"Kata siapa?" tanya ajengan Husnen.
"Ada beberapa rekan bercerita tentang mimpi akang sebelum berbaiat kepada Imam Kartosuwiryo"
"Kebetulan saya sekarang mendapat amanah sebagai bupati dan jabatan ini di Kekhalifahan Turki mendapat sebutan Affandi".
"Sae pisan, Kang. Barokah kanggo pergerakan urang, Kang."
"Kalau Choer, Kang?"
"Ah itu mah tatangga lamun kaula ngaji sok disarebut Choer...Choer...Choer"
"Masya Allah... Jadi Choer Affandi." (Zaman : 139-140).
Begitulah penulis menuangkan akan teka teki perubahan nama Onong Husnen menjadi Choer Affandi. Memang saat itu, Â Choer Affandi diamanahi menjadi Bupati DI/TII Tasikmalaya, dan dalam Kekhalifahan Turki, nama Effendi atau derivasinya Efendi dan Affandi berasal dari Turki Utsmani. Effendi merupakan gelar kebangsawanan di Turki. Macam Sir kalau di Inggris, atau Dato' kalau di Malaysia. Hanya saja gelar ini ditaruh di belakang nama. Gelar ini biasanya diberikan kepada orang-orang yang memiliki kedudukan atau jabatan tinggi di pemerintahan. Gelar ini diberikan pula kepada orang-orang terpelajar atau para ulama.
Sementara itu, saya melihat sebuah konsep diri yang sangat kuat dalam diri Choer Affandi pada kisah versi Fauz Noor. Bagaimana beliau menjalani hidup dengan cara menempuh jalan yang sulit, bahkan harus masuk hutan. Detail deskripsi ini pula yang menyebabkan kita bisa turut berempati pada tokoh-tokohnya, salah satunya bagaimana keprihatinan Oyoh Shofiyah, istri beliau yang setia menemani perjuangan suaminya, ketika mengandung pun harus masuk hutan dan menempuh perjalanan jauh. Bahkan di bagian akhir buku ini, bagaimana Choer Affandi dan istri harus bersedih dengan kehilangan putra mereka untuk kedua kalinya.
Hal terpenting, ada banyak pesan yang tersirat dan tersurat. Utamanya tentang perjuangan mencari ilmu, ketegasan prinsip, cinta syariah, pengorbanan, dan melanjutkan dakwah. Terharu, itu kesan saya ketika membaca bagian akhir buku ini.
Setiap santri di tatar sunda umumnya, dan priangan timur khususnya pasti sudah mengenal dengan sosok legendaris ini. Fauz Noor dalam buku ini bukan hanya bermaksud mengabadikan perjuangan Choer Affandi, tetapi lebih dari itu, ia ingin mengabadikan bagaimana semangat juangnya Choer Affandi dalam mencari ilmu, ketegasan memegang prinsip, cinta syariah, pengorbanannya dalam mempertahankan Jawa Barat dan negeri ini, serta dalam melanjutkan dakwah. Penulis ingin mewariskan nilai-nilai itu pada kita. Bukan mengenang hidupnya, tetapi mengajak kita hidup bersama beliau, dan menyeret kita untuk tenggelam pada berbagai golak rasa yang beliau alami sepanjang perjuangan.