Selama sepekan, tanggal 17 -- 24 Juni 1916, di Alun-Alun Bandung seperti ada pasar malam. Bahkan pada hari Minggu siang tanggal 18 Juni diadakan pawai besar yang berjalan teratur melalui jalan-jalan raya Bandung. Semula pawai itu juga akan membawa Bendera Turki Utsmani. Tapi maksud ini tidak dilaksanakan, berdasar larangan dari Assisten Residen (Nunu A Hamijaya dalam buku Titik Nol Kehendak Berpemerintahan Sendiri Zelfbestuur 1916).
Bandung adalah monumen perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan dan monumen pribumi muslim untuk berkehendak berpemerintahan sendiri (Zelfbestuur). Oleh karena itu, menjadikan Bandung sebagai tempat Palestine Walk sangat tepat, karena keadaan Palestina saat ini sedang dijajah oleh entitas Yahudi. Akar masalah bagi permasalahan Palestina adalah karena adanya penjajahan yang dilakukan oleh entitas Yahudi dan solusinya penjajah tersebut harus diusir dari bumi Palestina. Selama penjajah itu masih ada di Palestina, permasalahan Palestina tidak akan selesai-selesai.
18-24 April 1955, Bandung kembali dijadikan tempat dalam agenda besar dan bersejarah yang dikenal dengan Konferensi Asia Afrika. Agenda tersebut melibatkan negara-negara di Benua Afrika dan Asia. Negara-negara peserta Konferensi Asia-Afrika di antaranya, Afghanistan, Indonesia, Pakistan, Birma, Iran, Filipina, Kamboja, Irak, Iran, Arab Saudi, Ceylon, Jepang, Sudan, Republik Rakyat Tiongkok, Yordania, Suriah, Laos, Thailand, Mesir, Libanon, Turki, Ethiopia, Liberia, Vietnam (Utara), Vietnam (Selatan), Pantai Emas, Libya, India, Nepal, dan Yaman.
Hasil Konferensi Asia Afrika di antaranya ada konsensus yang dituangkan dalam komunike akhir, yang isinya adalah mengenai kerja sama ekonomi; kerja sama kebudayaan; hak-hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri; masalah rakyat jajahan; masalah-masalah lain; deklarasi tentang memajukan perdamaian dunia dan kerja sama internasional. Deklarasi yang tercantum pada komunike tersebut, selanjutnya dikenal dengan sebutan Dasasila Bandung.
Dasasila Bandung yaitu suatu pernyataan politik berisi prinsip-prinsip dasar dalam usaha memajukan perdamaian dan kerja sama dunia. Adapun isi dari Dasasila Bandung :
- Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
- Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa
- Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar maupun kecil
- Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soalan-soalan dalam negeri negara lain
- Menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian ataupun kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB
- Tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara besar dan tidak melakukannya terhadap negara lain
- Tidak melakukan tindakan-tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan politik suatu negara
- Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi (penyelesaian masalah hukum) , ataupun cara damai lainnya, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBBcc
- Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama
- Menghormati hukum dan kewajiban--kewajiban internasional.
Dasasila Bandung mengubah pandangan dunia tentang hubungan internasional. Bandung telah melahirkan faham Dunia Ketiga atau "Non-Aligned" terhadap Dunia Pertama Washington, dan Dunia Kedua Moscow. Jiwa Bandung telah mengubah juga struktur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Forum PBB tidak lagi menjadi forum eksklusif Barat atau Timur saja (http://disdik.jabarprov.go.id/, 18/4/2020).
Setelah Konferensi Asia Afrika, Bandung disebut dengan Ibu Kota Asia Afrika karena telah dijadikan tempat dalam agenda berbasis internasional dan berhasil menyatukan bangsa Asia dan Afrika untuk keluar dari belenggu kolonialisme dan imperialisme menuju kemerdekaan dan perdamaian. 10 tahun setelah itu, diselenggarakan kembali Konferensi berbasis internasional,  pada 6-14 Maret 1965 konferensi  ini  khusus  untuk  menyatukan  ide  dan solidaritas kalangan umat Islam bangsa Asia dan Afrika untuk melawan neo-kolonialisme yaitu  dalam  konferensi  Islam  Afrika Asia, agenda tersebut  adalah  kelanjutan  perjuangan  dari Konferensi Asia Afrika yang dilandasi oleh spirit keIslaman yang berada di dada setiap jiwa umat Islam Asia Afrika untuk melawan sistem kejahatan internasional  yang  bernama  neo-kolonialisme. Â
Neo-kolonialisme  ini  telah campur tangan  di dunia  Islam  dengan  berkedokan  kerjasama  di  bidang politik,  ekonomi,  kebudayaan  dan  bahkan  agama.  Padahal  sistem  tersebut  adalah sebuah penjajahan bentuk baru. Kota Bandunglah yang menjadi saksi  perjuangan dua konferensi tersebut untuk kemajuan bangsa Asia dan Afrika dari  cengkraman  kolonialisme dan imperialism baik  bentuk  lama  maupun  dalam bentuk baru (Andri Nurjaman dan Asep Sulaiman dalam Jurnal Historia Madania Vol. 4 No. 1 tahun 2020).
Berdasarkan fakta-fakta sejarah di atas, dapat disimpulkan dari dulu Bandung selalu dijadikan sebagai tempat perlawanan terhadap cengkraman kolonialisme dan imperialisme. Dari dulu Bandung selalu melahirkan gagasan dan opini global. Begitupun yang terjadi saat ini adanya penjajahan di bumi Palestina pasti ada hubungan dengan Bandung pada khususnya dan Indonesia pada umumya, karena melawan penjajahan adalah amanat dari Kongres Nasional Pertama Central Sarekat Islam, Konferensi Asia Afrika dan Konferensi Islam Afrika Asia.
Sudah menjadi komitmen bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina sebagaimana amanat konstitusi UUD 1945, yang secara tegas Indonesia menyatakan dalam pembukaan UUD 1945 bahwa "kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".
Di sisi lain, bagi seorang muslim, tentu melawan penjajahan merupakan tuntutan akidah Islam, begitupun masalah pembebasan Masjid Al Aqsha dan Palestina bukan hanya masalah kemanusiaan saja, lebih dari itu, tetapi masalah Akidah Islam.