Tetapi terhadap sanksi tersebut diatas, penulis tidaklah sependapat dengan pemerintah baik sanksi pidana maupun akumulasi sanksi administrasi bagi warga yang menolak vaksinasi. Karena negara dalam hal ini pemerintah seyogyanya dalam keadaan darurat kesehatan hanya mengatur dan memberi hukuman bagi soal-soal perbuatan kejahatan.
Kalaupun ada tindakan administrasi, maka tidaklah harus sanksi yang berakibat kepada pemutusan hak-hak sosial kemanusiaan maupun kebutuhan administrasi kependudukan. Definisi Hukum harus menghindari pengaturan yang multitafsir atau pengaturan yang bersifat elastis dengan makna yang luas.
Maka pemerintah perlu melihat keadaan sosial  dan suasana physologi yang berkembang di masyarakat. Penolakan untuk tidak di vaksin belum tentu masuk kategori kejahatan atau hal-hal buruk. Lagi pula tidak semua tindakan buruk masuk ke ranah pidana ataupun hukum'administrasi.Â
Kalaupun tidak mau di vaksin adalah tindakan buruk, maka tidak semua tindakan perbuatan buruk harus dipidana atau harus di hukum administrasi. Kalaupun tingkatan hal buruk adalah kategori kejahatan dalam keadaan darurat kesehatan, maka penerapan pidana adalah ultimum remedium yang dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.
Jadi tidaklah patut ada pertimbangan emosional apalagi egosentris dalam melahirkan dan menerpakan hukum terhadap hal-hal yang masih bersifat terjadi pertentangan di masyarakat. Pertimbangan sosiologis hukum baiknya mengawalii kajian hukum pemerintah.
Masih banyak cara yang taktis bagi pemerintah untuk mengatur hal-hal yang menolak vaksin seperti hal berkampanye, tidak lelah melakukan edukasi dan terus membangun sinergisitas dan kesadaran dengan seluruh komponen bangsa ini termaksud didaerah.
Penulis yakin pada suatu waktu rakyat pasti akan sadar dan secara sukarela untuk melakukan vaksinasi. Sebagai contoh dinegara-negara maju dan berkembang lainnya soal vaksin tidak bersifat mandatori tetapi merupakan hak dan kesukarelaan karena kesadaran akan pentingnya kekebalan terhadap penyakit agar terus hidup sehat. Karena sakit itu mahal.
Karena problema sesungguhnya adalah soal kampanye dan sosialisasi yang tidak masif serta adanya distrut terhadap pemerintah itu sendiri. Tim komunikasi publik pemerintah tidak giat dan tidak jernih memberikan penjelasan bagaimana vaksin itu berguna untuk kesehatan dan kekebalan yang berdampak komunal dan kepentingan bersama.
Pemerintah pusat bersama Kementerian/Lembaga terkait termaksud TNI dan Polri dengan segala unit kerjanya turun konsolidasi intens dan terukur bersama dengan jajaran pemerintahan di daerah. Seluruh elemen dan komponen masyarakat ikut berperan aktif sukseskan kebijakan Vaksinasi Pemerintah.
Apa bedanya dengan politik komunikasi ajakan penggunaan hak pilih dalam Pemilu dan Pilkada selama ini. Masyarakat justru antusias dengan kesadaran akan haknya menuju TPS. Cara ini bisa membangkitkan kesukarelaan masyarat yang memenuhi kriteria penerima vaksin untuk menuju tempat layanan kesehatan vaksinasi.
Memang dibutuhkan sinergisitas kehumasan karena tetap harus mengantisipasi dampak-dampak akibat kebingungan kolektif publik. Penyederhanaan informasi, regulasi Covid-19, dan konsolidasi yang rapi dan terpimpin bersama stakeholders.