Jagalah bicaramu, Taufik, sebab setiap kata yang keluar dari bibirmu tidak bisa ditarik, diedit atau bahkan di revisi. Begitulah realitas, Taufik. Jika kata itu telah meresep dalam hati manusia, telah bersarang dalam cangkang ingatan manusia, bagaimana menariknya? Tidak ada cara kecuali engkau memohon ampun kepada Allah yang Maha Esa. Sebab kalimatmu telah:
Tertancap dalam akalnya.
Tertanam dalam tubuhnya.
Sekali pun engkau menambahi pundi-pundi kata, jika mereka telah diserang hatinya, dan mereka merasa ‘sakit’ hati sebab apa yang engkau bicarakan, maka pertambahan kata-katamu adalah pertambahan diksi buat mereka. Sekedar menjadi pertambahan diksi. Bisa jadi, mereka enggan mendengar kalimatmu karena hatinya telah engkau serang.
mereka akan sangat hati-hati dan penuh awas mendengar kalimatmu selanjutnya.
Mereka akan sangat waspada untuk membalas kalimat yang engkau uncalkan.
Oleh karenanya, sekarang, jagalah bicaramu. Jagalah. Ketahuilah, menjaga bukan berarti engkau membisu. Namun menjaga: apa itu menjaga? Yakni memberi perlindungan kepada apa yang ingin engkau katakan. Sudah menjadi kebiasaan buat orang-orang yang berilmu, suka mencaramahi, alasannya, karena pertambahan ilmu yang berada di dalam otaknya. Â
Pertambahan ilmu itu supaya lebih melekat:
Perlu disampaikan secara langsung.
Perlu dikabarkan kepada manusia.
Perlu dikabarkan kepada realitas.