Mohon tunggu...
Tatang  Hidayat
Tatang Hidayat Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Student Rihlah Indonesia

Tatang Hidayat, bergiat di Student Rihlah Indonesia. Ia mulai menulis sejak SD, ketika masa SMK ia diamanahi menjadi pimpinan redaksi buletin yang ada di sekolahnya. Sejak masuk kuliah, ia mulai serius mendalami dunia tulis menulis. Beberapa tulisannya di muat diberbagai jurnal terakreditasi dan terindeks internasional, buku, media cetak maupun online. Ia telah menerbitkan buku solo, buku antologi dan bertindak sebagai editor buku dan Handling Editor Islamic Research: The International Journal of Islamic Civilization Studies. Selain menulis, ia aktif melakukan jelajah heritage ke daerah-daerah di Indonesia, saat ini ia telah mengunjungi sekurang-kurangnya 120 kab/kota di Indonesia. Di sisi lain, ia pun telah melakukan jelajah heritage ke Singapura, Malaysia dan Thailand. Penulis bisa di hubungi melalui E-mail tatangmushabhidayat31@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Catatan Perjuangan Menuju Negeri Jiran Malaysia

13 April 2018   22:50 Diperbarui: 14 April 2018   00:11 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjuangan sebelum keberangkatan ke negeri jiran itu diwarnai dengan beberapa pengorbanan, bagaimana tidak, mulai dari membuat paspor saya harus bulak balik Bandung - Tasikmalaya dan harus menempuh perjalanan kurang lebih 150 KM. Mengapa bisa seperti itu ? dikarenakan Imigrasi Kota Bandung saat itu kuota antrinya sudah penuh.

Saat wawancara pembuatan paspor pun ternyata ada salah satu persyaratan yang belum saya penuhi, yakni rekomendasi dari kampus saya, segera saat itu juga saya menghubungi Bapak Endang selaku orang tua saya di kampus, meminta izin untuk dibuatkan surat rekomendasi yang di tandatangani Ketua Prodi IPAI UPI (Dr. KH. Aam Abdussalam, M. Pd.).

Setelah selesai wawancara dan harus mengambil paspor hari Jum'at pekan berikutnya, ternyata paspor saya baru jadi sekitar pukul 15.00 saat hari terakhir saya harus memenuhi persyaratan untuk mengikuti agenda tersebut, dan syarat yang belum saya penuhi adalah paspor, bisa dibayangkan bagaimana jika hari itu paspor saya belum jadi, dapat dipastikan saya kemungkinan gagal berangkat.

Namun, saat waktu pengambilan paspor tersebut tepatnya hari Jum'at, 23 Maret 2018 ternyata saat waktu shubuh di hari itu ibu saya dibawa ke rumah sakit, penyakit beliau kambuh lagi, namun saya belum mengetahuinya.

Pantas saja ketika hari Jum'at saya di hubungi oleh ayah saat menanyakan proses pembuatan paspor, ada yang berbeda dari nada beliau berbicara, sebenarnya saya juga sudah ada firasat yang nggak enak di dalam hati ini, namun saya tetap berhusnuzhon dan malamnya sudah tiba lagi di Bandung.

Benar saja firasat saya kemarin, ketika pagi-pagi membuka handphone, sudah ada 30 lebih panggilan tidak terjawab dari ayah, maklum saja bahwa handphone saya nadanya di silent. Ketika saya angkat panggilan tersebut dan mendengar dari ayah bahwa ibu masuk rumah sakit lagi.

Sontak saja air mata ini mulai menetes membasahi pipi dan mulut tidak bisa berbicara apa-apa, ternyata saat saya mengambil paspor, ternyata ibu sedang berjuang melawan penyakitnya dan tidak mau mengganggu kegiatan untuk mewujudkan cita-cita anaknya.

Saat itu pula saya segera menghubungi guru saya (KH. Athon Sultonniyah "Pengasuh Pondok Pesantren Manarul Huda Bandung) untuk meminta dido'akan untuk kesembuhan ibu, terutama di do'akan oleh para santri. Tibanya di rumah sakit saya langsung mencium tangan beliau dan diiringi dengan tetesan air mata, saya bertanya kepada orang yang mau mengorbankan nyawanya untuk saya.

Ibu sakit apa ? Kenapa ibu sakit lagi ? Itulah pertanyaan yang keluar dari mulut saya. Namun jawaban yang beliau berikan seolah menutupi kesakitannya, bahwa beliau tidak sakit apa-apa dan sudah sembuh. Mendengar jawaban beliau, melengkapi sudah kesedihan ini, bagaimana tidak, ibu selalu menutupi kesakitannya dihadapan anak-anaknya.

Saya pun menunggu dan menemani beliau di rumah sakit, jangan sampai saya menjadi anak yang tidak bisa masuk surga padahal orang tua saya masih ada, dan khidmatnya saya kepada orang tua mudah-mudahan bisa menjadi wasilah supaya Allah SWT ridho kepada saya.

Tidak berselang lama, duka saya kembali bertambah, ternyata saat sore hari saya mendengar kabar dari seorang kawan, dikabarkan bahwa seorang kawan seperjuangan dalam dunia akademik telah kembali ke rahmatullah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun