Apa yang dikaji dalam kitab Ta'lim al-Muta'allim Tariq al-Ta'allum dan syarahnya yang bersandar pada pendapat Ulama Hanafiyyah tidak berbeda dengan penjelasan dalam kitab Tadzkirah as-Sami' wa al-Mutakallim karya Imam Ibn Jama'ah yang bersandar pada pendapat Ulama Syafi'iyyah.
Pada umumnya, merujuk pada tradisi belajar - mengajar para Ulama di era Sahabat, Tabi'in dan Tabi' Tabi'in. Bahkan sebagiannya jelas dinisbahkan pada masa Nabi Shalla Allah 'Alaihi Wa Sallam. Adab terhadap ilmu dan guru yang diajarkan dalam matan Ta'lim al-Muta'allim Tariq al-Ta'allum dan syarah-nya adalah bagian dari hukum Syariah, bukan sekedar tradisi masyarakat yang boleh berubah, karena bersandar pada hadits Nabi Shalla Allah 'Alaihi Wa Sallam, pendapat Sahabat dan Tabi'in, serta para Ulama setelahnya. Artinya, bisa jadi rujukannya dalil ataupun ijtihad Ulama.
Kajian Pendidikan Islam dalam matan Ta'lim al-Muta'allim Tariq al-Ta'allum dan syarah-nya bisa dibandingkan dengan karya ulama lain dengan madzhab berbeda selain at-Tadzkirah-nya Imam Ibn Jama'ah, semisal al-Faqih wa al-Mutafaqqih-nya Imam al-Khathib al-Baghdadi, Jami' Bayan al-'Ilm wa Fadhlih-nya Imam Ibn Abdill Barr, Ihya` 'Ulum ad-Din-nya Imam al-Ghazali, at-Tibyan fi Adab Hamlah al-Qur`an, al-Majmu'-nya Imam an-Nawawi dan Adab al-'Alim Wal-Muta'allim KH. Hasyim Asy'ary.
Terlebih lagi, penulis matan Ta'lim al-Muta'allim Tariq al-Ta'allum dan syarah-nya adalah Ulama Hanafiyyah yang madzhabnya dikenal sebagai Ahli Ra`yu. Apabila kajiannya sesuai dengan pendapat Ahli Atsar menunjukkan adab - adab yang masyhur dalam kitab Ta'lim al-Muta'allim Tariq al-Ta'allum dan syarah-nya adalah bagian dari ajaran Islam yang tidak bisa digantikan oleh teori apapun dari Pendidikan Barat.Â
Yang juga termasuk dalam bahasan ini ialah adanya keterkaitan antara maksiat dengan keberkahan ilmu, yang ditolak oleh Pendidikan Barat yang dianggap "modern". Bagi para pelajar muslim, keterikatan pada hukum Syariah adalah perkara penentu dalam hasilnya ilmu bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat secara umum. Keberkahan ilmu yang didapatkan melalui penerapan adab terhadap ilmu dan Ulama merupakan ciri khas santri dan alumni dari Pesantren Salafiyyah di Nusantara secara umum, terutama di Pulau Jawa.
Kesimpulan
Matan Ta'lim al-Muta'allim  dan syarah-nya sudah diajarkan oleh thabaqah (tingkatan generasi) Ulama setelah KH. Tubagus Ahmad Bakri As-Sampuri dan KH. Hasyim Asy'ari rahimahumullah. Setidaknya kitab tersebut sudah dikenal luas di era keduanya ataupun di masa para gurunya seperti Syaikh Cholil al-Bangkalani.Â
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matan Ta'lim al-Muta'allim Tariq al-Ta'allum dan syarah-nya sampai ke Nusantara melalui hubungan Mekkah sebagai bagian Wilayah (setingkat Kegubernuran/Provinsi) dari Daulah 'Aliyyah Utsmaniyyah yang merupakan Kekhalifahan-nya kaum muslimin saat itu dengan para Ulama Jawi yang belajar di sana.
Matan Ta'lim al-Muta'allim dan syarah-nya jelas terlihat dalam Kurikulum Pesantren Salafiyyah (Tradisional) terutama di Pulau Jawa. Dapat ditetapkan bahwa "ruh" dari pondok pesantren adalah konsep Pendidikan Islam yang dijelaskan dalam matan Ta'lim al-Muta'allim dan syarahnya, terutama terkait adab terhadap ilmu dan guru.Â
Sebagian pihak menuduh pengaruh tersebut adalah "penghambat kemajuan" yang tidak sesuai dengan perkembangan pendidikan modern. Kritis terhadap kajian Pendidikan Islam di masa lalu dibenarkan jika bersandar pada dalil dalam bahasan materi ajar dan metode belajar yang bersandar pendekatan ilmiah dalam bahasan teknik serta sarananya.Â
Sedangkan kritik bersandarkan pada konsep Pendidikan Barat jelas keliru karena sudah berbeda sejak asasnya, yakni Sekulerisme. Apa yang dianggap tradisi masa lalu oleh Pendidikan Barat sebagiannya adalah bagian dari hukum Syariah, termasuk konsep utama seputar adab terhadap ilmu dan guru.