Mohon tunggu...
Tatang  Hidayat
Tatang Hidayat Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Student Rihlah Indonesia

Tatang Hidayat, bergiat di Student Rihlah Indonesia. Ia mulai menulis sejak SD, ketika masa SMK ia diamanahi menjadi pimpinan redaksi buletin yang ada di sekolahnya. Sejak masuk kuliah, ia mulai serius mendalami dunia tulis menulis. Beberapa tulisannya di muat diberbagai jurnal terakreditasi dan terindeks internasional, buku, media cetak maupun online. Ia telah menerbitkan buku solo, buku antologi dan bertindak sebagai editor buku dan Handling Editor Islamic Research: The International Journal of Islamic Civilization Studies. Selain menulis, ia aktif melakukan jelajah heritage ke daerah-daerah di Indonesia, saat ini ia telah mengunjungi sekurang-kurangnya 120 kab/kota di Indonesia. Di sisi lain, ia pun telah melakukan jelajah heritage ke Singapura, Malaysia dan Thailand. Penulis bisa di hubungi melalui E-mail tatangmushabhidayat31@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Napak Tilas Sejarah Kota Pahlawan di Museum Surabaya (Gedung Siola)

22 Juli 2021   20:04 Diperbarui: 22 Juli 2021   21:17 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelabuhan Lama Kalimas

Pelabuhan Rakyat Kalimas yang berada di Surabaya telah berdiri beberapa abad yang lalu. Ia lahir pada abad ke-14. Pada masa kini, pelabuhan ini bukan lagi menjadi pelabuhan utama sejak pelabuhan Tanjung Perak dibangun pemerintahan kolonial. Meskipun begitu, peran pelabuhan ini masih penting bagi para pelayar kecil di Surabaya. Pada masa lampau, kapal-kapal dagang berukuran besar hanya bisa berlalu di Selat Madura saja. Minimnya akses parit menuju kota Surabaya membuat kapal-kapal besar terpaksa menepi ke wilayah selat dekat Surabaya. Tongkang maupun kapal kecil kemudian akan menghampiri kapal besar tersebut dalam melakukan proses bongkar muat (jalurrempah.kemdikbud.go.id, 25/2/2021).

Setelah kapal-kapal tersebut memuat barang, mereka dengan gesitnya menelusuri Sungai Kalimas hingga mencapai pelabuhan utama Surabaya. Kala itu, Pelabuhan Rakyat Kalimas merupakan jantung perdagangan kota Surabaya. Suatu tempat di mana rempah hilir mudik ini juga meninggalkan beberapa jejaknya. Kapal-kapal pinisi berjajar rapi di pinggir dermaga. Buruh angkat dan awak kapal sibuk hilir mudik mengurusi proses bongkar muat. Maka tak heran mulai terlihat kanal-kanal sebagaimana banyak ditemukan di Negeri Tulip. (jalurrempah.kemdikbud.go.id, 25/2/2021).

Gedung Siola

Bangunan yang berada di area Jalan Tunjungan ini dahulunya adalah bekas dari berbagai jenis bangunan yang dialihfungsikan. Akan tetapi Pemerintah kota (PemKot) Surabaya kini sudah menetapkan fungsinya sebagai Museum Surabaya. Mengutip dari berbagai sumber, kisah mengenai Gedung Siola bermula pada 1877, yaitu ketika investor berkebangsaan Inggris bernama Robert Laidlaw membangun gedung tersebut untuk dijadikan tempat bisnisnya. Saat itu, ia menamakan pusat perkulakan di gedung itu Het Engelsche Warenhuis. Ia bahkan sempat menjadi pengusaha tekstil terbesar saat itu dan memiliki usaha bernama Whiteaway Laidlaw (Wiwin Fitriyani dalam surabaya.liputan6.com, 28/8/2019). .

Masa kejayaan keluarga Laidlaw berakhir di sektor perdagangan pada 1935.Ini terjadi setelah pemiliknya meninggal. Setelah Jepang masuk, gedung tersebut dibeli oleh pengusaha asal Jepang. Pengusaha itu mengubah nama gedung menjadi 'Toko Chiyoda'. Di toko itu, banyak yang menjual aneka tas dan juga koper. Saat itu, tas dan koper populer sehingga mendorong orang-orang untuk menjual barang tersebut. Setelah Sekutu datang ke tanah Surabaya, Jepang tunduk kalah kepada Sekutu, lantas gedung menjadi kosong tak berpenghuni. Pada 1945, bangunan ini menjadi gedung pertahanan masyarakat Surabaya untuk menghindari serangan Sekutu yang datang dari utara, sehingga pantas disebut gedung perjuangan pemuda Surabaya (Wiwin Fitriyani dalam surabaya.liputan6.com, 28/8/2019). .

Pertempuran yang dahsyat tersebut membuat pejuang membumihanguskan gedung itu. Selanjutnya, pada 1960 yaitu ketika masa kemerdekaan telah diraih, gedung itu direnovasi dan namanya diganti menjadi toko Siola. Nama tersebut diambil dari singkatan nama kongsi pemiliknya antara lain Soemitro-Ing Wibisono-Ong-Liem-Ang. Ketika itu, Toko Siola mulai dibuka dan menjadi salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya (Wiwin Fitriyani dalam surabaya.liputan6.com, 28/8/2019). .

Jadi, bisa dikatakan kalau Siola adalah mal pertama yang ada di Surabaya. Singkat cerita, pada 1998 Gedung Siola ditutup lantaran tidak mampu bersaing dengan tempat perbelanjaan modern saat itu seperti Pasar Atum, Pasar Turi, Plaza Surabaya, dan Tunjungan Plaza. Akan tetapi, setelah gedung tersebut mengalami perubahan fungsi, nama, dan juga sering gagal dijadikan tempat bisnis, akhirnya gedung itu dikembalikan kepada Pemkot Surabaya (Wiwin Fitriyani dalam surabaya.liputan6.com, 28/8/2019). .

Pada 2015, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) beserta jajarannya menjadikan gedung tersebut sebagai museum yang bernama Museum Surabaya. Museum Kota Surabaya ini berisi 1.000-an benda-benda bersejarah dalam kaitan perjalanan Surabaya yang berada di lantai I Gedung Siola. Koleksi di museum ini mulai dari arsip kependudukan sejak 1837, baju Dinas Pemadam Kebakaran sejak zaman Belanda, alat transportasi seperti dua becak yang berwarna biru dan putih. Kisah mengenai Gedung Siola ternyata panjang dan rumit ya, serta sangat mempunyai nilai historynya yang tinggi (Wiwin Fitriyani dalam surabaya.liputan6.com, 28/8/2019).

Di Gedung Siola siang itu, saya diberikan kesempatan untuk memasukinya. Oh ia teman-teman bisa memasukinya dengan gratis dan jangan lupa mengisi buku tama ya. Saat itu, saya mempelajari beberapa referensi yang menjelaskan tentang sejarah berdirinya Surabaya dan perjuangannya yang dikenal dengan pertempuran 10 November dengan Bung Tomo sebagai sosok utamanya. Di Museum Kota Surabaya masih banyak tersimpan beberapa artefak masa lalu yang masih utuh dan bisa kita nikmati. Setiap tempat dan benda yang ada di Museum Kota Surabaya satu persatu tidak saya lewatkan untuk dibaca dan dihayati, seolah saya sedang diajak menembus ruang dan waktu ke masa lalu, layaknya saya sedang ikut dalam peristiwa 10 November itu.

Saking asyiknya mempelajari berbagai artefak yang ada di museum itu, tidak terasa adzan Dzuhur berkumandang, artinya saya harus segera menyelesaikan kegiatan di museum, dan segera menuju masjid untuk melaksanakan shalat Dzuhur secara qashar dan shalat Ashar jama takdim qashar. Siang itu saya diberikan kesempatan untuk melaksanakan shalat di salah satu masjid bersejarah di Surabaya, yakni masjid Kemayoran yang dijadikan pusat markas Hizbullah pada pertempuran 10 November. Di sisi lain, ba'da Dzuhur saat itu ternyata bertepatan dengan adanya seorang warga yang meninggal dan akan dilaksanakan shalat jenazah, tanpa pikir panjang para jama'ah ikut menshalatkan jenazah tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun