipikal tempat menjadi tidak memadai, terutama yang sering dikategorikan grey area. Contohnya lapas/rutan, rumah kost, rumah susun, apartemen, rumah sakit, panti sosial, dan juga tanah sengketa maupun tanah gusuran.
Hal ini terjadi karena mobilitas warga yang tinggi, warga yang sulit ditemui atau dokumen kependudukannya yang tidak tersedia atau tidak lagi sesuai dengan tempat yang ditinggali ketika pemutakhiran data berlangsung.
Demikian pula, limitasi waktu penetapan data pemilih tetap dengan hari pemungutan suara yang memiliki jeda waktu beberapa bulan tidak dapat menggambarkan kondisi kekinian yang sama di hari pemungutan suara.
Pastinya, ada pemilih yang meninggal dunia setiap harinya, yang pindah masuk atau pindah keluar dari wilayah tertentu, berubah status menjadi atau bukan lagi sebagai tentara atau polisi. Oleh karenanya, kenapa penulis menggambarkan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan sebagai upaya penting dalam mewujudkan data pemilih dengan kualitas data yang baik dengan variabel ukuran seberapa mutakhir, akurat, dan komprehensif.
Tantangan dan Kompleksitas Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan