Mohon tunggu...
Tatang  Hidayat
Tatang Hidayat Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Student Rihlah Indonesia

Tatang Hidayat, bergiat di Student Rihlah Indonesia. Ia mulai menulis sejak SD, ketika masa SMK ia diamanahi menjadi pimpinan redaksi buletin yang ada di sekolahnya. Sejak masuk kuliah, ia mulai serius mendalami dunia tulis menulis. Beberapa tulisannya di muat diberbagai jurnal terakreditasi dan terindeks internasional, buku, media cetak maupun online. Ia telah menerbitkan buku solo, buku antologi dan bertindak sebagai editor buku dan Handling Editor Islamic Research: The International Journal of Islamic Civilization Studies. Selain menulis, ia aktif melakukan jelajah heritage ke daerah-daerah di Indonesia, saat ini ia telah mengunjungi sekurang-kurangnya 120 kab/kota di Indonesia. Di sisi lain, ia pun telah melakukan jelajah heritage ke Singapura, Malaysia dan Thailand. Penulis bisa di hubungi melalui E-mail tatangmushabhidayat31@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

KH. Ahmad Sanusi: Pahlawan Nasional dari Cantayan, Sukabumi

7 November 2022   14:31 Diperbarui: 7 November 2022   14:38 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Pikiran Rakyat

Ulama-Ulama di atas merupakan Ulama yang giat mengembangkan Islam di Sukabumi pada abad ke-20. Beberapa Ulama paling terkemuka di Sukabumi terlahir dari garis keturunan yang sama, belum ditambah tokoh lain yang pernah belajar kepada Ulama dari garis keturunan di atas yang pasti turut berjasa dalam pengembangan Islam yang membuat jaringan pengembangan Islam di wilayah Sukabumi kuat. Hingga saat ini, garis keturunan keluarga tersebut dikenal dengan sebutan "Keluarga Cicantayan" (M. Syahru Ramadhan dalam Ajengan Dadun Abdulqohhar Tokoh Ulama Kesohor di Sukabumi (1936-2006), Jurnal Al-Turas, Vol. XIX, No. 1 tahun 2013).

Keluarga Cantayan merupakan istilah yang tidak asing di telinga masyarakat Sukabumi, terutama bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia dakwah, pesantren, dan pemerintahan. Istilah ini merujuk kepada keluarga besar yang diakui oleh berbagai kalangan, terutama tokoh masyarakat dan ulama Sukabumi sebaga keluarga "alim ulama" yang memiliki pengaruh kuat dalam strata sosial dan keagamaan di wilayah Sukabumi, hal ini dikarenakan banyaknya anggota keluarga Cantayan yang menjadi tokoh terkemuka. 

Dua di antaranya, KH. Ahmad Sanusi dan KH.Dadun Abdulqohhar bahkan sangat berpengaruh di Sukabumi dan Jawa Barat (M. Syahru Ramadhan dalam Ajengan Dadun Abdulqohhar Tokoh Ulama Kesohor di Sukabumi (1936-2006), Jurnal Al-Turas, Vol. XIX, No. 1 tahun 2013)

Sejarah berdirinya Pesantren Bani Yasin Cantayan berdasarkan cerita dari lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar, akibat timbulnya pertentangan dengan pemerintah Belanda, Haji Yasin --ayah KH. Abdurrahim dan kakeknya KH. Ahmad Sanusi--- yang berasal dari Soekapoera (Tasikmalaya) pindah ke Sukabumi dan mendirikan pesantren sambil menjadi amil di desa cantayan Sukabumi. H. Yasin masih ada hubungan sebagai keturunan Raden Anggadipa, ketika memegang Jabatan sebagai Bupati Sukapura, Raden Anggadipa dikenal sebagai Raden Tumenggung Wiradadaha III yang dikenal sebagai Dalem Sawidak (Miftahul Falah dalam Buku Riwayat Perjuangan KH. Ahmad Sanusi, 2009:12).

Di Sukabumi yang tergolong pesantren tua adalah Pesantren Cantayan, Genteng dan Syamsul Ulum Gunung Puyuh. Ketiga pesantren ini memiliki pengaruh yang besar di daerah Sukabumi. Pesantren Cantayan didirikan pada awal abad ke-20 oleh KH Yasin bin Idham bin Nur Sholih. Pada tahun 1912 keberadaan Pesantren Cantayan ketika dipimpin KH. Abdurrahim dapat dikatakan sebagai pesantren besar dan cukup berpengaruh. Terlebih setelah Ahmad Sanusi kembali dari Mekkah pada tahun 1915. Ia banyak membantu dan memberikan pengajaran terhadap santri-santrinya.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, Pesantren Cantayan yang didirikan oleh KH. Yasin bin Idham bin Nur Sholih kemudian dilanjutkan oleh KH. Abdurrahim disebut-sebut sebagai salah satu pesantren tertua di Sukabumi yang pernah menjadi basis perjuangan melawan penjajah dan telah melahirkan banyak pejuang dan tokoh agama. 

Banyak pula Ajengan-Ajengan Jawa Barat dan tokoh masyarakat yang telah dilahirkan melalui kiprah dakwah keluarga Cantayan. Sekarang ini generasi terakhir dari angkatan pertama keturunan KH. Abdurrahim sudah tiada dengan meninggalnya Ajengan Dadun pada tahun 2006 silam, namun keluarga besar Cantayan masih sangat dihormati karena kiprahnya dalam bidang da'wah, pendidikan serta pengembangan Islam (M. Syahru Ramadhan dalam Ajengan Dadun Abdulqohhar Tokoh Ulama Kesohor di Sukabumi (1936-2006), Jurnal Al-Turas, Vol. XIX, No. 1 tahun 2013).

Beberapa Ulama besar yang dihasilkan oleh pesantren Cantayan adalah KH. Ahmad Sanusi (Pendiri Al-Ittihadijatoel Islamijjah serta pesantren Gunung Puyuh atau lebih dikenal dengan Pesantren Syamsul Ulum), KH. Masthuro (Pendiri Pesantren Al-Masthuriyah "Tipar" Sukabumi), KH. Dadun Abdul Qohhar (Pesantren Ad-Da'wah Sukabumi), KH. Sholeh Iskandar (Pendiri Pesantren Darul Falah Bogor) dan lain sebagainya.

KH. Ahmad Sanusi dilahirkan pada 12 Muharram 1306 H / 18 September 1888 di Desa Cantayan, onderdistrik Cikembar, Distrik Cibadak Afdeeling Sukabumi dan wafat di Pesantren Gunung Puyuh, Sukabumi pada Ahad malam 31 Juli tahun 1950 (Sulasman dalam Kyai Haji Ahmad Sanusi : Berjuang dari Pesantren Hingga Parlemen dalam Jurnal Sejarah Lontar, Vol. 5, No. 2 tahun 2008 ; Munandi Sholeh dalam KH. Ahmad Sanusi dan Karya-Karyanya : Khazanah Literasi Ilmu-Ilmu Ajaran Islam di Nusantara, Jurnal At-Tadbir, Vol. 29, No. 02 tahun 2019).

Beliau dikenal sebagai Ajengan Cantayan, sosok ulama sunda yang dipenuhi aktifitas sosial keagamaan plus mewariskan karya yang sangat berharga dan bisa dibanggakan oleh urang sunda. Salah satu karya KH. Ahmad Sanusi yang banyak dikenal di masyarakat Sunda adalah kitab Raudhah al-'Irfn fi ma'rifah al-Qur'n yang bisa dikatakan sebagai kitab tafsir Sunda. Sejak kecil beliau belajar ilmu agama dari ayahnya sendiri, K.H Abdurrahim, pemimpin Pesantren Cantayan di Sukabumi. Selanjutnya ia belajar dari pesantren ke pesantren di daerah Jawa Barat (ypibaniyasincantayan.blogspot.com, 12/5/2009). 

Pada tahun 1910 Ahmad Sanusi menikahi Siti Juwariyah dan beberapa bulan kemudian berangkat ke Makkah untuk ibadah haji dan setelahnya ia tidak langsung pulang, tetapi bermukim disana bermaksud untuk menimba ilmu kepada para ulama di Makkah. Sekembalinya ke tanah air pada tahun 1915, beliau membantu ayahnya membina Pesantren Cantayan sambil membina para ulama. Kemudian tahun 1922 K.H. Ahmad Sanusi mendirikan pesantren Genteng Babakan Sirna, Cibadak, Sukabumi. Dalam menyampaikan dakwah, K.H. Ahmad Sanusi mempunyai metoda yang keras, radikal, tegas, dan teguh pendirian. Beliau merombak cara belajar santri dengan duduk tengkurap (ngadapang) diganti dengan duduk di bangku dan meja dan diterapkan sistim kurikulum berjenjang (klasikal) (Miftahul Falah dalam Buku Riwayat Perjuangan KH. Ahmad Sanusi, 2009 ; ypibaniyasincantayan.blogspot.com, 12/5/2009).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun