Mohon tunggu...
Hidayatul Ulum
Hidayatul Ulum Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis yang masih perlu banyak belajar

Saya suka jamur, pohon, dan paus. Saya suka menulis apa pun yang terlintas di pikiran dan saya suka menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat untuk Christin

25 Desember 2023   23:40 Diperbarui: 26 Desember 2023   00:45 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hai, Chris!

What's Up?

Aku banyak memikirkanmu hari ini. Teringat dengan segala hal yang berkaitan denganmu, tepatnya. Haha.

Bagaimana harimu?

Mudikkah ke Kota B untuk merayakan natal bersama keluarga besar?

Sebenarnya aku ingin menyapamu sejak lama, Chris. Sejak 21 November 2023 ketika kulihat pohon natal sudah terpajang di depan mall seberang Gedung SK kampus kita. Malam itu aku menyaksikan gelaran pentas drama yang diadopsi dari kisah kerajaan Majapahit tentang Ronggolawe dan Minak Jinggo. Aku datang sendiri, Chris. Tanpamu. Tanpa teman-teman.

Malam itu juga aku teringat pada malam bertahun lalu saat kita melewatkan acara di Gedung SK demi jalan-jalan di mall, entah untuk membeli apa, aku lupa. Yang aku ingat, kita sempat ke toko buku dan pulang melewati jalanan area kampus yang sepi dan gelap.

Tahukah, Chris? Saat masih kelas 1 SD dulu, aku suka sekali menggambar pohon natal. Entah kenapa. Mungkin karena indah dan penuh lampu-lampu hiasan? Pernah saat bapakku pulang bekerja dari pabrik dan membawa setengah potong kue cokelat berbentuk pohon natal, aku girang bukan main. 

Ngomong-ngomong, aku masih agak ingat gambar yang pernah kubuat, lho. Ada rumah, ada pohon natal berhias lampu dan bintang pada pucuknya, dan ada dua atau tiga perempuan yang menuruni tangga sehabis menghadiri pesta dengan kado-kado natal di tangan mereka. Lalu, kegemaranku menggambar pohon natal terhenti setelah suatu hari saat aku menggambarnya di kelas, kudengar seorang teman melarangku melakukannya. Katanya, tidak boleh. Seketika aku merasa sedih karena menggambar pohon natal saja seolah-olah perbuatanku sangat haram dan penuh dosa. Mungkin, kalau pada saat itu pemikiran dan jiwa polos kanak-kanakku memperoleh penjelasan secara baik perihal mengapa aku tidak boleh menggambar pohon natal, aku bisa menerima dengan lapang dada, bukan dengan perasaan sedih, kesal, dan kecewa. 

Tahukah juga, Chris? Kalau tidak salah ingat, dulu selain sering menonton kecerdikan Kevin McCallister dalam Home Alone yang ditayangkan pada hari natal---lalu mulai sering ditayangkan di TV pada hari Minggu---aku juga pernah menyimak khotbah natal yang disiarkan saat pagi. Kalau kuingat-ingat, lucu juga kepolosan diriku saat itu yang belum memiliki pemahaman tentang kepercayaan dan agama lain selain agama yang semestinya kuanut.

Aku tidak banyak memiliki teman lintas agama, Chris. Kamu salah satu dari sekian teman nonmuslimku. Namun, aku senang berteman denganmu. Kamu baik. Baik sekali malah. Maaf, aku pernah menertawakanmu karena demi menghormati aku dan teman sekamarku yang berpuasa, kamu sampai harus minum sembunyi-sembunyi di balik pintu. Sebenarnya, kamu tidak perlu sampai sebegitunya, tapi terima kasih banyak ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun