Namun, serangan terhadap perbankan BSI sudah benar-benar mengganggu kenyamanan dan layanan publik terutama daerah seperti Aceh dan para nasabah pecinta bank dengan sistem syariah.
Error layanan digital perbankan selama 3 hari merupakan permasalahan yang terparah dalam sejarah perbankan Indonesia.
Pemerintah Indonesia mengagungkan keuangan digital, begitu juga dengan otoritas jasa keuangan  dan BI. Keduanya gencar sekali mempromosikan kehandalan keuangan digital.
OJK berkomitmen menyiapkan ekosistem perbankan yang berbasis keuangan digital.
Bahkan BI berinvestasi triliun rupiah membangun sistem keuangan digital yang dikenal BI FAST dimana semua transaksi keuanga di-settle dalam hitungan detik antar bank, antar platform dan antar batas daerah.
Namun apa yang terjadi dengan perbankan plat merah BSI adalah tamparan telak terhadap penyelesaian serangan siber di perbankan nasional. Ini menunjukan tidak efisien, tidak optimal dan tidak sigap sistem IT perbankan syariah plat merah Indonesia
Refleksi dari serangan siber tersebut adalah sejauhmana kehandalan dan kepatuhan tata kelola sistem teknologi perbankan plat merah. Apalagi BSI adalah perbankan plat merah hasil merger seluruh bank syariah dan unit syariah milik BUMN.
Error layanan keuangan BSI adalah persoalan reputasi bank syariah plat merah Indonesia.
Bila reputasi rusak, seharusnya ada pihak yang bertanggungjawab dan berani tampil kedepan meminta maaf kepada publik.
Anehnya, sampai 3 hari ini pihak BSI, maupun  pihak Regulator sistem pembayaran BI dan OJK serentak berdiam diri, tidak berani menjelaskan apa penyebab dan siapa yang bertanggungjawab atas serangan siber tersebut.
Dalam perspektif kebijakan publik, ini adalah hal yang tidak dapat dicontoh dimana semua  pihak berlepas diri atas kejadian error ini dan  tidak ada yang berani bertanggungjawab untuk tampil kedepan menjelaskan ini tanggungjawabnya.