MA...
Aku ingin  disampingmu.
Taukah kau kini aku merindu, rindu akan nyanyian akan rasa gembira kita, dan dengan bangga ku menyanyikan lagu memujamu. Masihkah kau ingat masa itu? Atau kau sudah melupakannya? Membiarkannya hanyut bersama air sungai membiarkannya hanyut sampai kelaut dan tenggelam didasarnya?
MA,,,
Aku mohon ceritakan lagi cerita-cerita indah bangsa ini. Bangsa yang diciptakan Tuhan Ia tersenyum. Aku ingat sekali cerita yang kau ceritakan ini. Kau selalu menceritakannya saat menghantarkan tidurku. Aku ingin mendengar cerita itu lagi. Kau menceritakan betapa bangsa ini dianugrahi oleh sang maha pencipta rasa saling mengasihi, dimana hati dipenuh akan cinta. Namun  saat ini aku melihat kenyataan bangsa ini tak seindah cerita mu dulu.  Dimana hati saling terpaut dalam bingkai persaudaraan yang ramah.
MA.. taukah kini kau?
Kini kami saling bertikai, kebenaran saling kami tengkarkan. Perebutan kekuasaan bertopeng keindahan, dengan memperjual belikan kenikmatan nirwana. Hati kami  menjadi keras, sekeras batu. Atau ini adalah kisah yang juga kau ceritakan tentang kisah perang Baratayuda, perang saudara antara Pendawa dan Kurawa, perang yang dipupuk oleh bibit-bibit peselisihan yang seperti sengaja diciptakan. Â
Entah kemana hilangnya kini rasa haru dan iba, kini berganti amarah dan maraknya rasa tega. Kami saling melemparkan dengki dan dendam. Saling menjatuhkan dan menghinakan. Seolah-olah kamilah pemilik kebenaran. Walau sebenarnya kami hanya sebijih jarah yang amat kecil yang tak memili daya dan upaya. Namun nafsu memberangus kalbu, rasa kemanusiaan kami telah mati.
Oh Maha Raja ku
Pujaan yang bertahta dihidupku, hidupkanlah lagi rasa kemanusian kami yang telah mati, agar kami yang menyakinimu, berbuat banyak kebaikan selalu. Terimalah pinta dengan rasa kasih sayangmu, wahai kekasih pujaan ku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H