Jika seorang pelajar tidak menghormati ilmu dan guru, maka pelajar tersebut tidak akan memperoleh ilmu tersebut. Karena jika kita menginginkan ilmu yang kita pelajari, disamping kita mencintai ilmunya, kita juga harus mencintai wasilah yang menyampaikan ilmu tersebut, yaitu guru.
Islam memposisikan guru sebagai orang yang mulia, dijelaskan oleh Sayyidina Ali karramallahu wajhah yang dikutip az-Zarnuji (2012: 28) beliau berkata “aku adalah sahaya (budak) orang yang mengajariku walau hanya satu huruf, jika dia mau silahkan menjualku, atau memerdekakan aku, atau tetap menjadikan aku sebagai budaknya.”
Saking dimuliakannya posisi guru dalam Islam, siapapun yang mengajari hanya satu huruf, maka itu bisa disebut guru. Di Hari Guru Nasional ini yang selalu diperingati setiap tahunnya, sejenak kita merenung peran guru bagi kehidupan kita semua begitu banyaknya, tetapi terkadang kita melupakan jasa-jasa mereka, bahkan sekedar mendo’akan pun mungkin kita lupa.
Begitu banyak jasa guru-guru kita selama ini, yang telah mengorbankan jiwa, raga, waktu, tenaga, pikiran dan yang lainnya demi mendidik murid-muridnya. Baik itu guru dari pendidikan formal, in formal maupun non formal, semuanya yang telah mendidik kita dengan kebaikan adalah guru kita.
Martabat Guru Dalam Pendidikan Materialisme
Namun sayangnya posisi guru yang dalam Islam begitu sangat dimuliakan, itu berbanding terbalik ketika pendidikan berkiblat kepada pendidikan materialisme. Guru saat ini tidak lagi dihargai sebagai guru di hadapan murid-murdinya. Terkadang kita menemukan ada beberapa murid yang tidak lagi memandang guru sebagai halnya seorang guru. Sehingga hilanglah jiwa kewibawaan guru tersebut.
Menurut Tafsir (2014: 87-88) rendahnya martabat guru dalam masyarakat Islam saat ini agaknya disebabkan beberapa hal :
- Karena pengaruh pandangan rasionalisme, materialisme, dan pragmatisme.
- Pengaruh dari masyarakat itu sendiri yang telah rusak juga oleh paham-paham itu. Masyarakat telah menggunakan pertimbangan yang semata-mata rasional, ekonomi dan relatif.
- Keterpengaruhan guru dan masyarakat oleh paham barat itu, menurut Tafsir (2014: 88) disebabkan oleh dua hal :
- Karena menipisnya iman, penyebabnya karena masuknya paham-paham tadi adalah salah satu kemungkinan penyebab tersebut.
- Karena kekaguman, katakanlah silau, terhadap kemajuan sains dan teknologi barat,
Pendidikan yang materialistik menanamkan basis pemikiran yang serba terukur secara material serta memungkiri hal-hal yang bersifat non materi kepada anak didik. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Nilai transendental dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan. Tempatnya telah digantikan oleh etik yang pada faktanya bernilai materi juga.
Sehingga dalam sistem pendidikan materialisme, martabat guru begitu rendah, murid tidak lagi menghormati gurunya. Karena murid tidak menghormati gurunya, maka ilmu yang didapatkan murid tersebut tidak akan berkah. Begitu banyak kita menyaksikan hari ini, kebanyakan para koruptor yang mendekam dipenjara, mayoritas mereka adalah orang-orang pintar lulusan perguruan tinggi.
Peran Guru dalam Sistem Pendidikan Islam
Untuk mewujudkan peran guru yang dimuliakan oleh murid tentunya itu ada dalam sistem pendidikan Islam. Untuk mewujudkan sistem pendidikan Islam bukanlah hal yang mudah, karena banyak kendala yang akan dihadapi. Menurut Yusanto (2002: 20) bahwa Model pendidikan atau sekolah unggulan itu hanya dapat diterapkan oleh Negara. Karena negaralah yang memiliki seluruh otoritas yang diperlukan bagi penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, termasuk penyediaan dana yang mencukupi, sarana, prasarana yang memadai dan sumberdaya manusia yang bermutu.