Mohon tunggu...
Hidayatullah
Hidayatullah Mohon Tunggu... Pengacara - Hidayatullahreform

Praktisi Hukum/Alumni Fakultas Hukum UHO

Selanjutnya

Tutup

Politik

Efektivitas Pemerintahan Kabupaten Kolaka Timur Paska OTT KPK

28 September 2021   13:19 Diperbarui: 28 September 2021   13:22 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Demi Efektifitas Pemerintahan  Koltim Pasca OTT KPK Sebaiknya Menunggu Putusan Inkracht dan Menunda Pemilihan Cawabup"

Oleh : Hidayatullah, SH (*)

Baru-baru ini saya membaca ulasan salah satu wakil rakyat kita di Komisi II DPR RI Ir. Hugua disalah satu media online dan saya kutip pernyataan beliau bagian kesimpulannya bahwa;  "Ndak ada ruangnya (paket pemilihan bupati dan wakil bupati) di Kolaka Timur Kenapa mau disatu paket kan? Sementara bupati definitifnya masih ada. Meski bupati berstatus tersangka, asas praduga tak bersalah meski dikedepankan".

Sepintas memang tidak ada masalah dengan statemen itu tapi dengan seksama saya cermati dan sepertinya statemen Pak Ir: Hugua (Anggota DPR RI Komisi II) agak terbalik karena jusrtu saya berbeda pandangan dimana pengisian untuk memilih Wakil Bupati Kolaka Timur (Koltim) paska OTT KPK terhadap AMN Bupati Koltim dikaitkan dengan regulasi perundangan justeru tidak ada ruang untuk memilih wakil bupati secara terpisah.

Secara normatif dalam proses yang normal yang dimaksud Ir. Hugua itu ketika proses seperti yang dialami Bupati AMN yang sebelumnya dari Wakil Bupati kemudian diangkat menjadi Bupati Koltim definitif karena amanat pasal 173  ayat (1) point a UU No. 10/2016 tentang perubahan kedua UU No. 1/2015 tentang penetapan Perpuu No. 1/2014 tentang Pilgub, Pilbup dan Pilwalkot menjadi UU.

Perlu dipahami bahwa makna filosofis pasal 173 ayat (1) diatas dapat diulas bahwa Ibu AMN menjadi Bupati Koltim definitif menggantikan Bupati Koltim yang berhenti karena "meninggal dunia" dimana hal ini sesuai dengan keadaan yang dimaksud Pasal 173 UU 10/2016, bahwa:
(1) Dalam hal Gubernur, Bupati, dan Walikota berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan;
maka Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Maka Ibu AMN dari semula Wakil Bupati Koltim kemudian diangkat menggantikan dan ditetapkan menjadi Bupati Koltim definitif sampai saat ini kendatipun nonaktif akibat status tersangka dari proses OTT KPK beberapa waktu lalu.

Terkait dasar hukum untuk pemgisian Wakil Bupati Koltim yang ditinggalkan oleh Ibu AMN karena diangkat menjadi Bupati definitif pengisian wakil bupati tersebut bukan yang dimaksud dalam rumusan pasal 173 ayat (1) diatas.  Kalau dasarnya bahwa Ibu AMN diangkat menjadi Bupati Koltim definitf maka apakah Ibu AMN diberhentikan sebagai Wakil Bupati ? 

Jawabannya tidak dan ini sesuai diktum pengangkatan Bupati tanpa ada pemberhentian sebagai Wakil Bupati tetapi diangkat sebagai Bupati definitif. Kenapa demikian ? 

Karena syarat diberhentiakannya Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diatur dalam UU No. 23/2014 tentang Pemda pasal 78 ayat (2) yang mana syarat pemberhentian karena berakhir masa tugas, tidak dapat menjalankan tugas secara permanen, melanggar sumpah/janji, menyalahgunakan wewenang jabatan, melakukan perbuatan tercela, melanggar larangan, tidak menjalankan kewajiban, membuat kebijakan yang melanggar kepentingan umum dan meresahkan, terbukti melakukan Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), melakukan perbuatan tercela, menjadi advokat, serta tidak rangkap jabatan sebagai pejabat negara.

Maka dari itu tidak ada keharusan untuk melakukan pengisian jabatan Wakil Bupati (Wabup) Koltim yang dimana posisi ibu AMN dalam kondisi nonaktif saat ini. Kecuali keadaan ibu AMN sebagai Bupati itu tidak nonaktif maka dapat dilanjutkan proses pemilihan Wabup Koltim karena keadaan normal. Berbeda situasi ketika saat ini memaksakan untuk dipilihnya Wabup Koltim melalui DPRD Koltim. 

Secara hukum dan perundangan akan menimbulakan persoalan dan kemelut poltik yang tidak berujung. Maka untuk itu jabatan Wabup Koltim saat ini dapat dibiarkan kosong dahulu karena aspek perundangan-undangan tidak mengatur dan tidak ada pelanggaran apabila sementara kekosongan jabatan Wakil Bupati Koltim.

Maka dari itu perlunya sesegera mungkin Gubernur Sultra bersama DPRD Koltim melakukan konsultasi dengan Mendagri apakah pengisian Wabup Koltim sebaiknya menunggu putusan berkekuatan hukum tetap (Inkracht) kasus ibu AMN Bupati Koltim nonaktif, dan apabila kemudian diputus bersalah maka dapat diusung calon dalam sepaket pasangan oleh parpol pengusung.

Begitupula dari aspek ketatanegaraan dan hukum pemidanaan yang melingkupi AMN Bupati nonaktif yang berkesesuaian dengan kondisi pemerintahan Koltim saat ini baiknya menunggu putusan Inkracht pengadilan yang prosesnya paling lama 6 bulan sudah Inkracht (berkekuatan hukum tetap). Waktu ini cukup dilakukan pengisian penugasan PJ Bupati saja. Setelahnya apabila perjalannnya diputus bersalah Ibu AMN Bupati Koltim nonaktif maka yang berkesesuaian secara aturan perundnag-undangan adalah Pasal 174 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/2016 yang bunyinya pasalnya berikut ini :

Pasal 174 

(1)  Dalam  hal  Gubernur  dan  Wakil  Gubernur,  Bupati  dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota  secara  bersama-sama tidak dapat menjalankan tugas  karena  alasan sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 173 ayat (1), dilakukan  pengisian  jabatan  melalui  mekanisme  pemilihan  oleh  DPRD  Provinsi  atau DPRD Kab/Kota.

(2)  Partai  Politik atau gabungan Partai Politik pengusung yang masih memiliki kursi di DPRD mengusulkann 2 (dua) pasangan calon kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk dipilih.

Frasa "secara bersama-sama" adalah kata kerja/sifat tidak menunjukkan kurun waktu yang sama dan sangat beda makna dengan "secara bersamaan" karena ini kata subyek yang kumulatif (dalam kurun waktu yang sama/bersamaan). 

Dengan melihat kenyataan pemerintahan Koltim saat ini sampai dengan putusan Inkracht nantinya, maka Bupati definit diberhentikan tetap dan Wakil Bupati belum tersisi alias masih kosong, sehingga masuk dalam makna filosofis "secara bersama-sama". Beda hal kalau ada subyek orang (Wakil Bupati) juga berhenti dalam waktu yang sama maka disebut "secara bersamaan". Tetapi Koltim kenyataan pemerintahan saat ini berbeda.

Kondisi lain apabila putusan Inkracht ternyata Ibu AMN Bupati Koltim umpanya dinyatakan tidak bersalah maka demi hukum Ibu AMN akan tetap kembali jabatannya sebagai Bupati  Koltim definitif yang semula nonaktif karena status tersangka plus terdakwa. Kalau Ibu AMN kemudian definitif kembali menjadi Bupati Koltim maka atas dasar ini AMN Bupati Koltim dapat mengajukan Calon Wakil untuk dipilih di DPRD Koltim.

Saat ini dalam keadaan nonaktif sebagai Bupati maka ibu AMN tidak punya wewenang mengajukan calon wakil bupati. Lalu terhadap Plt. Bupati yang mengisi kevakuman pemerintahan jangka pendek sudah pasti tidak ada dan tidak diberikan pula wewenang oleh UU mengajukan calon wabup Koltim karena kewenangan yang sangat terbatas. Lalu kemudian apakah setelah ada Pejabat (PJ) Bupati Koltim nanti diangkat diberi wewenang untuk mengusulkan Cabub Koltim ? juga tidak dikenal dan tidak diatur kewenangan seperti itu baik dalam UU Pilkada, UU Pemda maupun PP No. 12/2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

Kemudian mengingat tatacara pemilihan sebagaimana merujuk PP  No.12/2018 tersebut  bahwa pengaturan mekanisme pengisian kekosongan jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah atau wakil kepala daerah dalam PP ini mengenal hanya 2 (dua) macam  pengisian kekosongan jabatan :
1). Pengisian kepala daerah dan wakil kepala daerah; atau
2). Pengisian wakil kepala daerah.

Kalau mau mengisi jabatan Wakil Bupati Koltim saat ini, maka tidak dikenal dalam rumusan maksud Pasal 173 ayat (1) UU No. 10/2016 itu dalam ruang lingkup kasus pemerintahan di Koltim saat ini. Maka untuk itu dibutuhkan regulasi atau setidaknya melalui Permendagri tentang kewajiban melakukan pengisian jabatan Wakil Bupati bagi yang kosong karena Wakil Bupati sebelumnya mengisi jabatan Bupati Koltim karena meninggal dunia dan setelahnya Bupati Koltim definitif pengganti tersebut mengalami pemidanaan sebagai tersangka dugaan suap sehingga dinonaktifkan.

Atau Mendagri dapat mengikuti norma dalam ketentuan PP No. 12/2018 bahwa Pengisian kepala daerah dan wakil kepala daerah Kolaka timur dapat dilakukan dalam satu paket pengisian kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih melalui DPRD Koltim.

Aspek lain secara politik bukanlah perkara mudah untuk menyiapkan kader-kader dari Partai Politik pengusung pada proses pengusulan bakal calon. Tentunya dengan persyaratan-persyaratan yang harus ditanggung oleh calon pengganti baik yang menyangkut komitmen politik maupun cost-politik sepanjang dapat dirasionalisasi.

Saran

Maka, saya sarankan kepada Gubernur Sultra dan DPRD Koltim melihat keadaan politik dan pemerintahan di Kabupaten Koltim saat ini baiknya pengusulan Wakil Bupati ditunda sampai kasus ibu AMn Bupati nonaktif telah Inkracht, dan kalaupun pada akhirnya divonis bersalah maka baiknya dipilih sepaket pasangan Cabup dan Cawabup Koltim untuk melanjutkan sisa masa jabatan yang ditinggalkan periode 2021 - 2025 dengan menggunakan dasar Pasal 174 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 10/2016 tentang perubahan kedua UU 1/2015 tentang Pilkada serentak.

Maka dalam keadaan kedaruratan sementara pemerintahan di Koltim sudah tepat diisi oleh  Plt. Bupati oleh Sekda Koltim yang nantinya agar kebijakan penting dan startegis dapat dilakukan maka dalam waktu yang tidak terlalu lama harus diangkat PJ Bupati Koltim oleh Mendagri atas usul Gubernur Sultra.

Sehingga biarlah saat ini Koltim dipimpin dulu Plt. Bupati yang dilanjutkan dengan PJ Bupati Koltim agar tidak terjadi kevakuman pemerintahan. Pun juga salah satu tugas PJ Bupati Koltim nantinya adalah menfasiliatsi terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati yang dipilih melalui pemilihan di DPRD Koltim yang pasangan paket Cabup dan Cawabup ini tetap diusung oleh Parpol pengusung pada pilkada 2020 lalu di Koltim demgan tetap mengikuti tatacara mekanisme yang diatur dalam PP No. 12/2018 (pemiliham dalam satu paket pasangan).

Demikian tanggapan dan pandangan saya sebagai koreksi dan pembanding dari statemen Ir. Hugua selaku anggota DPR RI Komisi II.

Bumi Anoa, 28/09/2021

(*) Penulis; Ketua Presidium JaDI Sultra/Praktisi Hukum/Ketua KPU Prov. Sultra Periode 2013 -2018/Alumni Fakultas Hukum UHO

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun