Allohu Akbar Allohu Akbar Allohu Akbar Laaillaa ha illallah hu Allahu Akbar Allohu Akbar Walilla Hilhamdu. Kalimat takbir, tahlil dan tahmid pun tidak terasa berkumandang memekik langit-langit Kota Bandung. Setelah berbuka dan melaksanakan shalat Maghrib dan Isya berjama'ah, saya meminta izin kepada tim untuk pulang karena mau melaksanakan takbir di pondok.
Sepanjang perjalanan pulang dari Cimenyan menuju pondok, tidak terasa suasana haru menyelimuti diri ini, untuk pertama kalinya berhari raya seorang diri yang jauh dari keluarga. Biasanya malam 'Idul Fitri di isi dengan silaturahim bersama kerabat dan masyarakat yang ikut menyemarakan takbiran di Masjid, tidak lupa ditemani nasi liwet pada malam harinya sebagai tradisi turun temurun. Namun malam ini saya isi malam takbir bersama dua orang santri yang tersisa, mereka berasal dari Garut dan Bogor.
Pada pagi harinya, setelah segala sesuatu dipersiapkan dengan baik, tibalah pelaksanaan shalat 'Idul Fitri 1439 H dilaksanakan, yang bertindak sebagai Imam dan Khatib adalah Ustadz Ajil Yumna Al-Qurthuby selaku dewan asatidz PPM Miftahul Khoir Bandung. Setelah khutbah selesai, para jama'ah pun musafahah antara satu dengan yang lainnya. Setelah selesai semuanya, maka saya harus segera pulang dan melanjutkan perjalanan pulang.
Sesampainya di rumah orang tua, saya pun meminta maaf kepada keduanya, tidak terkecuali kepada kedua adik saya, sampai saat ini saya sebagai anak keduanya belum bisa berbakti dengan sepenuhnya, bahkan terkadang saya sering mengecewakan kedua orang tua saya, khususnya ibu saya. Semoga kedua orang tua saya sehat selalu, panjang umur, berkah rezeki dan dimudahkan segala urusannya. Amiin yaa Rabbal 'Alamiin.
Mudik ka Lemah Cai Tasikmalaya
Tasikmalaya, saya menyebutnya bukan hanya kota santri, tetapi bagi saya Priangan Timur termasuk Tasikmalaya di dalamnya adalah tanah yang disuburkan dengan jutaan liter darah syuhada, Tasikmalaya adalah medan jihadnya para 'Ulama. Maka tidak berlebihan jika Tasikmalaya disebut sebagai tanahnya para Syuhada dan Medan Jihadnya para 'Ulama, karena tidak sedikit dari para 'Ulama, santri, mujahid yang dilahirkan, berjihad, dan dimakamkan di Tasikmalaya.
Pegunungan-pegunungan di Priangan Timur menjadi saksi bisu akan kisah heroiknya para 'Ulama dan santri bergerilya di pegunungan dalam mempertahankan tanah Jawa Barat dari para penjajah. Langit-langit di Priangan Timur berkah dengan pekikan-pekikan takbir dan kalimat thoyyibah dari para pejuang.
Saat tiba di kampung halaman, sebagaimana biasa tradisi mengisi hari Raya 'Idul Fitri dan bulan syawal di kampung halaman saya sangat ramai dengan berbagai kegiatan, baik silaturahim sesama sanak keluarga dan tetangga, alumnian keluarga maupun pondok pesantren, walimah sunat, nikah hingga walimah safar yang mau berangkat haji, dan beberapa kegiatan lainnya yang tidak kalah ramainya dalam menyambut kegembiraan hari yang Fitri.
Mudik Hampa
Namun setelah saya lewati hari ke hari di kampung, ternyata ada sesuatu yang berbeda seolah syawal tahun ini terasa hampa, hal tersebut terasa tatkala setiap waktu pagi menjelang adzan shubuh, tidak ada lagi suara khas dari seorang kiai sepuh yang rutin membangunkan masyarakat melalui pengeras suara dari masjid. Tidak ada lagi do'a setelah tidur, lantunan kalimat thoyyibah dan bacaan ayat suci al-Qur'an yang selalu menemani sebelum adzan shubuh berkumandang.
Sosok beliau kini telah tiada, beliau sudah berjumpa dengan kekasih yang selama ini beliau rindukan. Allah SWT sangat menyayangi beliau, sehingga beliau dipanggil terlebih dahulu. Begitupun saat acara reuni akbar alamamater ibu saya Pondok Pesantren Miftahul Huda Nurul Qomar Tasikmalaya yang rutin diselenggarakan setiap tahunnya, tidak ada lagi sosok yang selalu memimpin membacakan do'a pada acara tersebut, karena memang sosok tersebut sudah tenang di alam sana.