Surat Buat Guru:
Apakah setiap pelajar-islam selalu mengetahui apa yang dilakukan? Mengetahui referensi apa yang dikerjakan? Mengetahui dalil secara pasti? Setidaknya ilmu itu bukan untuk orang lain, namun untuk dirinya sendiri. Apakah setiap diri-muslim mengetahui setiap tindakannya? Mengetahui dalil yang digunakannya?
Itulah yang saat ini mengganggu pemikiranku! Sangat mengganggu.
Padahal saya tidak dituntut untuk menghafalkan dalil, padahal saya tidak dituntut untuk hapal apa yang saya kerjakan. Tapi saya ditekan oleh pemikiranku sendiri. Katanya kasar kepadaku, seperti ini:
“Kamu makan, mengerti bahwa ada hadist tentang itu, tapi kamu tidak mengetahui bagaimana bunyinya.
Kamu makan, mengerti bahwa sebelum makan ada hadist yang menyertainya, tapi kamu tidak hafal dengan bunyinya.
Kamu wudhu, kamu shalat, kamu berinterkasi dengan keluarga, kerabat, teman, mengormati guru, menyayangi anak-yatim, mengasihi yang lapar, membantu yang kesusahan, tapi kamu tidak hapal dengan bunyi dan hadistnya. Apalagi tentang sanatnya. Apalagi tentang dasar utama al-quran.
Muslimmu tidak sempurna. Muslimmu sekedar perakuan. Muslimmu sekedarnya saja. dan kamu tidak berjuang untuk memuslimkan dirimu sesungguhnya: ketahuilah, apa-pun itu perlahan-lahan, dan bertahap, mengapa tidak engkau kerjakan untuk mengetahui, mengetahui lebih dalam, dan hapal tentang dalil itu. bukankah statusmu adalah belajar? statusmu adalah pencari ilmu! Mengapa tidak engkau cari. Engkau catat tentang hal-hal yang berhubungan dengan agama.
Sekarang, berapa banyak hadist yang kamu hapal? Padahal engkau mengaji kitab hadist. Padahal engkau mampu membaca hadist. Apalagi era intenet. Apalagi era jaringan. Dengan mudah, engkau mampu membaca hadist.
Mengapa tidak engkau hapalkan? Katanya kamu mencintai Allah. Pahamilah, tatkala kamu mencintai allah maka kamu harus mencintai Nabi. Itu jalannya. Dan kamu ingat itu. Kamu sangat paham ini: bahwasanya, hadist adalah perkataan, perbuataan dan ketetapan dari kanjeng nabi—ini pengertian yang paling simpel—dan setiap harimu melakukan sesuatu:
Mengapa tidak engkau ketahui dalil-dalil yang kau lakukan itu? Bukankah tugasmu adalah belajar. bukankah kamu memiliki banyak waktu untuk mengumpulkan itu. mengapa kau anggurkan waktumu untuk lebih dekat. Merekat. Kepada ilmu-Nya.